51) Nafsu Melupakan

251 15 1
                                    

Air matanya, buat aku nggak berdaya. Dia menangis tersedu-sedu dihadapanku.

"Aku minta maaf ya." Ucapku.

Aku mendekat kearahnya. Memeluk dan menepuk pelan pundaknya.

Mina, aku masih bisa menenangkan tangismu seperti dulukan? Semuanya masih bisa aku lakukan padamu, kecuali ciuman.

Tapi, itu sudah terlanjur. Aku sudah lakukan itu padamu dulu. Tidak apa-apa kan?

"Aku nggak kuat, kalo kamu nangis terus." Ucapku mencoba menenangkannya.

"Aku nggak terima." Ucapnya.

"Kenapa nggak bisa? Semua akan berlalu sayang."

"Jangan panggil aku sayang, itu buat aku makin nggak berdaya." Ucap Mina.

Entah apa arti panggilan sayangku untuk dia. Sayang sebatas saudara, atau sayang selayaknya rasa sayangku untuknya.

"Ngomongnya emang enak. Semua pasti berlalu, tapi nggak semudah itu." Ucap Mina.

Tuhan! Kenapa hatiku berdegup kencang?
Dia mengeratkan pelukannya. Membuat pikiranku buyar.

"Mina, jangan peluk aku seerat ini." Ucapku tapi tidak mencoba menyingkirkannya.

"Biarin aja. Nanti, di masa depan, kita gimana? Apa kamu bakalan punya kekasih baru, lalu kalian menikah. Dan ninggalin aku begitu aja." Ucap Mina.

"Kamu juga sama. Nanti, kamu juga pasti akan lupa. Perlahan pudar kok. Perasaan itu. Kamu pasti akan temuin lelaki yang lebih sempurna dari aku. Dan kalian akan bahagia."

"Itu artinya kita nggak punya takdir bersama?"

"Saudara itu lebih erat hubungannya daripada sekedar sayang biasa."

"Kamu yakin?"

"Bisa."

"Kok bisa jawabnya?"

"Ya aku juga nggak tahu, bisa atau nggak sayang."

"Tapi apa ciuman nggak pa-pa?" Tanya Mina padaku.

"Hah?"

Apa yang dia katakan.

"Janga..." Belum selesai aku bicara, Mina tiba-tiba menciumku.

Kenapa kamu lakukan ini? Pikiranku sedang kacau sekarang. Aku nggak sedang mabuk. Tapi titik lemahku sudah disini.

Aku mencium balik wanita ini. Mencium pipi kanannya. Pipi kirinya. Dan dahi.

Mina meneteskan air matanya lagi.

"Kenapa nangis lagi?"

"Hah? Nggak pa-pa kok." Jawabnya.

"Kamu tahu titik lemah aku ya?" Tanyaku padanya.

"Titik lemah apa?"

"Jangan sandarin kepalamu padaku. Jangan peluk aku. Jangan nangis di depanku. Dan jangan cium aku."

"Dulu juga gitu. Semua itu selalu aku lakuin ke kamu, kecuali ciuman. Kamu juga nggak pernah marah."

"Aku nggak marah, nggak akan marah. Aku hanya nggak kuat. Aku lemah saat kamu lakuin itu ke aku."

"Bukan hanya aku. Pacarmu itu juga iyakan. Apa itu juga berlaku buat dia?"

"Pacar apanya? Dia siapa?"

"Cheng Xiao." Kata Mina.

"Xiao? Oh iya, kenapa aku lupa ya, kalo aku ada pacar. Xiao masih jadi kekasih sampe sekarang. Tapi kenapa aku bisa lupa. Jadi, apa aku harus putusin dia dulu?"

For A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang