Sarah mengeluarkan bajunya dari lemari besar yang ada di kamarnya, ia mengambil apa yang ia lihat pertama kemudian memasukkannya secara asal ke dalam koper yang ada di atas ranjangnya. Rasanya Sarah sudah tidak kuat lagi berada di sini, ia sudah bertahan sejauh ini dan Sarah rasa itu sudah sangat melelahkan untuknya. Ia tidak bisa lagi tinggal lebih lama bersama Jericho. Setiap kali melihat pria itu ia muak, karena Jericho ia berpisah dengan Samuel, karena Jericho ia tidak hidup bahagia.
Sarah menutup kopernya dengan cepat saat sudah terisi penuh oleh pakaian dan barang-barangnya. Ini bukan kehidupan yang ia inginkan, Sarah sudah tidak bisa lagi bertahan dengan kehidupan seperti ini. Jika Jericho tak mau menceraikannya maka ia yang akan pergi dari kehidupan lelaki itu. Sarah menarik kopernya keluar dari kamar, namun langkahnya terhenti bersamaan dengan Jericho yang baru sampai rumah.
Jericho mematung, tatapannya terarah pada koper yang Sarah bawa lalu berganti pada wajah Sarah. Pandangan Jericho seolah meminta penjelasan pada Sarah, dengan wajah kesal tanpa memberikan penjelasan apapun Sarah kembali melanjutkan langkahnya. Namun Jericho bergegas untuk mencegah wanita itu, ia berhasil meraih lengan Sarah.
"Lepas!" Sarah berusaha melepaskan genggaman tangan Jericho di lengannya.
Jericho mundur selangkah agar bisa menatap wajah istrinya."Kau pikir kau akan pergi kemana?" Tanya Jericho dingin.
Sarah menatap mata Jericho sengit. "Kemanapun itu asalkan tak ada wajahmu!"
Jericho mengetatkan rahangnya, entah harus bagaimana lagi ia harus menghadapi Sarah.
"Kau tidak boleh pergi kemanapun."
Dengan sekuat tenaga Sarah melepaskan lengannya dari Jericho. Terlihat bekas merah karena pegangan Jericho yang cukup kuat. Napas Sarah tak beraturan, tatapannya semakin sengit. Namun sedetik kemudian bibir wanita itu sedikit tersungging, ia mendesis pelan. "Kau pikir kau siapa? Kau hanya suami di atas kertas, kau tidak memiliki hak apapun untuk melarangku!"
Jericho terdiam, biasanya telinganya sudah sangat kebal mendengar cacian Sarah. Namun entah mengapa kali ini semakin menambah perih di hatinya.
"Kau tahu, terkadang aku berpikir harusnya aku membiarkanmu mati saat itu." Gumam Sarah lalu ia melangkah dengan cepat meninggalkan Jericho.
Tubuh Jericho membeku, lehernya bahkan terasa kaku hingga ia harus sekuat tenaga untuk menatap Sarah yang sedang melangkah keluar dari rumahnya. Pertahanan lelaki itu runtuh, perlahan Jericho menunduk. Matanya sudah terasa panas, rasanya ia ingin menghancurkan seisi rumah ini. Jericho mengepalkan tangannya, ia lalu menyibak rambutnya yang sedikit menutupi wajahnya. Lelaki itu menghembuskan napas panjang. Dengan lemas ia melonggarkan dasinya agar bisa menghirup oksigen lebih banyak. Rasanya rumah yang sangat besar ini mendadak menjadi sempit hingga membuatnya sesak
.
***Hazel baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Ia duduk dengan lelah di sofa yang ada di ruangan Jase.
"Produser mengajak kita minum malam ini."
"Aku tidak ikut, aku lelah."
Jase menatap Hazel yang sedang bermalas-malasan di sofa. "Baiklah, padahal ada Samuel di sana."
Kedua alis Hazel terangkat. "Samuel?"
Jase mengangguk. "Dia produser yang sedang bekerjasama dengan Samuel, aku dengar ini adalah projek yang besar."
Hazel hanya membulatkan bibirnya. Suara ponsel mengalihkan perhatian Hazel, ia langsung mengambil ponselnya. Tatapannya sedikit terkejut saat melihat nama Jericho Winston yang muncul. "Halo?"
"Apa kau sedang sibuk?"
"Tidak," ujar Hazel sambil melirik Jase.
Jericho terdiam cukup lama."Ada apa? Apakah ada yang terjadi?" Tanya Hazel yang mulai khawatir.
"Aku ... bisakah kita bertemu?"
Hazel tercenung, ia mengerjapkan matanya.
"Kau baik-baik saja?""Tidak Hazel, aku tidak baik-baik saja."
"Kirim alamatmu, aku akan kesana." Hazel langsung mematikan panggilannya.
Ia dengan cepat beranjak berdiri, mengambil jaket dan tasnya.
"Aku pergi dulu," ujar Hazel pada Jase yang sedang memainkan ponselnya.
Lelaki itu menatap Hazel bingung. "Ada apa? Kau mau kemana?"
Tanpa menjawab pertanyaan Jase, Hazel pergi begitu saja. Jase mengejar perempuan itu, namun terlambat, Hazel sudah menghilang masuk ke lift.
Jase menghembuskan napas pelan. "Dia bilang lelah, tapi dia pergi."
***
Hazel sudah sampai di alamat Jericho kirim. Ternyata Jericho sedang berada di sebuah bar. Perempuan itu langsung masuk, ia mengedarkan matanya untuk mencari keberadaan Jericho. Dari kejauhan Hazel melihat sosok Jericho yang sedang duduk di depan meja bar. Kepalanya menunduk, lelaki itu terlihat sedang melamun sambil menatap gelas kristal yang berisi minuman. Hazel langsung duduk di samping Jericho, hingga membuat perhatian Jericho beralih padanya. Perlahan lelaki itu melirik Hazel.
"Kau datang?"
Hazel menatap Jericho penuh kekhawatiran, lelaki itu terlihat sangat kacau. Bahkan ia masih mengenakan pakaian kantornya minus dasi dengan satu kancing teratas kemejanya yang terbuka.
Jericho mendengus pelan. "Jangan menatapku seperti itu."
Hazel mendengus kemudian memutar tubuhnya menghadap meja bar.
"Satu cocktail, please," ujar Hazel kepada bartender.
"Apakah ini karena Sarah?" Tebak Hazel tanpa menatap Jericho.
Jericho kembali meneguk beernya, ia mengangguk perlahan. "Dia pergi dari rumah."
Perkataan Jericho berhasil menarik perhatian Hazel, tatapan perempuan itu menyipit seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Jericho menunduk semakin dalam, rasanya ia sudah tak tahan lagi ingin melampiaskan apa yang selama ini ia tahan. Sakit hatinya, ketidak bahagiaannya, rasa lelahnya, semua bercampur menjadi satu. Perasaan yang selama tiga tahun ini Jericho pendam dan lupakan.
Hazel mendengar Jericho terisak pelan, melihat hal tersebut ia spontan memajukan badannya agar bisa lebih dekat dengan Jericho. Hazel mengelus punggung Jericho pelan. "Hey, it's okay. Lepaskan semuanya, kau tidak perlu menahannya lagi."
Jericho semakin terisak, ia sudah tidak bisa lagi. Ia menunduk di atas meja bar, kedua telapak tangannya yang berada di atas meja bar mengepal erat.
Melihat hal tersebut Hazel seperti bisa merasakan rasa sakit yang sedang Jericho alami, tanpa sadar Hazel beranjak dari duduknya kemudian mendekap tubuh Jericho yang terlihat ringkih..
Malam itu Jericho seperti menemukan sandaran untuk sementara. Ia menangis untuk semua rasa sakitnya selama ini di depan Hazel Kneiling. Perempuan yang selalu datang untuknya dan membuat ia mampu menunjukan emosi yang selama ini ia pendam sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Wrong✔️
RomanceHidup Hazel Kneiling jungkir balik ketika bertemu dengan Jericho Winston. Seorang lelaki dengan pesona luar biasa dan mampu memikat wanita hanya dengan tatapan mata. Pertemuan Hazel dan Jericho berawal ketika Hazel mengaku-ngaku sebagai kekasih Jeri...