Fars tersenyum sombong. Dia menatap medan rintangan di hadapannya dengan ekspresi puas.
Ini adalah trik andalannya.
Meskipun narsistik, dia masih anak dari seorang Tetua yang terkenal akan kelihaian berpikirnya. Meskipun tidak bisa bertarung, jika lawannya kelelahan sebelum berhadapan dengannya, kemenangan dapat dicapai dengan mudah.
Ia bisa memenangkan Turnamen dua tahun yang lalu menggunakan cara ini. Curang? Bagi beberapa orang mungkin setuju. Tapi, tidak ada yang bisa membantah bahwa taktik ini cukup pintar.
Fars menggigit tongkat sihirnya lalu duduk di singgasana batu miliknya. Ia menempatkan pipinya di atas kepalan tangan.
"Mari kita lihat kemampuanmu! Scaler!"
Ia menantang Synd secara langsung. Tidak ada rasa takut di hatinya. Dia yakin bahwa tak ada seorangpun yang bisa melewati tantangannya.
Tapi, itu karena dia belum pernah melawan Synd secara langsung seperti ini. Kemampuannya lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan Synd.
Shinnichi menutup jurnalnya. Ia sudah bisa melihat siapa yang akan menang bahkan sebelum Synd bergerak satu langkah.
Kesombongan di medan pertempuran bisa berarti kekalahan. Shinnichi sudah mengetahui hal ini.
Tentu saja ia tahu. Alasan kemenangan pertamanya di dunia ini adalah hal itu. Ia merasa senang saat mengingat wajah Samejima yang sadar bahwa dirinya kalah. Pada saat yang bersamaan, rasa sakit menusuk hatinya saat mengingat waktunya di Victoria.
Shinnichi menggelengkan kepalanya. Ia memfokuskan diri kepada pertandingan di depannya.
Di arena, Scaler menyarungkan kembali pedangnya. Ia berpikir bahwa pedangnya tidak dibutuhkan kali ini.
Setelah menaruh pedangnya, Scaler merentangkan kedua tangannya kemudian melakukan beberapa pemanasan kecil. Ia meraih ke kantung air yang menggantung di sisi kiri tubuhnya lalu menegak isinya beberapa kali.
Merasa energinya terisi penuh, Scaler berjongkok di tanah. Ia mengambil ancang-ancang untuk berlari. Matanya memeriksa sekeliling.
Sebuah jurang di sebelah kiri, bukit-bukit kecil di sebelah kanan, serta batu raksasa di tengah. Ia akan memilih jalan yang tercepat. Scaler memutuskan bahwa kiri adalah jalan tercepat.
Scaler menghirup nafas dalam lalu mengeluarkannya. Mencoba menenangkan detak jantung cepatnya karena efek adrenalin.
Elf bertopeng itu menendang tanah. Menciptakan sepasang kawah kecil karena dorongan kakinya. Tubuhnya melesat seperti batu yang ditembakkan oleh ketapel.
Dalam dua detik, jarak enam meter sudah dicapainya. Ia melompati jurang selebar dua setengah meter itu lalu mendarat di sisi lainnya.
Otaknya masih memompa adrenalin. Meningkatkan fisiknya dan mempercepat daya proses informasi. Rute selanjutnya sudah terbayang di otaknya.
Tak membuang-buang waktu, Scaler berbelok ke kanan. Ia menuju tepat ke arah sebuah batu landai sebesar dan setinggi bangunan lantai dua berjarak sekitar empat meter dari tempatnya mendarat.
Kaki Scaler kembali melompat. Tangannya mencengkram bongkahan batu itu seperti seekor kucing lalu mulai memanjatnya.
"Itu panjatan khas Scaler!"
Seorang penonton berseru. Satu sorakan itu menular ke seluruh Colloseum.
"Oh! Kau benar!"
"Lihat itu! Lihat!"
"Scaler sedang memanjat!!"
Awalnya, para penonton tidak bisa sosok Scaler yang melaju karena kepulan debu yang ditinggalkannya. Tapi, setelah beberapa saat, mereka bisa melihat idola mereka melakukan gerakan memanjatnya seperti di awal Turnamen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Re : Turning from Another World [Dropped]
FantasíaPenindasan. Itulah yang dialami oleh tiga sahabat sebelum mereka dipanggil ke Dunia lain. Dunia sihir dan pedang. Mereka berharap dunia baru ini dapat mengubah hidup mereka menjadi lebih menyenangkan. Namun, takdir berkata lain. Penindas mereka juga...