Part 35

12.6K 940 33
                                    

Langkah Jericho semakin cepat ketika ia memasuki rumahnya. Saat sampai di ruang santai, ia melihat Sarah sedang duduk di sana. Tatapan Sarah yang semula menatap lantai ruangan dengan tatapan kosong kini beralih menatap Jericho. Keduanya saling bertatapan untuk beberapa saat hingga Jericho melangkah menghampiri Sarah.

Sarah memutuskan tatapannya, ia mengalihkan pandangannya pada foto yang ada di atas meja. Mata Jericho mengikuti pandangan Sarah.

Jericho menahan napasnya lalu menghembuskannya dengan perlahan.

"Jadi kau pergi berlibur ke Maldives bersama dia?" tanya Sarah tanpa menatap Jericho.

Jericho mengalihkan tatapannya, ia mendengus pelan lalu kembali menatap Sarah yang duduk di hadapannya. "Aku tidak sengaja bertemu dengannya."

Terdengar decihan Sarah, seolah ucapan Jericho hanya bualan belaka. "Aku kira kau sudah berhenti berhubungan dengannya."

Mata Jericho sedikit menyipit, ia lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Menyadari tak ada respon apapun dari Jericho, Sarah mendongak, ia menatap Jericho muak ketika Jericho hanya berdiri dan tidak menatapnya. Sarah beranjak berdiri, matanya menatap Jericho dengan tajam. "Kalian berdua sangat menjijikan." Desis Sarah lalu melangkah pergi.

Mata Jericho melirik Sarah dengan tajam. "Apa pedulimu dengan hubunganku dan Hazel?"

Langkah Sarah terhenti, ia menoleh untuk menatap Jericho. Perlahan Sarah menyunggingkan senyum mengejeknya. "Semua orang tahu kau masih suamiku, Jericho."

"Urusanmu denganku akan segera selesai. Secepatnya." Jericho lalu pergi meninggalkan Sarah.

Tubuh Sarah mematung mendengar ucapan Jericho. Untuk pertama kalinya Jericho mengatakan hal seperti itu. Sarah mengepalkan tangannya.

It  wouldn't end easily.

Tanpa menunggu waktu lama, selang beberapa hari kemudian Sarah mendapati selembar surat perceraian di atas ranjangnya. Dengan gerakan cepat Sarah mengambilnya lalu membaca isi surat tersebut, tanpa sadar ia memegang surat tersebut dengan erat hingga membuatnya kusut. Tak sampai selesai, Sarah meremas sisi kertas yang ia pegang. Ia akhirnya melangkah keluar dari kamarnya.
Jericho tidak bisa melakukan ini, hanya dirinya yang bisa menceraikan Jericho. Pikir Sarah, sementara langkahnya semakin cepat menuju garasi mobil.

Sesampainya di kantor Jericho, Sarah melesat masuk begitu saja ke ruangan Jericho.
Perhatian Jericho yang semula fokus pada monitor di meja kerjanya kini beralih pada Sarah yang muncul di ambang pintu ruangannya. Tatapan wanita itu penuh dengan emosi, sementara satu tangannya memegang selembar surat yang sudah Jericho ketahui surat apakah itu. Tanpa menunggu lama Sarah melangkah menghampiri meja kerja Jericho. Sarah melempar surat tersebut hingga mendarat di meja kerja Jericho yang lebar.

Mata Jericho mengikuti gerakan surat tersebut. Ia masih menutup mulutnya menunggu Sarah berbicara terlebih dahulu.

"Kau ingin menceraikanku?!" Ujar Sarah dengan suara yang hampir berteriak.

Jericho dengan cepat menatap Sarah. Ia memasang ekspresi dinginnya berusaha tidak terprovokasi dengan emosi Sarah. "Bukankah itu yang kau inginkan sejak dulu?"

Sarah tergelak, pupil matanya melebar menatap Jericho tak percaya. "Kau mencampakkanku setelah kau bersama wanita lain?!" Pekik Sarah tak terima.

Jericho beranjak dari duduknya agar bisa menyamai posisinya dengan Sarah. Matanya sedikit memicing. "Kau harusnya senang karena aku sudah menyerah terhadap dirimu."

Tawa Sarah menggelegar, ia menggelengkan kepalanya sementara bibirnya membentuk senyum kecut. "Kau-brengsek Jericho!" Desis Sarah menekankan kata yang keluar dari mulutnya. Sarah lalu melangkah pergi dari ruang kerja Jericho, langkah kakinya cepat lalu tangannya menutup pintu ruang kerja Jericho dengan kasar.

Sepeninggalnya Sarah, Jericho menghembuskan napas panjang sembari memejamkan matanya sejenak. Ia memaku kedua tangannya di atas meja sementara kepalanya menunduk, matanya menatap kertas yang teronggok lusuh di atas meja kerjanya.

***

Malam ini Samuel menghabiskan waktu di rumah orang tuanya untuk makan malam. Di meja makan tersebut hanya ada Samuel dan kedua orang tuanya. Samuel adalah anak tunggal dan oleh karena itu kedua orang tuanya sangat menyayangi Samuel. Dari Samuel kecil mereka selalu memberikan apapun yang Samuel inginkan.

Samuel meletakan garpu dan pisaunya setelah ia menghabiskan makanannya. Ia mengambil gelas berisi air putih lalu meneguknya. Tak lama kedua orang tuanya melakukan hal yang sama. Kemudian pelayan datang mengambil piring yang sudah kosong dan menggantinya dengan makanan penutup.

Samuel menikmati panna cottanya dalam diam.

"Bagaimana hubunganmu dengan Hazel?" Tanya Hanna Lee melirik putranya yang duduk di hadapannya.

Mata Samuel yang semula fokus pada panna cotta beralih menatap Hanna. Bibirnya sedikit menyungging, ia berusaha memaksakan senyumnya. "Kami baik-baik saja. Kami hanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing."

Hanna mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kapan-kapan, ajak Hazel untuk makan malam di sini."

Samuel terdiam dan hanya menatap ibunya, sesaat kemudian ia mengangguk masih berusaha mempertahankan senyumnya. "Baiklah ..."

Christian Lee yang menyadari ada sesuatu yang sedang Samuel pikirkan akhirnya membuka suara. "Apakah ada sesuatu yang mengganggumu?"

Samuel beralih menatap ayahnya, mata Samuel kemudian bergerak seolah sedang mempertimbangkan apa yang ingin ia katakan.
Christian tersenyum. "Katakan saja. Kau tahu, kami selalu memberikan apapun yang kau inginkan."

Samuel akhirnya kembali fokus menatap ayahnya, bibirnya sedikit terbuka, ia hendak mengatakan sesuatu namun bibirnya kembali terkatup.

Hanna dan Christian hanya menatap Samuel hingga mata Samuel menatap kedua orang tuanya secara bergantian.

"Aku ingin menikahi Hazel Kneiling."

***

Sampai saat ini, Hazel dan Jericho menjalani hubungannya layaknya pasangan normal. Meskipun mereka tidak yakin dengan hubungan macam apa yang mereka jalani. Mereka tidak terlalu memikirkan itu, yang terpenting Hazel dan Jericho sama-sama tahu bahwa keduanya saling mencintai. Meskipun begitu, Jericho tidak ingin membuat Hazel menjadi antagonis dalam hal ini. Bagaimanapun orang lain pasti akan menganggap Hazel adalah perusak rumah tangga antara dirinya dan Sarah, dan hal itu yang membuat Jericho akhir-akhir ini menjadi gelisah.

Hazel yang sedang menyantap makanannya terhenti ketika melihat Jericho yang hanya menatapnya dengan tatapan kosong. Hazel meletakkan kembali sendoknya di atas piring. Ia menatap Jericho kembali hingga membuat Jericho tersadar dan mengerjapkan matanya.

"Apa yang kau pikirkan?"

Jericho terdiam, ia berusaha tersenyum tipis kemudian menggeleng. "Tidak ada."

Mata Hazel memicing tidak percaya dengan apa yang Jericho katakan. "Pasti ada apa-apa."

Jericho tertawa pelan, ia meneguk gelas yang berisi air putih. "Aku hanya memikirkan, tidak kah kau bosan kita terus menghabiskan waktu di sini," Ujar Jericho sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan di apartemen Hazel.

Kedua alis Hazel terangkat, dengan santai ia mengangkat bahunya. "Tidak masalah, memangnya kenapa?"

Tatapan Jericho kembali pada Hazel, "Kita tidak akan bisa bertahan dengan situasi seperti ini. Kau tahu, backstreet."

Hazel menghembuskan napasnya perlahan, ia berusaha menyunggingkan senyumnya. "I just have to wait a little bit longer and everything will be over. We can be a normal couple like the others."

Jericho terdiam untuk beberapa saat dan hanya menatap mata Hazel yang juga menatap matanya. Untuk sesaat Jericho kembali menyadari bahwa ia sangat beruntung dicintai oleh seseorang seperti Hazel. Akhirnya Jericho hanya bisa tersenyum tipis, ia mengelus punggung tangan Hazel yang ada di atas meja.

"We can through this." Bisik Hazel meyakinkan Jericho.

Senyum Jericho semakin lebar hingga menular kepada Hazel, kemudian keduanya melanjutkan kembali untuk menyantap makanannya.

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang