Dalam ruang makan yang luas dan diisi dengan berbagai furniture mewah, hanya ada suara dentingan garpu dan pisau yang mengisi ruangan tersebut. Sementara, Hazel dan kedua orang tuanya fokus menikmati makanan masing-masing. Hingga saat mereka sudah selesai makan, pelayan datang untuk membereskan meja makan. Hazel mengikuti kedua orang tuanya menuju ruang keluarga. Pelayan kembali datang dengan membawakan tiga cangkir teh.
Marius mengambil cangkir teh lalu menyeruputnya. Ia terdiam menikmati rasa teh melati kesukaannya. "Bagaimana hubungan kalian berdua?" Tanya Marius sementara tangannya masih memegang cangkir teh.
Hazel langsung menatap ayahnya, kedua alisnya terangkat. "Dengan?"
"Samuel. Siapa lagi?" Marius terlihat menahan senyumnya.
Hazel terkekeh, ia menelan salivanya lalu menggeleng samar. "Yah ... you know. Nothing special."
Terdengar hembusan napas pelan membuat Hazel menatap ibunya. Zoe tersenyum, ia mengelus lengan anaknya.
"Kami senang melihat kalian bersama."
Dengan terpaksa Hazel melengkungkan bibirnya ke atas.
"Beberapa hari yang lalu kami bertemu dengan orang tua Samuel."
Hazel kembali menatap Marius.
"Kami membicarakan hubungan kalian berdua."
Hazel terdiam, ia melirik Zoe yang masih mengulas sedikit senyum untuknya.
"Untuk?" Tanya Hazel kepada Marius.
"Kami setuju untuk menikahkan kalian berdua."
Tubuh Hazel mematung, matanya tak berkedip menatap Marius. Ia lalu berusaha tersenyum, menanggapi Marius dengan santai. "Daddy, aku memang setuju untuk menjalin hubungan dengan Samuel. Namun bukan itu tujuanku, begitupun dengan Samuel. Kami tidak mungkin menikah."
"Kenapa tidak, Hazel? Kalian berdua terlihat serasi."
"Mom ...." Hazel menatap ibunya dengan sayu.
"Hazel, ibumu benar. Dia yang terbaik untukmu."
"Tapi aku tidak mencintainya," Ujar Hazel menatap kedua orang tuanya bergantian. Sementara Hazel dan Marius mematung setelah mendengar ucapan Hazel.
Marius menghela napasnya, ia meletakkan cangkir teh yang sejak tadi ia pegang di atas meja. "Kau tidak bisa bersamanya. He is someone's husband."
Tubuh Hazel langsung kaku. Ia menatap Marius dengan pupil mata yang melebar. Hazel tak pernah mengira ayahnya akan menyinggung hal ini, atau mungkin kedua orang tuanya memang sudah tahu mengenai hubungannya dengan Jericho. Hazel berusaha menelan salivanya, sinar matanya perlahan meredup dan tak terasa air matanya mengambang.
"Tapi aku benar-benar mencintainya.." Suara Hazel sedikit bergetar.
"Hazel, kau bisa belajar mencintai orang lain selain Jericho ...." Ujar Zoe dengan selembut mungkin.
Hazel menatap ibunya, ia menggeleng pelan. "Aku tidak bisa Mom..."
Terjadi keheningan untuk sesaat. Hingga terdengar hembusan napas dari Marius. Lelaki itu beranjak berdiri, ia menatap lekat anak perempuan satu-satunya dengan penuh kasih sayang.
"Aku akan memberimu waktu. Untuk berpikir..." Marius kemudian melangkah meninggalkan Hazel bersama dengan Zoe.
***
Semenjak malam itu, Hazel tidak bisa tidur dengan nyenyak, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan hal tersebut. Ayahnya bukan orang yang suka bertele-tele, jika Marius sudah memberikan waktu maka Hazel harus segera memutuskan atau mencari solusinya. Jika tidak, maka tamatlah sudah. Maka dari itu, Hazel harus segera mencari solusinya, dan caranya adalah dengan merubah keadaan. Jika Jericho sudah bercerai dengan Sarah, maka tak ada lagi alasan orang tuanya tidak merestui mereka.
Hazel mendengus pelan, tapi bagaimana caranya? Ia tidak mungkin mendesak Jericho untuk segera bercerai dengan Sarah. Semua sudah ada waktunya, begitupun dengan Jericho dan Sarah. Jika Hazel mendesak Jericho, bukankah Hazel sama egoisnya dengan Sarah? Dengan keras Hazel menggeleng. Tidak, Hazel tidak mungkin melakukan itu. Namun, bagaimana jika dibiarkan? Sampai kapan Hazel harus menunggu? Hazel tidak mau orang tuanya kembali mendesak Hazel dan pada akhirnya memaksa Hazel lagi untuk menikahi Samuel.
Hazel tidak ingin menyakiti siapapun, ia ingin semuanya berjalan dengan semestinya. Meskipun Hazel sangat mencintai Jericho, Hazel tidak ingin melawan orang tuanya ataupun menyakiti Samuel dan keluarganya. Hazel masih cukup waras, ia tidak ingin cinta kembali membuatnya bodoh seperti yang ia lakukan dulu kepada Noah."Hazel, kau sudah siap?"
Hazel menoleh ketika Maria, fashion designer yang sangat terkenal menghampirinya. Hazel menelan salivanya, dengan yakin ia mengangguk.
Maria tersenyum, memperbaiki sedikit busana rancangannya yang Hazel kenakan.
"Good luck." Bisik Maria sebelum Hazel keluar menuju catwalk.
Di bangku deretan paling depan, Jericho duduk ditemani seorang teman lelaki yang merupakan penyelenggara acara fashion show besar yang sedang berlangsung ini. Mata Jericho tak bisa terlepas dari Hazel yang sedang berjalan di atas catwalk dengan langkah anggun dan ekspresi datarnya. Apapun yang Hazel kenakan, bagaimanapun ekspresi wajah Hazel, bagi Jericho, perempuan itu selalu cantik di matanya.
"She's never disappointing," ujar teman Jericho ketika Hazel sedang bergaya di ujung catwalk.
Jericho tersenyum tipis, setuju dengan ucapan temannya itu.
"Aku penasaran, siapa lelaki beruntung yang akan menikahinya nanti."
Kini Jericho tertawa pelan, ia melirik temannya singkat. "Yang pasti bukan dirimu, Brad."
Brad mengerutkan dahinya sambil menggeleng pelan.
Setelah mengganti baju dan menghapus riasannya, Hazel bergegas mengambil tasnya. Ia membuka ponselnya, membaca pesan dari Jericho.
"Jase, aku duluan," ujarnya, sementara Jase, seakan sudah mengerti hanya memutar mata lelah.
"Akan ku bunuh kau jika sampai tertangkap kamera!" Teriak Jase.
Hazel yang sedang melangkah keluar, menoleh lalu memperingatkan Jase dengan matanya yang melotot. Untung saja ruangannya sepi.
Hazel menarik pintu mobil Jericho, ia lalu duduk di samping bangku kemudi tak lupa kembali menutup pintu mobil. Ia menoleh untuk menatap Jericho yang ada di sampingnya."Mana hadiahku?"
Jericho terkekeh, ia langsung memutar tubuhnya ke bangku belakang untuk mengambil buket bunga dan kotak hadiah. Jericho memberikannya kepada Hazel dan langsung diterima olehnya.
"Terima kasih ...." Ujar Hazel sementara perhatiannya tersita pada bucket bunga yang tersusun sangat indah.
"Boleh aku buka?"
Jericho yang masih menatap Hazel dengan senyum tipis mengangguk. "Tentu, itu milikmu."
Hazel meletakkan bucket bunga di pangkuannya lalu membuka kota hadiahnya. Di dalam kotak tersebut terdapat kotak lagi, di depan kotak tersebut terdapat tulisan sebuah brand.
"God... jangan bilang ...." Hazel melirik Jericho.
Jericho mengangkat bahunya. "Buka saja."
Senyum Hazel langsung merekah ketika kotak tersebut berisi kalung dengan liontin bunga mawar. Itu sangat indah hingga membuat Hazel berkaca-kaca dan menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Jericho ... ini sangat indah." Hazel manatap Jericho dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Kau mau memakainya?"
Hazel mengangguk. "Ya ... tentu."
Jericho mengambil kalung itu dari kotaknya, ia lalu memajukan tubuhnya agar bisa memasangkan kalung tersebut di leher Hazel. Jericho menyibak rambut Hazel ke sisi lain, kepalanya berada di sebelah telinga Hazel sementara tangannya berusaha memasang pengait kalung tersebut. Setelah berhasil Jericho memundurkan kepalanya, ia menatap kalung yang kini sudah terpasang di leher Hazel. Sementara Hazel memegang liontin itu agar bisa dilihatnya.
"Terima kasih ...." lirih Hazel kembali menatap Jericho.
Jericho mengangguk, tiba-tiba Hazel memajukan tubuhnya dan mencium bibir Jericho cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Wrong✔️
RomanceHidup Hazel Kneiling jungkir balik ketika bertemu dengan Jericho Winston. Seorang lelaki dengan pesona luar biasa dan mampu memikat wanita hanya dengan tatapan mata. Pertemuan Hazel dan Jericho berawal ketika Hazel mengaku-ngaku sebagai kekasih Jeri...