Part 11

14.8K 1.1K 3
                                    

Samuel dalam ruang kerjanya melihat televisi yang sedang menampilkan pemberitaan tentang Hazel dan Jericho. Matanya menatap lekat foto yang sedang ditampilkan, baik Hazel maupun Jericho terlihat begitu akrab dalam foto tersebut. Entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti Samuel melihat sinar mata yang berbeda dari keduanya. Cara Hazel menatap Jericho tidak seperti ketika menatap dirinya.

Samuel tersenyum miris, ia langsung mematikan televisinya bersamaan dengan seseorang yang memasuki ruangannya.
"Siang ini kau ada wawancara dengan majalah fashion, ingat?" Ujar seorang pria yang lebih tua dari Samuel.

"Katakan pada mereka mungkin aku akan telat datang, aku harus menemui seseorang terlebih dahulu," katanya pada Louis yang mana adalah manajernya.

"Siapa yang akan kau temui?"

"Seorang teman, kau tidak mengenalnya."

Tatapan Louis berubah menjadi curiga. "Jangan sampai menimbulkan masalah, Sam."

Samuel menegakkan duduknya. "Memangnya kapan aku melakukan masalah? Hampir semua yang aku lakukan sangat rapih."

"Pokoknya jangan sampai kau melakukan hal yang fatal."

"Ya, ya, ya... aku mengerti."

"Dan mengenai dirimu juga Hazel Kneiling, mengingat kau datang bersamanya malam itu, jika ada media yang bertanya jangan berikan komentar apapun mengenai skandalnya bersama pengusaha itu."

Samuel langsung mengalihkan pandangannya, ia beranjak berdiri sambil merapihkan pakaiannya.

"Aku mengerti," ujarnya kemudian melangkah pergi.

***

Samuel menutup pintu mobil sportnya ketika ia sudah sampai di restoran bintang lima. Samuel mendengus, benarkah perempuan itu memilih tempat seperti ini untuk bertemu dengannya?

Tanpa berpikir panjang ia langsung melangkah masuk dan mencari meja reservasi atas nama Sarah Winston. Terlihat Sarah yang sedang duduk sambil menikmati minumannya dari kejauhan. Samuel langsung duduk dihadapannya, hingga membuat wanita itu mendongak sedikit terkejut.

"Kau datang?"

Samuel menghela napasnya. "Aku tidak bisa lama-lama. Langsung saja, apa semua ini ulahmu?"

Satu alis Sarah terangkat, ia sedikit menjauhkan minumannya dari hadapannya.
"Kau pikir aku tidak punya pekerjaan?"

Kedua tangan Samuel terlipat di atas meja, matanya menatap perempuan itu tajam.
"Aku sudah menuruti kemauanmu, kau bilang itu pelukan untuk yang terakhir kalinya. Lalu mengapa kau masih melakukan hal bodoh seperti ini?"

Bibir Sarah merapat. "Kau pikir aku akan membiarkanmu begitu saja? Aku tidak akan melepaskanmu sampai kapan pun setelah apa yang terjadi selama ini. Dan Hazel Kneiling?" Sarah tersenyum meremehkan. "Aku tidak akan membiarkanmu bersama wanita itu."

Samuel menghela napas kesal berusaha menahan emosinya. "Kau tahu, aku tidak mencintaimu sama sekali Sarah. Perasaanku sudah hilang bersamaan dengan fakta tentang dirimu yang membohongiku. Sedangkan Hazel, aku sudah mencintai perempuan itu sejak dulu, aku mengenalnya sudah lama. Kau tidak berhak mengaturku."

Mata Sarah memicing, matanya sudah berkaca-kaca, hatinya sangat sesak, bagaimana bisa Samuel melupakannya dengan mudah? Sarah sadar ia memang salah karena sudah membohongi Samuel, namun selama ini Sarah juga berusaha, ia berusaha untuk berpisah dengan Jericho demi Samuel.

"Aku akan segera bercerai Samuel, tolong percayalah padaku sekali ini saja."

Kesabaran Samuel habis, lelaki itu memejamkan mata sambil menghembuskan napas panjang. Tanpa berkata apapun ia langsung beranjak berdiri untuk pergi, namun baru selangkah sebuah lengan langsung melingkari tubuhnya.

"Samuel, jangan tinggalkan aku ... aku mohon," ujar Sarah memeluk Samuel dari belakang, air matanya sudah mengucur.

Rahang Samuel mengetat sambil melihat lengan yang melingkarinya. "Lepas Sarah!"

"Tidak, aku tidak mau!"

Hingga dengan paksa Samuel melepaskan tubuhnya dari dekapan Sarah, ia berbalik untuk menatap Sarah. Wanita itu semakin menangis, Samuel menatap Sarah muak. Jika memang bersikap lunak tidak bisa membuat Sarah menjauh darinya maka mulai sekarang Samuel akan bersikap tegas pada wanita itu.

"Kau membuatku muak," desis Samuel lalu pergi meninggalkan wanita itu di tempatnya yang masih menangis tersedu-sedu.

***

Hazel menatap Jericho yang sedang bekerja di balik meja kerjanya. Lelaki itu terlihat sangat serius setiap mengecek dokumen atau menghubungi seseorang. Sementara dirinya? Entah lah Hazel bingung, ia datang ke sini hanya untuk melihat keadaan Jericho.

"Maafkan aku meninggalkanmu bersama Jase."

Jericho melirik Hazel yang sedang duduk di sofa sudut ruangannya. Perlahan ia tersenyum.
"Bukan masalah, aku cukup bersyukur kau tidak membuangku di pinggir jalan."

Hazel tertawa, bisa-bisanya ia melucu sementara ia sedang sibuk. "Apakah Jase memperlakukanmu dengan baik?"

Jericho menghentikan kegiatannya untuk menatap Hazel lebih lama. Lelaki itu mengangguk. "Ia membuatkanku teh herbal dan beberapa lembar roti."

Hazel menghela lega. "Baguslah kalau begitu."
Jericho tersenyum tipis. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jericho menutup laptopnya kemudian beranjak menghampiri Hazel.

"Aku cukup terkejut mengetahui kau datang ke sini."

"Semalam kau menghubungiku dan berkata kau ingin bertemu denganku."

Jericho tertegun berusaha mengingat apa saja yang ia katakana selama ia mabuk. "Benarkah?"

Hazel mendengus geli. "Lupakan saja. Aku hanya penasaran mengapa kau ingin bertemu denganku."

Jericho sedikit meringis seraya menggaruk pelipisnya yang tak gatal dengan jari telunjuk.

"Jika kau membutuhkan teman cerita, aku di sini. Kau tahu."

Jericho terdiam sesaat, ia lalu menelan salivanya yang terasa berat. Mendadak ia teringat alasannya ingin bertemu dengan Hazel.

Menyadari keheningan yang terasa cukup canggung akhirnya Hazel memutuskan untuk beranjak, namun baru saja ingin memegang tas-nya tiba-tiba perkataan Jericho kembali menahannya.

"Dia ... sebenarnya adalah wanita yang baik. Namun, selama menikah denganku, dia tiba-tiba saja berubah. Dia menjadi Sarah yang tidak aku kenal, aku sering bertanya-tanya, apa yang terjadi dengannya? Apakah dia tidak bahagia bersamaku? Atau mungkin aku pernah melakukan kesalahan tanpa aku sadari? Aku mencari jawabannya, namun tidak kutemukan hingga saat ini," ujar Jericho tanpa berkedip.

"Sudah berapa lama kau menikah dengan Sarah?"

"Tiga tahun."

"Bagaimana bisa kalian menikah?"

"Orang tua kami menjodohkan kami."

"Mungkin itu alasannya. Ia bersikap demikian agar kau lelah dengannya. Kurasa kalian butuh waktu berdua untuk membicarakan semuanya. Kau tahu, komunikasi sangat penting dalam suatu hubungan."

"Aku sudah sering mengajaknya berbicara, namun selalu berakhir dengan pertengkaran. Mungkin aku harus berusaha lebih keras lagi."

Hazel mengalihkan pandangannya pada minuman kaleng yang masih diatas meja. Entah mengapa mendengar perkataan Jericho membuat dirinya tak rela. Mengapa lelaki yang baik harus bersanding dengan perempuan seperti itu? Memikirkannya Hazel menjadi kesal sendiri. Jika ia menjadi Sarah, Hazel pasti akan sangat bahagia bisa mendapatkan cinta sebesar itu, mungkin karena selama ini ia tidak pernah mendapatkan cinta yang layak sehingga membayangkan posisi Jericho membuatnya marah entah kepada siapa.

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang