Enam

2.7K 182 1
                                    

"10 joule. Charge."

"Clear."

"Shoot."

Tubuh ayah Yoo Si Jin terkejut oleh serangan listrik yang dihantarkan.

"30 joule. Charge."

"Charge."

"Shoot."

Titt....

Defibrilator monitor memunculkan garis panjang dengan suara yang memekakan telinga. Dunia Yoo Si Jin seakan hampa dan berhenti. Kantong yang dibawanya dari bagian administrasi meluncur bebas dari jarinya. Dengan langkah terbata, Yoo Si Jin menghampiri ayahnya.

"Pasien Yoo Young Geun, dinyatakan meninggal dunia pukul 17.46 waktu setempat."

"Tidak. Tidak."

Yoo Si Jin menyentuh tubuh ayahnya dengan tubuh yang bergetar dan tangis mengisak. Tangannya merasakan tubuh pucat ayahnya yang dingin. Tidak ada napas. Tidak ada detak jantung. Kepalanya menunduk memeluk ayahnya erat.

Kedua orang tuanya kini tidak ada lagi. Hanya kenangan saja yang tersisa.

Tangan Myeong Ju memegang pundak kanan Si Jin. Tidak bermaksud untuk menganggu. Dia hanya ingin memberikan kekuatan padanya.

Seperti mimpi. Jika diingat, Yoo Si Jin sudah hampir satu bulan tidak bertemu dengan ayahnya. Dengan alasan kesibukan, mereka jarang memiliki waktu yang cukup untuk sekedar mengobrol atau jalan-jalan. Namun setelah begitu lama, justru jenazah yang bisa di temuinya.

Yoo Si Jin memilih untuk tidak membawa jenazah ayahnya ke Seoul. Dia ingin ayahnya di makamkan di sebelah makam ibunya. Dia menganggap bahwa kematian ayahnya di Daegu adalah suatu pertanda bahwa dia tidak ingin jauh dari ibunya.

Pemakaman dilakukan pada keesokan hari. Karena berada di luar kota, sebagian besar pelayat berasal dari daerah Daegu. Teman-teman lama dan saudara jauh. Dan sebagian dari rekan kerja ayahnya juga Team Alpha.

"Minumlah." Yoon Myeong Ju membawakan minuman.

"Apa aku terlihat begitu menyedihkan?" Yoo Si Jin mengambil napas dengan menengadah melihat langit malam.

"Kau selalu terlihat menyedihkan." Canda Yoon Myeong Ju mencairkan suasana.

"Kau mengejekku?" Riak wajah Yoo Si Jin berubah.

"Karena mengejekmu itu selalu menyenangkan."

Yoo Si Jin tertawa kecil. Dia tidak ingin menunjukkan kesedihan pada Myeong Ju. Dia adalah lelaki yang kuat meskipun sebenarnya hatinya begitu hancur.

Tangan Yoo Si Jin dia tarik kebelakang untuk menyangga tubuhnya agar seimbang saat memandangi langit.

"Lihatlah."

Yoon Myeong Ju mengikuti Si Jin memandangi langit.

"Bulannya indah sekali, ya." Yoo Si Jin memperhatikan bulan yang nyaris purnama dengan kerlip bintang yang mengelilingi.

Yoon Myeong Ju tersenyum. "Ada seoranng sastrawan Jepang bernama Soseki Natsume. Alih-alih mengatakan I Love You, dia mengatakan 'Tsuki ga kirei desu ne'. Bulannya indah sekali."

Yoo Si Jin melirik Myeong Ju.

"Bukankah kau harusnya merasa lebih berhati-hati ketika bicara?"

"Benarkah?"

"Kau dulu lahir disini?"

"Emh." Jawab Yoo Si Jin sekenanya. "Kami dulu sering pergi ke bukit saat liburan. Kami memancing. Dan ibu membuat makan malam. Setelah itu saat langit mulai gelap, kami makan ruang terbuka sambil menikmati malam bersama."

DOTS 2: Everytime Is You (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang