18) Orang Ketiga

236 41 0
                                    

Mendengar candaan yang dikeluarkan Ayahnya, membuat Suga merasakan kedekatannya kembali dengan orang yang telah lama ia rindukan. Suga tahu persis, Ayahnya yang selama ini kesepian seorang diri, melakukan segala aktifitasnya sendiri, tanpa dia disisinya. Rasa bersalah yang selama ini dipendamnya kini musnah. Ayahnya telah memaafkan segala kesalahan anak tunggalnya itu.

Tiga perempat jam sudah Suga berbincang dengan Ayahnya di dalam ruang kerja itu. Waktu berlalu sangatlah cepat, membuat Suga tidak menyadari bahwa ponselnya terus bergetar sejak tadi.

"Oh tunggu sebentar, Yah." Ucap Suga setelah mengecek ponselnya untuk melihat jam, namun di layar ponselnya tertulis 2 pesan chat dan 27 kali panggilan tak terjawab.

"Ada apa?" Tanya Ayahnya.

"Aku nggak tau ada banyak panggilan tak terjawab dari managerku."

"Ya sudahlah, kau hubungi dia dulu, Ayah juga ada rapat sebentar lagi. Ayah harus pergi."

"Baiklah, aku akan hubungi ayah nanti. Sampai jumpa." Ucap Suga kepada sang Ayah.

Ayahnya pergi melangkah meninggalkan Suga sambil menelfon seseorang. "Maaf, aku akan segera datang." Terdengar sepatah kalimat yang diucapkan sang Ayah.

"Kau dimana?" Ucap seorang lelaki dengan tegasnya, membuat mata Suga berhenti menatap punggung Ayahnya yang semakin menjauh. Dia-pun teringat akan panggilan telfonnya.

"Oh, buat aku kaget aja. Kecilin kenapa suaranya."

"Kau dimana sekarang? Jangan bilang nggak di Rumah Sakit."

"Iya, aku disini. Takut banget aku buat masalah lagi." Ucap Suga.

"Ya dimana? Aku udah ngecek kekamar cewek itu, kamu nggak disana."

"Aku memang lagi nggak di kamar Mina, kau dimana sekarang? Aku akan kesana."

"Aku di Lobby Rumah Sakit." Ucap lelaki itu, lalu menutup panggilan Suga.

"Iya, aku kesana sekaraa...ng. Kebiasaan banget emang nih anak, main tutup-tutup aja. Kalo bukan anak Manager aja yaa, nyebelin banget." Ucap Suga dengan kesalnya, lalu pergi meninggalkan ruangan Ayahnya itu.

.

"Kenapa emangnya? Kenapa!"

"Yaa kenapa? Salah aku ngelakuin itu?"

"Tentu aja salah!"

"Yaudah biasa aja bicaranya, aku lagi males."

"Aku bener-bener nggak ngerti apa yang ada difikiranmu, Mina. Dengan semua ini, semua kejadian ini, aku nggak habis pikir kamu berani ngelakuin itu."

"Kalau kamu nggak suka pergi aja, aku baik-baik aja kok sama semua yang telah kulakuin."

"Kamu masih nggak ngerti juga ya!"

"Nggak ngerti apa sih! Aku udah males, aku pusing sama semuanya, aku lelah sama kehidupanku. Aku ngerasa nggak berarti lagi disini."

Terlihat Mina mulai meneteskan air matanya.

"Aku ngerti yang kamu rasain, tapi tetep aja itu salah Mina! Itu salah."

Lalu dia memeluk Mina, membisikkan kalimat yang tak seharusnya kudengar. Itu menyakitkan, sangat menyakitkan bagiku.

"Aku peduli kamu, aku selalu ngerti kondisimu. Kamu tahukan, aku akan selalu ada untukmu, disaat kamu sendiri, kamu punya aku Mina. Aku sayang banget sama kamu." Ucapnya pelan seakan membisik.

Mina melepaskan pelukan dari orang itu. Orang yang tak pernah kuduga akan melakukan itu di belakangku, bersama kekasihku, Mina.

"Pergilah.." Terdengar Mina berucap pada lelaki itu dengan lirih.

"Kamu masih nggak terima karena aku udah ninggalin kamu?" Ucap lelaki itu pada Mina.

"Sudahlah, pergi sana! Aku pusing, aku lagi males ngebahas itu."

"Aku kesini karena aku peduli kamu, aku khawatir dengan kondisimu."

"Iya makasih, tapi tolong pergilah." Ucap Mina.

Kalimat Mina sedikit menenangkanku, membuatku tersadar akan kejadian di depan mataku saat ini adalah hal sepele. Bukanlah cinta segitiga seperti yang kubayangkan. Kenyataan bahwa Mina jelas memilihku daripada lelaki itu.

"Mina," panggil lelaki itu pada Mina.

"Pergilah, aku nggak mau Suga melihat kamu disini."

"Iya aku akan pergi, tapi nanti."

"Kenapa nanti! Kumohon pergilah, keluar dari sini."

"Aku nggak mau pergi ninggalin kamu lagi. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi, Mina."

"Kenapa bahas itu lagi?"

"Aku juga lelah Mina."

"Bohong! Kalau lelah kenapa kamu masih ngejalaninya? Aku-kan udah pernah bilang ke kamu, aku nggak suka kamu jadi artis seperti sekarang." Mendadak ucapan Mina membuatku mendengarkan dengan fokus, apa yang mereka akan bahas.

"Kamu-kan tahu, aku juga nggak pernah suka."

"Tapi kamu tetep aja lakuin itu."

"Kamu lupa, kalau bukan paksaan Ibuku aku juga nggak akan lakuin ini. Berapa kali lagi kamu harus ngejauh dari aku cuma gara-gara hal sepele seperti ini? Aku nggak bisa kamu giniin."

"Sepele?"

"Iyaa.Ini hanya masalah sepele Mina. Dan berapa lama lagi kamu harus ngebohongi dirikamu sendiri? Ngehindar setiap kali kita bertemu. Kamu nggak lelah apa? Dan kenapa kamu nggak pernah bilang sebelumnya kalau kamu pacaran sama Suga, teman seperjuanganku!"

Pernyataan yang dilontarkan lelaki itu kepada Mina terdengar seolah mereka telah lama dekat. Jika yang kulihat saat ini hanyalah percakapan antar sahabat biasa aku tak akan marah, meski hubungan mereka tanpa sepengetahuanku. Namun satu kalimat yang membuatku sangat kecewa kepada lelaki yang sangat kukenal itu, dia mengatakan bahwa dia sangat menyayangi Mina. Apakah itu artinya kita telah menyukai wanita yang sama? Dan tanpa sepengetahuan masing-masing. Lalu kenapa Mina diam saja, dengan semua keadaan ini yang membuatku semakin frustasi.

...

For A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang