- Fifty Six -[End]

1.7K 150 10
                                    

PAPA

.

McM

.

AUTHOR'S SIDE

.

.

.

Ten dan Hendery sedang menikmati sesi carpool mereka, disaat Ten melihat Doyoung berdiri di depan garasi mobilnya.

"Paman Doyoung?" Hendery merasakan hal tak beres. "Ah, Jeno sudah masuk sekolah."

Ten menoleh ke belakang, mengabaikan Doyoung yang mendekati sisi pengemudi. "Baru masuk sekolah?"

"Jeno mengatakan padaku jika dia berlibur di rumah pamannya selama satu minggu."

Doyoung mengetuk kaca mobil bagian Ten.

"Papa, kalian tidak akan baku hantam, 'kan? Apa aku harus menelpon Daddy? Atau mengabari Jeno dan paman Jaehyun?"

Ten melakukan tindakan yang membuat Hendery membakap mulutnya. Ten menurunkan kaca mobil. "Kim Doyoung."

"Bisa kita bicara berdua?"

"Paman tidak akan memukuli Papaku, 'kan?" remaja lelaki itu berseru.

Doyoung tertawa kecil. Hendery bersumpah jika ayah sahabatnya itu tampan dengan senyum tersebut. "Apakah pukulan kecil diizinkan?"

"Jika memiliki bekas, Daddy bisa menjadikannya bukti untuk menuntut secara hukum!" Hendery menjelaskan.

"Putramu sama sepertimu." Doyoung kembali pada Ten. "Bagaimana?"

Ten kali ini menoleh pada Hendery. "Ryry masuk lebih dulu. Papa akan pergi bersama paman Doyoung."

Hendery menyandang ranselnya. "Pastikan kalian berbaikan. Aku tak ingin berpisah dari Jeno. Pastikan itu Papa!" Hendery turun dari mobil. Berlari kecil memasuki rumah.

"Masuklah."

Doyoung memutar untuk masuk ke kursi sebelah kemudi. Tidak ada yang membuka suara hingga mobil keluar dari lokasi perumahan.

"Ada apa?"

"Apa kabar?"

Ten menoleh sesaat pada Doyoung. "Baik. Aku baru melihatmu lagi."

"Aku berada di rumah kakakku selama seminggu."

Lagi, tak ada hal yang dapat keduanya bahas.

"Kita ke mana?"

"Bar?"

Ten menoleh lagi. "Kau yakin? Aku tak ingin kita berakhir tak sadarkan diri dengan kondisi saling memukul."

Doyoung tertawa. "Jalankan saja mobilmu. Aku akan membayar bensinnya."

"Aku tidak menjadi supirmu di dalam mobilku sendiri." Ten menekan pedal gasnya sedikit lebih dalam.

Doyoung berdecak. "Ayolah, kau tak lelah berdebat denganku?"

"Lalu kau ingin kita tak berdebat karena itu melelahkan?" Ten memutar stri mobil dengan satu tangannya. Mengarah masuk pada drive thru makanan cepat saji. Memesan dua menu tanpa bertanya pada Doyoung.

Doyoung pun tak berusara hingga mobil kembali melaju membelah jalan.

"In lebih aman dari bar." Ten memberikan paper bag pada Doyoung.

"Terima kasih."

Ten hanya begumam.

"Maaf. Untuk semua hal yang kulakukan padamu." Doyoung menatap lurus pada jalannya. Meraskan perubahan kecepatan laju mobil setelah kalimatnya terucap.

"Menurutmu apa saja yang telah kau lakukan selama ini?" Ten pun membalas dengan tenang.

"Aku melakukan banyak kesalahan padamu. Merusak masa remajamu-" Doyoung tak tahu ingin melanjtukan apa.

"Kau hanya tahu hingga batas itu. Kau tak tahu apa yang terjadi setelahnya. Bukan hanya sekolah yang membuangku, keluargaku pun melakukan hal yang sama! JIKA KAU LUPA, AKAN KUINGATKAN SEBERAPA BAJINGAN DIRIMU!"

Tubuh Doyoung yang tebelit sabuk pengaman terlempar ke depan.

Ten memukul stirnya setelah berhenti secara tiba-tiba. "Shit!" umpatan dalam bahasa lain dikeluarkan.

"Apa yang kau rasakan, aku juga merasakannya. Aku mendapatkan hukuman atas perbuatanku. Persaingan denganmu di sekolah membuat seluruh tubuhku dipenuhi luka. Cara satu-satunya menjatuhkanmu dan menghentikan luka itu hanya mengatakan kau seorang gay." Doyoung menaut jarinya, tak siap mengungkap masa lalu dari bibirnya sendiri.

Ten membeku di tempatnya.

"Pengakuanku sebagai penyuka sesama jenis, membuat kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan. Aku-" suara Doyoung bergetar.

Ten menatap kekacauan Doyoung.

"Aku sudah berusaha menebus kesalahanku padamu. Hingga ketika aku tahu jika putramu lebih baik dari Jeno. Aku tak ingin dikalahkan olehmu. Aku-"

Ten menyentuh pundak Doyoung. "Kau baik?"

Doyoung menggeleng. "Maafkan aku." Mata bulat itu menatap Ten memohon. "Hanya maafmu yang membuat kehidupanku berubah. Kumohon maafkan aku. Aku hanya ingin bahagia bersama keluargaku." Doyoung meremas tangan Ten dengan kedua tangannya.

"Doyoung-" Ten kelu mengucap kalimat.

"Kumohon."

"Aku memaafkan. Dengan syarat, hiduplah lebih baik. Tidak perlu menghukum dirimu sendiri dengan cara seperti itu. Aku memafkanmu. Bahagiakn Jeno dan Jaehyun."

Doyoung mengangguk pasti. "Terima kasih."

Ten tersenyum, mamandang lama wajah teman semsasa sekolahnya tersebut. "Itu masa lalu. Bisakah sekarang dan seterusnya kita berteman?"

Dahi Doyoung mengerut mendapatkan pertanyaan itu.

"Bukan umurnya lagi kita bermusuhan seperti remaja."

"Kau yakin?"

"Kenapa tidak. Berteman?" Ten mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Teman." Doyoung jabat tangan tersebut.

Ten mengambil paper bag dipangkuan Doyoung, meletakkan di jok belakang. "Kurasa bir tak masalah kali ini."

"Terserah kau saja."

.

.

.

THE END

.

.

.

A/n :

AKHIRNYA TAMAT.
ENDINGNYA BEGINI AJA YA. HEHEHE.

SAMPAI JUMPA DI EPILOG.

#190711

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang