Part 40

13.8K 876 27
                                    

Jase tak bisa duduk dengan tenang sementara matanya berkali-kali melirik pintu kamar Hazel. Ia lagi-lagi menghembuskan napasnya, hingga Jase tersentak ketika mendengar bell pintu yang berbunyi. Dengan gerakan cepat Jase membuka pintu dan Samuel langsung melangkah masuk.

"Di mana Hazel?"

Jase membalikan badannya. "Dia masih berada di kamar. Hazel belum keluar sejak aku menghubungimu tadi."

Samuel menggigit bagian dalam bibirnya. "Sebaiknya kita tunggu sampai Hazel keluar."

Jase mau tak mau mengangguk, ia lalu mengajak Samuel untuk duduk di sofa.

"Apakah ada yang terjadi siang tadi?"

Jase terlihat berpikir. "Tadi siang Hazel melakukan pemotretan, kemudian dia bertemu dengan model yang kurang disukainya. Namun, ku rasa bukan itu alasannya."

"Selain itu?"

"Oh, dia makan siang. Ku rasa bersama—kau pasti tahu siapa." Jase enggan menyebut nama Jericho.

Bersamaan dengan itu pintu kamar Hazel terbuka hingga membuat Jase terkejut sementara Samuel langsung beranjak berdiri.

Dari depan pintu kamarnya Hazel menatap Jase dan Samuel bergantian. Wajahnya tak memberikan ekspresi apapun selain tatapan dingin yang dipancarkan oleh matanya. Perempuan itu kemudian melangkah menuju dapur. Melihat itu Samuel langsung menyusulnya, dari jarak beberapa meter Samuel memperhatikan Hazel yang sedang meneguk air putih. Gerakannya seperti biasa, seolah tidak ada yang terjadi.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Samuel terdengar sangat lembut.

Hazel mengangkat wajahnya untuk menatap Samuel. Satu alisnya sedikit terangkat.
"Kenapa kay di sini?" Ujar Hazel dengan wajah datar.

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

Tanpa niat menanggapi Samuel, Hazel mengalihkan pandangannya dari Samuel kemudian ia melangkah meninggalkan Samuel menuju kamarnya.

Samuel tertegun, ia berbalik kembali menuju ruang santai. Terlihat Jase yang menunggu dengan harap-harap cemas.

"Bagaimana?"

Samuel dengan pelan menggeleng.

"Apakah sebaiknya kita meninggalkan dia sendirian?"

Samuel terlihat berpikir, lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Aku akan menemaninya di sini. Kau pulang saja, pasti kau sangat lelah."

"Kau yakin?"

Samuel mengangguk.

Jase dengan berat akhirnya beranjak berdiri, "Baiklah, Sam. Hubungi aku jika terjadi sesuatu."

Samuel kembali mengangguk, ia tersenyum tipis. "Hati-hati Jase."

"Terima kasih, Sam."

Sudah hampir tiga jam Samuel berada di apartmen Hazel tanpa melakukan apapun selain menunggu Hazel. Sesekali ia mengecek ponselnya untuk melihat pemberitahuan yang masuk. Saat Jase menghubunginya tadi, sebenarnya Samuel sedang meeting untuk membahas film baru yang akan dibintanginya nanti. Namun mendengar kabar Hazel dari Jase membuat Samuel akhirnya memilih meninggalkan meeting dan pergi menuju apartment Hazel.

Sejak awal mengenal Hazel, Samuel tidak pernah melihat Hazel seperti ini jika mengalami masalah. Perempuan itu cenderung akan mengeluh dan mengomel sepanjang hari daripada berdiam diri seperti ini. Namun ada satu momen yang Samuel ingat saat dulu masih berada di bangku sekolah, situasi seperti ini terjadi ketika Hazel mendengar kabar bahwa orang tuanya akan bercerai. Kemudian situasi kembali normal setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk membatalkan perceraian mereka. Dan sejak saat itu Samuel tak pernah lagi melihat Hazel murung ataupun mengunci dirinya di kamar.

"Kenapa kau masih di sini?"

Lamunan Samuel buyar ketika mendengar suara Hazel. Ia reflek menoleh, tatapannya bertemu dengan Hazel yang sedang berdiri menatapnya. Samuel merapatkan bibirnya, matanya bergerak ke arah lain kemudian kembali menatap Hazel.

"Aku... menunggumu."

Hazel mendengus panjang. Ia kembali meninggalkan Samuel menunj dapur. Samuel dengan cepat langsung mengekor.

"Kau lapar?" Tanya Samuel ketika melihat Hazel membuka kulkas yang ternyata kosong. Hanya ada minuman kaleng saja.

Hazel tak menjawab.

"Ingin ku pesankan makanan?"

Hazel menutup kulkas, ia beralih membuka lemari tempat penyimpanan mie instannya.
Samuel menarik kursi makan, lalu duduk menyamping agar bisa menatap Hazel.

"Aku sedang ingin Pizza. Bagaimana denganmu?"

Akhirnya Hazel menoleh, dengan wajah dinginnya Hazel berkata. "Aku ingin tiga box Pizza."

Samuel menahan senyumnya, lelaki itu bergegas mengambil ponselnya untuk memesan Pizza.

Terjadi keheningan selama Hazel dan Samuel menunggu Pizza mereka datang. Hingga terdengar bell berbunyi, Samuel langsung bergegas untuk mengambil pesanannya.
Samuel membuka box pizza di atas meja makan, Hazel langsung memakannya.
Samuel maupun Hazel, keduanya seolah hanyut dalam pikiran mereka masing-masing. Hazel terlihat sangat menikmati Pizza yang hampir satu box ia habiskan sendiri, sementara Samuel tak bisa mengalihkan perhatiannya dari Hazel.

"Kau terlihat seperti orang yang tidak makan seharian."

Hazel melirik Samuel sekilas. "Memang."

Samuel terkekeh. "Kau baik-baik saja?"

Hazel menelan kunyahannya, ia menatap Samuel. "Apa kau tidak punya kerjaan?"

Samuel terdiam sementara satu tangannya masih memegang potongan pizza yang sudah digigitnya. "Tidak."

"Aku sebenarnya sedang tidak ingin melihat siapapun."

Dahi Samuel mengerut sementara bibirnya menahan senyumnya. "Kau sedang mengusirku?"

Dengan cuek Hazel mengangkat bahunya, "Jika kau peka."

"Aku hanya ingin menemanimu, Hazel."

Hazel mendengus dalam.

"Apakah ini berhubungan dengan Jericho?"

Pernyataan Samuel langsung membuat Hazel membeku. Perempuan itu terdiam sesaat.

"Hazel?"

Hazel mengerjapkan matanya. "Apa kau tahu apa yang terjadi di antara aku dan Jericho?"

Kini giliran Samuel yang terdiam, menatap Hazel dengan bingung. "Maksudmu?"

"Bukankah kau sangat ingin menikahiku?"

Samuel dengan polos mengangguk. "Tentu saja."

"Bagaimana jika aku tidak mau? Bagaimana jika aku kabur? Atau yang lebih buruk meninggalkanmu pada hari pernikahan kita nanti."

Samuel terkekeh pelan. "Apa yang kau pikirkan Hazel? Itu hanya ada dalam film saja."

"Aku tidak mencintaimu."

Samuel langsung terdiam. Lelaki itu lalu beranjak berdiri hingga kursi yang ia duduki sedikit terdorong dan menimbulkan bunyi berdecit.

"Kau bahkan belum mencoba." Samuel tidak menatap Hazel, sementara ia bergerak membereskan kotak pizza yang sudah kosong. Samuel melangkah membuangnya ke tempat sampah lalu mencuci tangannya sehingga ia kini memunggungi Hazel.

"Sarah sedang hamil."

Tubuh Samuel langsung membeku, terlihat punggungnya yang menegang. Gerakan tangan lelaki itu yang sedang membilas tangannya terhenti.

Samuel menatap air yang mengalir ke tangannya dengan tatapan tajam.

"Apakah itu adalah anakmu?"

Lalu dengan cepat Samuel menoleh untuk menatap Hazel. Sorot matanya berubah menjadi tajam.

"Apa?" Desis Samuel seolah tak menyangka.
Hazel hanya terdiam membalas dengan tatapan dinginnya.

Samuel mendengus samar, ia mematikkan kran lalu mengambil tissue untuk mengelap tangannya. "Sepertinya kau sangat kelelahan. Kau harus istirahat." Samuel lalu melangkah lebar meninggalkan Hazel di apartmennya.

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang