Seorang wanita sedang berbicara dalam teleponnya sambil berjalan seorang diri.
"Iya, aku tahu. Kamu juga tahu kemampuanku-kan? Aku pasti bisa, tenang aja."
"Kamu lihat aja besok." Ucapnya lagi.
Tiba-tiba mobil lamborghini mewah berhenti tepat di hadapannya.
Pintu mobil itu terbuka. Lalu turunlah seorang lelaki berkulit terang dengan rambut pirangnya yang tertutup topi.
Wanita berponi dengan masker di wajahnya itu langsung mematikan teleponnya.
Lelaki itu berjalan, mendekat kearahnya.
"Maaf, saya mau tanya, apa di sekitar sini ada panti asuhan?" Ucap lelaki itu, bertanya kepadanya.
Wanita itu tak mengalihkan pandangan dari lelaki di hadapannya. Dia terus menatap lelaki itu tanpa berkedip sekali-pun.
"Kok ngelamun?" kata lelaki itu lagi sambil mengayunkan tangannya untuk membangunkan wanita ini dari lamunannya.
Aku tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang. Lelaki yang baru saja turun dari mobil mewah itu benar-benar membuatku tak berhenti untuk menatapnya.
Dia adalah Suga, lelaki yang sangat aku sayangi dari dulu hingga sekarang.
"Apa anda denger yang saya ucapin tadi?" Ucap lelaki itu yang semakin mendekat ke arahku.
"Oh, Ada apa?" Ucapku.
"Saya lagi nyari panti asuhan di daerah sini. Apa anda tahu?"
"Panti di daerah sini nggak banyak, ada satu di dekat rumah saya."
"Apa masih jauh dari sini?"
Aku mencari topiku di dalam tas, lalu aku pakai. Aku nggak mau dia tahu, kalau aku adalah wanita yang pernah menyakitinya.
Mungkin, itu hanya mungkin.
Mungkin aku pernah menyakitinya, tanpa pernah aku sadari.
Mungkin aku selalu melukainya, tanpa memikirkan bagaimana dia.
Dia seperti menyukaiku, namun tak pasti.
Jujur, aku menyayanginya. Sampai saat ini aku masih sayang dia. Namun tidak dengannya, dia tidak mungkin memiliki rasa itu lagi sekarang. Karena sekarang dia telah bersama wanita itu.
Aku malu pada diriku yang selalu menginginkannya. Aku malu jika nanti dia menyadari inilah aku.
Aku yang dulu selalu mengabaikannya, mengabaikan perjuangannya. Namun setelah dia menjauh dan pergi, aku baru menyadari, kehadirannya sangatlah berarti untukku.
Kenapa dulu aku menjauh?
Sekarang saat dia ikut menjauh, aku ingin mendekat, namun tidak bisa. Karena dia sudah terlalu jauh. Bahkan sangat jauh, hingga tidak mungkin lagi bisa ku gapai.
Setelah cukup lama mata ini menatapnya, aku-pun tersadar, dan langsung menjawab ucapannya tadi.
"Oh, lumayan sih. Dari jalan ini anda lurus aja, terus belok kanan.."
Belum selesai aku berbicara, dia langsung berkata, "Kamu sekarang mau kemana?"
KAMU
Dia memanggilku dengan kata 'kamu'.
"Saya?" Tanyaku balik.
"Iya kamu, siapa lagi."
"Oh, ya saya mau pulanglah."
"Ya udah, saya antar saja, sekalian beri tahu dimana panti itu. Saya suka lupa jalan."
"Benarkah?"
"Iya."
"Ya udah, oke."
Aku langsung mengikutinya dan masuk ke dalam mobil.
Perjalanan kami terasa sangatlah canggung bagiku, namun tidak tahu dengannya.
"Maaf ya, saya nggak bermaksud apa-apa, saya lagi nyari panti di daerah sini, tapi nggak tahu dimana letak panti itu. Kamu nggak keberatankan bantuin saya?"
"Iya, tentu saja." Jawabku singkat.
"Canggung ya? Maaf banget." Ucapnya seakan tahu keadaanku sekarang.
"Nggak sih, biasa aja." Jawabku.
"Itu rumahku, dan itu panti asuhan yang aku bilang tadi." Ucapku lagi, menunjukkan kepadanya keberadaan panti itu.
"Yang mana?"
Suga memperlambat jalan mobilnya, sambil menyusuri dan melihat satu persatu perumahan di sekitar.
"Udah berhenti sini." Ucapku.
Suga langsung menghentikan mobilnya, lalu aku membuka pintu mobil dan turun.
"Makasih ya. Itu pantinya, kesana aja, mungkin itu panti yang anda cari. Sekali lagi makasih." Ucapku sambil menegoknya dari kaca pintu mobil yang terbuka, lalu pergi.
Aku nggak mau kamu tahu siapa aku, bukan karena aku malu. Aku hanya nggak ingin kamu ingat dengan luka lamamu karenaku.
Maafkan aku, Suga.
Aku tidak pernah menyangka, kita akan bertemu dan saling berbincang lagi seperti tadi. Meski tidak sesempurna yang aku bayangkan.
Tiba-tiba seseorang memegang tangan kananku dari belakang. Dengan terkejutnya, aku langsung berbalik badan.
"Suga, kenapa lagi?" Ucapku yang tanpa sadar memanggil namanya.
Dia terdiam sesaat, dia terlihat seperti membatalkan yang akan diucapkannya tadi.
"Kamu kenal aku?" Ucapnya.
"Hah? Ya, tentu saja aku kenal."
Panggilan resmi itu mendadak berubah menjadi aku dan kamu.
Suga memegang topiku, aku langsung menyangkal tangannya.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu mau berbuat jahat ya?" Ucapku.
"Apa kamu penguntit?"
"Penguntit apa lagi?"
"Bukan?"
"Ya bukanlah, ngapain juga aku nguntit orang. Nggak penting banget."
"Tapi tunggu deh,"
"Kenapa sih?"
"Ini beneran rumah kamu?"
"Iya ngapain juga aku bohong, nggak penting banget."
"Ada hubungan apa kamu sama Jungkook?"
Kenapa dia tiba-tiba menyebut namanya di hadapanku?
Apa dia tahu aku adalah Lisa?
Nggak mungkinlah. Selama aku dekat dengannya dulu, aku sama sekali nggak pernah bercerita tentang kehidupanku pada siapapun. Atau mungkin Jungkook yang menceritakan tentangku padanya?
...
KAMU SEDANG MEMBACA
For A Dream
Fanfiction"Aku emang sayang, tapi ternyata perasaanku selama ini padamu adalah salah. Kita bersama itu kesalahan." "Aku akan selalu sayang, meski engkau telah pergi lalu aku meninggalkanmu." "Aku nggak bisa pahami apa mau hatiku, kalian adalah orang yang kusa...