Kata-kata Teka-Teki

143K 11.3K 1K
                                    

Ujian tinggal menghitung hari lagi, aku sangat keteteran untuk memahami materi. Banyak sekali peer yang harus aku lakukan dibanding teman-temanku. Hal itu berimbas pada kantung mataku yang menghitam akibat kurang tidur. Bayangkan, hari-hari menuju ujian aku hanya tidur dua jam saja. Alamaaak!

Akan tetapi ada pemandangan luar biasa yang nggak aku temukan saat di sekolah lamaku. Di tempat ini ujian sangat dijunjung tinggi. Setiap santri berlomba-lomba untuk memahami materi sebaik mungkin. Hal itu ditandai dengan setiap sudut dari pesantren ini ada saja santri yang bawa buku atau kitab. Mulai dari perpustakaan —oke, ini tidak usah disebutkan lagi—, pendopo, gazebo, kursi dekat danau, lorong-lorong kelas semuanya dipenuhi santri yang belajar kelompok atau sekadar membaca buku. Bahkan sampai mengantre di depan kamar mandi pun masih membawa buku. Eits, tapi kalau di kamar mandi sih mereka nggak baca ya, hanya di luar saja. Bisa didemo kalau mandi sambil baca buku.

Menurut cerita teman-temanku yang sudah merasakan asem manisnya kehidupan di sini, jangan sekali-kali menyontek saat ujian berlangsung. Akibatnya akan fatal. Karena para asatidz sangat mengedepankan akhlak, salah satunya nilai kejujuran. Banyak orang pintar di luar sana, tapi orang jujur masih sedikit. Jadilah orang yang sedikit itu, agar dunia ini ditinggali orang yang pintar lagi jujur. Cakeup.

Kalau begitu di tempat ini nggak berlaku dong ya sandi-sandi macam anak Pramuka untuk mencontek. Maksudku, deheman untuk kode memanggil teman, atau pura-pura minjem tip-ex untuk bisa kasih sobekan kertas yang di dalamnya berisi nomor yang belum ada jawaban. Nggak ada juga angka satu, dua, tiga, empat, untuk pilihan jawaban A, B, C, dan D. Atau garuk kepala satu kali untuk A, dua untuk B, tiga untuk C, dan empat kali untuk D.

Anak sekolah di negara berflower ini memang sungguh kreatif kalau soal urusan contek mencontek. Ada yang membuat kunci jawaban di balik papan ujian, ada yang menuliskan jawabannya di paha, ada juga yang membawa handphone—yang jelas-jelas dilarang saat ujian— dan menyembunyikannya di dalam bra.

Aku masih ingat saat masih bersekolah di tempat lamaku. Saat itu masih kelas X, jadi belum penjurusan. Mata pelajaran sejarah yang membuatku dan teman-teman pusing harus mengingat tanggal dan tahun kejadian masa lampau. Saat itu satu kelas kompak kebingungan.

Kebetulan yang menjaga adalah Bu Susi yang mana merupakan guru BK yang sudah lanjut usia. Bu Susi ini mempunyai masalah pendengaran. Hal itu dimanfaatkan —sebut saja namanya— Aldo untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Aldo yang duduk di kursi dekat pintu dengan badan tegap melihat ke depan berteriak lantang, "Woy jawaban nomor tujuh belas!" sontak saja anak-anak kaget, berani-beraninya dia berteriak meminta jawaban. Sudah gila rupanya. Tapi setelah melihat ekspresi wajah Bu Susi rupanya beliau nggak terganggu sama sekali. Matanya tetap mengawasi kami seperti singa yang mencari buruannya. Hal itu dimanfaatkan teman-teman sekelas untuk mencontek asalkan badan tetap melihat ke arah depan, nggak ada indikasi lihat kanan kiri, atau tengok ke belakang. Kalau ingin mencontek, tinggal teriak saja.

Aku tahu perbuatan itu nggak boleh dicontoh. Mencontek sama saja berbuat curang. Memang nilai yang diperoleh besar, tapi itu bukanlah esensi dari sebuah pendidikan, kan? Lagi pula ada rasa tidak puas mendapatkan nilai besar dari hasil jerih parah orang lain.

Aku keluar kamar sebentar mencari udara segar. Udara dingin langsung menghantam tulangku, salah sendiri sih nggak pakai sweater atau jaket karena sudah memasuki musim penghujan.

Langit malam terlihat hitam pekat, nggak terlihat bintang dan bulan karena mendung. Selepas Magrib sampai Isya, hujan memang mengguyur pesantren ini. Semoga Allah juga menurunkan rezekinya bersamaan dengan diturunkannya air hujan.

Ditanganku sudah ada kitab Alfiyah karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Andalusy atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Malik. Oleh karena itu Kitab ini dikenal dengan sebutan "Alfiyah Ibnu Malik" yang membahas tentang kaidah-kaidah tata bahasa Arab.

My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang