Part 5

21.5K 1.4K 6
                                    

Jericho melangkah masuk menuju rumahnya sambil membawa jasnya, satu kancing teratas kemeja putihnya terbuka. Ia menaiki tangga hendak menuju kamarnya, namun ia mengurungkan niatnya. Akhirnya ia berbalik untuk menuju kamar Sarah Winston, istrinya. Jericho membuka pintu kamar tanpa izin dari pemiliknya, toh ini adalah rumahnya dan Sarah juga istrinya masih perlukah ia meminta izin? Pikir Jericho. Dari ambang pintu ia melihat Sarah yang sedang duduk di depan meja rias hanya mengenakan pakaian tidurnya.

Dari pantulan kaca Sarah mengerutkan dahinya, ia menoleh untuk menatap Jericho.
Jericho menutup pintu kamar lalu melangkah menghampiri Sarah. "Jadi kau sudah bertemu dengan Hazel Kneiling?"

Sarah mendengus geli. "Maksudmu, mainan barumu itu?"

"Aku sudah menjelaskannya berulang kali bahwa tidak ada hubungan apapun di antara Hazel dan aku."

Sarah menaikan satu alisnya. "Dan kau pikir aku peduli?"

Tubuh Jericho mematung, ia meremas jas yang ia bawa ditangan kanannya. "Aku harap begitu."

Sarah terkekeh, wanita itu beranjak berdiri untuk menghadap Jericho. "Dengar Jericho, jika ini usahamu untuk mencuri perhatianku, aku sama sekali tidak peduli dan jangan harap aku akan cemburu karena sikapmu."

Jericho menatap Sarah tajam, matanya sedikit menyipit ia lalu menggeleng. "Sayangnya apa yang terjadi bukan kesengajaan yang aku buat. Itu semua murni kesalahpahaman."

Sarah terdiam, wanita itu menghembuskan napasnya. "Terserah, yang pasti apapun yang kau lakukan itu sia-sia saja karena aku tidak akan pernah mencintaimu."

Jericho mengetatkan rahangnya, sudah berapa kali ia mendengar kalimat menjengkelkan itu? Rasanya tak terhitung sejak hari pertama pernikahan mereka. Akhirnya, untuk menyudahi perang dingin ini Jericho memutuskan untuk pergi meninggalkan Sarah menuju kamarnya. Sesampainya di kamar lelaki itu duduk di sofa sambil memijat keningnya. Rasanya sangat menyebalkan saat Sarah, wanita yang ia cintai dan tidak akan pernah mencintai dirinya mengucapkan kalimat seperti itu. Setiap hari dirinya selalu bertanya, kapan cintanya akan terbalas? Memang apa yang salah dengan dirinya sehingga membuat Sarah sedikitpun tak mau membuka pintu hatinya?

***

"Jase, kau sudah menyiapkan baju gantinya?"

Jase mengangguk, lelaki itu mengambil baju yang akan Hazel kenakan untuk menghadiri makan malam bersama keluarganya.

"Pukul berapa sekarang?"

"7 lebih 15 menit, kita harus bergegas."

Hazel buru-buru merapikan riasannya lalu mengambil baju dari Jase. "Aku pasti akan diomeli karena telat. Terlebih Darrel, semenjak menikah ia menjadi sangat cerewet. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana menjadi Alexis."

Jase tertawa. "Tapi aku sangat menyukai Darrel, ia sangat gentleman."

Hazel mencebikkan bibirnya setelah itu melangkah menuju ruang ganti.

Sesampainya di kediaman orang tuanya, Hazel melangkah keluar dari mobilnya. Ia langsung menuju ruang makan. Pelayan langsung menyambutnya dan mengantar Hazel menuju ruang makan. "Selamat malam semuanya, maafkan aku terlambat–oh."

Hazel mematung saat menyadari bahwa di ruang makan tersebut bukan hanya ada keluarganya. Tatapannya langsung tertuju pada lelaki yang kini juga sedang menatapnya, Samuel Lee, anak semata wayang dari Hanna dan Christian Lee. Keluarga tersebut merupakan sahabat dekat Zoe dan Marius Kneiling. Hazel sudah mengenal Samuel sejak dirinya masih di sekolah menengah pertama.

"Selamat malam Mrs. dan Mr. Lee, maafkan sikap saya." Hazel menunduk tak enak.

Hanna tersenyum geli. "Santai saja Hazel, kami senang kamu tidak berubah. Masih ceria seperti dulu."

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang