23) Ketakutanku

225 38 14
                                    

Dahulu, aku dan Jungkook sangatlah dekat sejak kecil. Rumahnya tidak jauh dengan tempatku tinggal, yaitu di Panti Asuhan. Dahulu ketika aku belum tahu pasti bagaimana rasanya hidup dan tinggal bersama keluarga. Keluarga yang di dalamnya ada seorang ayah dan ibu juga aku sebagai anak mereka. Aku tidak pernah memikirkan hal itu, bahkan sekalipun tidak pernah. Hidupku saat itu kufikir sudah bahagia, meski hanya dengan kasih sayang dari orang-orang asing. Dahulu juga ketika Jungkook masih memiliki keluarga yang sempurna dalam hidupnya. Jungkook dengan kedua orang tuanya dan saudara perempuannya, Lisa. Dia dengan kehidupan sempurnanya, dan aku dengan kehidupan masa kecilku yang bahagia.

Namun kebahagiaanku musnah begitu saja karena seseorang. Dia mengatakan rangkaian kalimat yang sangat menyakiti perasaanku. Dia berucap seakan tidak mempedulikan bagaimana aku. Memang dulu usiaku masih sangat belia untuk tahu bagaimana rasanya sakit hati, dan mungkin itu sebabnya dia katakan semua padaku tanpa berfikir terlebih dahulu bagaimana diriku nantinya karena ucapannya. Aku selalu mencoba melupakan semua yang dia ucapkan padaku, namun aku tidak bisa. Itu adalah pertama kalinya aku mendengar lantangnya suara memarahiku.

Maaf Jungkook, dulu aku meninggalkanmu. Aku lakukan itu untuk kebaikanmu. Aku nggak mau jadi penghalang dan penghancur masa depanmu. Meski aku tahu pasti yang kulakukan adalah hal konyol dan tidak masuk akal sama sekali. Ini bukan tentang rasa cinta yang harus kupertahankan dan kuperjuangkan, namun ini tentang kehidupan yang akan tetap stabil dan baik meski tanpa cinta. Aku percaya itu dan aku yakin akan hal itu, karena hidup di dunia tidak semuanya berbalut cinta. Kamu harus merasakan apa itu sakit dan bagaimana rasanya sakit, untuk nantinya menjadi pribadi yang tangguh. Karena dengan sakit kamu akan belajar banyak hal.

"Kenapa diam?" Ucap Jungkook kepadaku yang sedang duduk di sebelahnya.

"Fokus aja nyetir, nggak usah nengok-nengok terus!" Ucapku dengan terbata-bata.

Jungkook tersenyum melihat tingkah anehku saat menjawab pertanyaan darinya.

"Baiklah, Mina sayang." Jawabnya.

"Kamu nggak usah buat masalah tambah serius aja, aku nggak suka candaan begituan. Nggak lucu tahu nggak!"

"Aku juga nggak ketawa, aku nggak becanda, aku serius Mina."

"Sudahlah, aku tahu kamu."

"Kamu masih sayang nggak?"

Lagi dan lagi dia mengatakan kalimat yang membuat hatiku seolah bergetar.

"Diamlah! Udah berhenti disini aja."

"Berhenti apa?"

"Hentikan mobilnya," ucapku.

"Kamu mau aku turunin kamu disini?" Tanyanya padaku.

"Iyalah, apalagi? Aku juga nggak akan habis kalau dikerumunin orang-orang."

"Kenapa? Aku akan antar kamu sampai Apartemenmu, tenang aja aku tahu kamu pasti butuh waktu untuk bertemu manager dan pihak agensimu itu. Iyakan?"

"Kamu mabuk ya, lagian aku juga nggak mau kamu tahu dimana aku tinggal."

"Kamu belum pindah dari Apartemen lamamu itu kan? Aku tahu Mina."

"Tapi aku nggak mau kamu anterin aku sampai sana, sudahlah hentikan mobilnya sekarang. Aku akan naik taxi. Lebih baik kamu kembali lakukan aktifitas padatmu sekarang. Aku tahu kamu pasti banyak kesibukan."

"Aku nggak akan berhenti, kamu jawab dulu pertanyaan aku."

"Pertanyaan apalagi Jungkook?"

Tiba-tiba suasana mendadak sunyi. Beberapa menit sudah kutanyakan itu padanya, namun Jungkook menutup mulutnya. Dia seperti menunggu jawaban dariku, sedangkan aku sedang bertanya juga padanya. Baguslah kalau dia sudah mendiamkan suasana, aku tidak akan mulai berucap lagi kalau nantinya hanya menimbulkan perdebatan. Lebih baik begini, dia tidak menggangguku dan aku tidak terganggu olehnya.

For A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang