- Fifty Three -

1.1K 136 12
                                    

PAPA

.

McM

.

AUTHOR'S SIDE

.

.

.

Hendery membuka pintu kamar kedua ayahnya setelah mengetuk, memejamkan matanya erat.

"Ryry?"

"Boleh Ryry membuka mata Papa?"

Ten tertawa. "Siapa yang menyuruhmu menutup mata?"

"Aku hanya tak yakin." Hendery membuka matanya. Ayahnya itu berpakaian lengkap. Mengapa pula dia berpikir hal aneh jika ayahnya tak memakai baju? Hormon remaja sialan. "Boleh aku tidur di sini? Pengacara Seo mengusirku dari kamarku sendiri!"

Ten bergeser, menepuk sisi kosongnya.

Hendery menghempaskan tubuhnya di samping Ten dan memeluk ayahnya.

"Tidak malu tidur bersama Papa?"

Hendery berpikir sejenak, sebelum menggeleng lemah. "Ryry juga merindukan seperti ini." Ada jeda yang dirasakan Ten dari Hendery. "Papa." Panggilan itu tidak seceria biasanya.

"Ya." Ten menyahuti tak yakin.

"Ada yang ingin kubicarakan." Hendery melepas diri dari pelukan Ten, memilih duduk menatap sang ayah.

Ten mengikuti, bersandar pada kepala ranjang dengan kaki yang masih berada dalam selimut. "Ada apa?"

"Mama Irene mengatakan jika seharusnya aku bertanya hal yang ingin kuketahui dari kalian. Aku tak ingin salah menyimpulkan lagi."

Ten tidak merasa terintimidasi sedikitpun dengan tatapan putranya. Melainkan sebuah rasa bangga yang terasa dalam dirinya. "Apa yang ingin Ryry tanyakan?"

"Papa mengatakan jika keluarga Papa menganggapku hanyalah aib. Aku hanya ingin penjelasan positif dari anggapan mereka. Karena ini berpengaruh pada pilihanku untuk tetap atau tidak melanjutkan menjadi dokter."

Senyum Ten tersuguh perlahan. "Karena pertanyaan ini, Papa rasa kau sudah siap untuk semuanya. Kita mulai dengan kehadiranmu."

Hendery menampilkan ekspresi panik. "Papa akan bercerita tentang bagaimana Papa dan Mama membuatku?!"

Ten benar tentang putranya. Hendery Lee tidak akan pernah serius. "Ya, kau pasti penasaran bagaimana kau bisa hadir saat ini."

"PAPA AKU MASIH DIBAWAH UMUR!"

"Lalu?" Ten seakan tak peduli dengan jeritan anaknya.

"Tidak masalah jika Papa ingin membagikan. Anggap saja ini bagian dari edukasi sex."

Ten mendorong dahi Hendery dengan jarinya. "Papa tidak akan memberikan edukasi sex padamu sekarang!"

Hendery merengut. "Aku menunggu."

Ten menghela napas. "Papa dan Doyoung satu sekolah menengah atas. Kami bersaing, hingga Doyoung menyebarkan fakta di seluruh sekolah bahwa Papa seorang gay."

Hendery meringis "Paman Doyoung terlalu jujur."

Ten tertawa kecil. "Tidak ada orang tua yang menerima anaknya menjadi penyuksa sesama jenis. Terlebih jika kau anak dari keluarga terpandang. Kakekmu cukup terkenal di Bangkok."

Hendery mulai tertarik.

"Papa bertemu dengan Mamamu, kami hidup bersama karena permasalahn yang sama. Gejolak dari hormon remaja yang tak ingin diatur. Saat kuliah, Papa bertemu dengan Daddy. Dia dan Mama Irene yang mengetahui seberapa kacau kehidupan Papa. Itu sebabnya dia tak menyukai ada yang menyakiti Papa. Singkat cerita, hubungan Papa dan Mama Irene sebatas kepentingan sendiri-sendiri."

Hendery mendesah gelisah.

"Susu?" tanya Ten.

Hendery mengangguk.

"Di kulkas." Ten menunjuk kulkas kecil di kamarnya.

Segera Hendery mengambil tersebut dan kembali pada tempat semula. "Lanjutkan Papa."

"Papa membutuhkan keturuanan langsung untuk mengambil kembali posisi menjadi anak lelaki keluarga. Mama Irene ingin mersakan menjadi perempuan dengan melahirkan."

Hendery dengan gigi yang menggigit sedotan meringis kesekian kalinya. "Kalian melakukanya? Maksud Ryry ini tidak seperti pembuahan bayi tabung?"

Ten menggeleng. "Tidak. Kami melakukan secara manual dan beberapa kali. Lalu setelah kau lahir kami berpisah. Dan kehidupan selanjutnya seperti yang kau tahu."

Hendery meletakkan kotak susunya yang kosong di nakas. "Apa aku masih perlu menjadi dokter lulusan SNU untuk mendapatkan posisi Papa kembali?"

Ten terkejut dengan pertanyaan itu.

Hendery terkekeh. "Maafkan aku yang menyakiti Papa. Bertanya hal tak masuk akal mengapa Papa menikah dengan Daddy. Seharusnya aku tak perlu mengetahui alasan apapun."

"Papa juga minta maaf."

"Jadi, aku tetap akan menjadi dokter?"

Ten menggeleng. "Tak perlu. Lakukan apapun yang kau inginkan."

"Tapi posisi Papa?"

Ten meraih tangan Hendery. "Mereka orang tua Papa, tapi Papa sudah memiliki keluarga sendiri sakrang. Mereka hanya perlu tahu, jika putra dan cucu mereka masih hidup dan selalu menyayangi mereka."

Hendery berdecak. "Bahasa Papa terlalu tinggi."

"AKU SEDANG BICARA SERIUS HENDERY SEO!"

"DADDY TOLONG AKU! AKAN ADA KASUS PENGANIAYAAN ANAK DIBAWAH UMUR! PENGACARA SEO!"

.

.

.

A/n :

Kan, kagak ada sedih sedihnya pisan ngetik bagian mereka tuh. Absurd sih anaknya. Haft.

Oia, chapter depan Jaedo shipper merapat boleh. Heheheh full bapak bapaknya aja.

#190710

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang