Sentuh Aku, Gus!

152K 11.8K 1.3K
                                    

Penuh sekali rasanya dadaku ini. Aku seperti dimasukkan ke dalam ruangan tanpa oksigen. Sesak tak terkira. Hatiku sakit seperti dijatuhkan dari gedung berlantai seratus, setelah itu terlindas truk, dan bagian yang hancur masuk ke selokan dimakan cacing-cacing tanah.

Allaah. Mengapa rasanya sesakit ini?

Entah sudah berapa kali Sugus membuatku menangis. Entah berapa tetes air mata yang terjatuh karenanya. Satu hal yang tidak Sugus ketahui dari rahasia wanita. Wanita mampu memberikan senyumannya kepada semua orang, tapi ia hanya memberikan air matanya kepada orang yang ia cinta.

Kali ini aku mengaku, aku telah mencintainya.

Tapi terlambat.

Dia lebih memilih wanita lain, dari pada aku.

Aku nggak menyalahkannya. Sama sekali tidak. Ini semua salahku. Benar-benar salahku.

Aku nggak bisa menjalankan tugasku sebagai istri. Aku terlalu egois. Aku sama sekali nggak peduli terhadapnya. Aku juga seolah membentengi diri agar nggak bersentuhan dengannya walau seinchi saja. Dan masih banyak lagi kesalahan yang kulakukan sehingga ia memilih pengganti.

Terlalu banyak kesalahanku padanya, apa pantas aku menahannya untuk tetap tinggal? Bagaimana pun juga ia berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik. Apalagi jika dibandingkan aku dengan Ning Aisyah, seperti langit dan bumi. Aku nggak ada seujung kuku pun darinya. Aku hanya bocah abege labil yang tidak tahu diri. Ya, Sashi Liem hanya sebatas pinggiran martabak yang nggak ada spesialnya dariku.

Setetes air dari langit jatuh mengenai hidungku. Pandanganku beralih ke depan, tepatnya pada danau yang berwarna hijau, tetesan air semakin banyak yang turun ke bumi. Kepalaku mendongak, langit dipenuhi awan hitam yang siap menumpahkan isinya. Kurasa semesta juga merasakan apa yang aku rasa. Semesta mengirim hujan agar aku bisa menangis tanpa ada seorang pun yang tahu.

Kepalaku terus menghadap ke langit. Membiarkan tetesan hujan terjatuh di wajahku. Meresapi bau petrichor yang dikirimkan melalui angin. Merelakan udara dingin menusuk tubuhku sampai ke tulang. Kini air mataku yang jatuh, telah menyatu dengan air hujan yang membasahi wajah.

Aku bisa mendengar suara lari orang-orang yang ingin menghindari hujan. Bahkan beberapa mereka juga menyuruhku pergi dari sini ke tempat yang lebih aman. Justru menurutku ini adalah tempat paling aman, karena aku bisa mengeluarkan sesuatu hal yang sangat menyesakkan dalam dada tanpa orang lain tahu.

"Sashi? Kok kamu di sini?"

Mendengar suara yang sangat familier buatku, sontak aku menghadap ke sumber suara. Ternyata Dwi.

Dwi langsung duduk di kursi, tepatnya berada di samping kananku tanpa takut tubuhnya basah.

"Kamu kenapa, Sas? Tadi aku liat kamu lari-lari sambil nangis ke tempat ini," ujarnya. Meski suaranya sedikit hilang karena terbawa hujan, tapi aku masih bisa mendengar.

Bukannya menjawab, aku semakin menangis. Semua ketakutanku terbayang seperti film yang ditayangkan.

Dia nggak banyak bicara lagi. Dia membawaku ke dalam pelukannya. Kemudian mengusap punggungku seperti seorang kakak yang menenangkan adiknya. Di balik punggung Dwi aku menumpahkan tangisanku bersama dengan air hujan yang membasahi tubuh kami berdua.

Sampai tangisku mereda, dia tak banyak bertanya tentang alasan kenapa aku menangis. Aku nggak ingin seorang pun tahu masalah rumah tanggaku ini. Biar sakitnya kurasakan saja sendiri. Karena tubuh kami sudah sama-sama dingin, dan bibir yang membiru, Dwi membawaku kembali ke asrama.

******

Aku mendengar semuanya, saat Hani dan Leni terus bertanya-tanya pada Dwi mengapa aku menangis. Mereka juga sempat bertanya langsung padaku, tapi bibirku ini tetap terkunci rapat. Otakku nggak bisa merespons sekitar, ia hanya bekerja mencari cara bagaimana agar Sugus tetap menjadi milikku. Hanya milikku.

My Coldest GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang