Part 47

12.5K 900 56
                                    

Jericho terbangun dari tidurnya, ia melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul tiga pagi. Hal seperti ini memang sering terjadi kepada Jericho. Ia jarang bisa tidur dengan nyenyak, bahkan Jericho lupa kapan terakhir kali ia melakukannya. Bukan kenapa-kenapa, ini hanya sudah menjadi kebiasaan Jericho, terlebih ketika ia memiliki pekerjaan yang banyak. Ditambah ada hal lain yang ia pikirkan, itu membuat Jericho semakin tidak bisa tidur dengan tenang. Rasanya seperti kepalanya tidak mau berhenti untuk berpikir meskipun matanya terasa lelah.

Jericho beranjak duduk, ia mengambil gelas berisi air putih yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Dengan cepat Jericho meneguknya. Ia lalu terdiam untuk beberapa lama, pandangannya menatap lurus ke depan. Rasanya di kepala Jericho masih terngiang jelas suara Hazel yang memanggil namanya. Lelaki itu hanya bisa mendengus lelah, ia kemudian beranjak turun dari ranjangnya dan mengambil kaos untuk ia kenakan. Jericho melangkah keluar dari kamar untuk mencari udara segar.

Saat menuruni tangga, Jericho melihat bayangan seseorang yang tengah duduk. Ia langsung menghampiri bayangan tersebut dan melihat Ayahnya sedang berada di sana, menghadap kaca besar yang menunjukkan pemandangan di luar. Jericho melangkah lebih dekat dan berdiri di samping Alan Winston.

"Ayah tidak tidur?"

"Aku baru saja bangun," ujar Alan tanpa menatap Jericho.

Jericho mengikuti pandangan Ayahnya. "Apa yang ayah lihat?"

"Masa lalu."

Sontak Jericho melirik Ayahnya, ia melihat tatapan mata Alan yang sedang menerawang jauh entah kemana. Ia menghembuskan napas pelan. "Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak mengingat-ingat itu lagi?"

Alan hanya terdiam.

"Dia pergi karena itu pilihannya."

"Ibumu pergi karena dia tidak bahagia hidup denganku, Jericho."

Bibir Jericho membentuk garis lurus, ia sebenarnya malas untuk membahas hal ini, namun sudah lama sekali ia ataupun Ayahnya tidak membicarakannya.

"Lalu apa yang ia cari di luar sana? Apa yang bisa didapatkan setelah ia pergi dari rumah dan meninggalkan suami dan anaknya?"

Alan menghela napasnya. "Entahlah ... ibumu wanita yang sulit di tebak."

"Dan tidak bertanggung jawab." Tambah Jericho. "Istirahatlah ayah, kau semakin tua, tidak baik untuk kesehatanmu." Jericho berbalik hendak melangkah pergi.

"Jericho?"

Jericho kembali menoleh, tatapan keduanya bertemu.

"Bisa kau lakukan sesuatu untukku?"

"Apa?"

"Katakan kau menyayangiku."

Jericho langsung tergelak. "Ayolah ayah, hubungan kita tidak sedekat itu."

"Katakan saja, aku ingin mendengarnya sekali darimu."

Jericho menahan senyumnya, ia menggeleng pelan. "Ayah sangat konyol."

"Hal seperti itu sudah jarang dilakukan oleh anak seusiamu."

Jericho terdiam, ia tersenyum tipis sambil menatap Alan untuk sesaat. "Aku menyayangimu ayah." Lalu ia melangkah pergi meninggalkan Alan.

Saat pagi hari Jericho terbangun pukul sembilan. Setelah membersihkan tubuhnya ia segera keluar dari kamarnya. Ketika ia akan pergi menuju dapur Jericho melihat Alan sedang bersama seorang wanita muda. Mereka sedang berbicara di ruang santai. Alan yang melihat Jericho langsung memanggilnya dan mau tak mau membuat Jericho menghampiri mereka.

"Jericho kenalkan, dia adalah Ellena. Ellena adalah perawat yang mengurusku selama ini."

Jericho mengulurkan tangannya kepada wanita itu dan langsung disambutnya. Wanita bernama Ellena itu lebih pendek darinya, rambutnya berwarna hitam sepanjang bahu.

"Ellena."

"Jericho."

"Kalau begitu Mr. Winston, ingat pesan saya tadi untuk menjaga pola makan dan tidur Anda."

"Untuk yang terakhir aku tidak janji." Alan berucap dengan penuh candaan.

"Ayolah Mr. Winston ini demi kesehatanmu."

"Hahah baiklah, baiklah... akan ku usahakan."
Jericho hanya bisa memperhatikan interaksi keduanya yang terlihat sudah sangat dekat.

"Ellena, malam ini kau sibuk?"

"Tidak, Tuan."

"Baguslah kalau begitu, aku mengundangmu untuk makan malam bersama kami. Anakku yang sudah lama pergi akhirnya kembali."

Mendengar itu Ellena terkekeh.

"Bagaimana menurutmu Jericho?"

Jericho menatap Alan, ia mengerjapkan matanya. "Ya... tentu saja," ucapnya sedikit gugup karena diberikan serangan yang tiba-tiba.

Ellena tersenyum menatap Alan dan Jericho bergantian. "Baiklah kalau begitu."

***

Enam Tahun Kemudian ...

Musim dingin telah tiba, saat siang hari di lapangan yang luas tertutup salju ada banyak anak kecil yang melakukan banyak kegiatan di sana. Ada yang berlarian, bermain lemparan bola salju, membuat istana es dan boneka salju, dan masih banyak lagi. Sementara itu para orang tua menemani mereka sambil sesekali berinteraksi dengan orang tua lainnya. Membicarakan perkembangan anak mereka masing-masing atau bahkan sesuatu yang sedang banyak dibicarakan akhir-akhir ini.

"Mommy! Aku lapar."

Seorang anak lelaki berumur lima tahun berlari menghampiri ibunya. Ibunya yang sedang berbicara dengan wanita di sampingnya langsung menoleh. Ia tersenyum menatap anaknya yang sudah berada di hadapannya.

"Ingin makan sesuatu?"

Anak lelaki dengan guratan warna merah muda di pipinya itu mengangguk antusias.
"Ya!! Aku mau pancake!!"

"Baiklah," wanita itu beranjak berdiri lalu mengulurkan tangan kepada anaknya. "Gebby, aku pergi dulu. Sampai jumpa nanti."

Wanita berambut pirang bernama Gebby tersenyum lebar. "Sampai jumpa Hazel, sampai jumpa lagi Xaviar."

Anak lelaki bernama Xaviar itu melambaikan tangannya kemudian ia melangkah bersamaan dengan ibunya, Hazel Kneiling.

"Xaviar, sambil menunggu pancakemu datang, kau bisa menunggu mommy di sini? Mommy akan meminta aunty itu untuk menemanimu sebentar oke?" Ujar Hazel sambil menunjuk pegawai wanita yang sedang duduk di depan counter kasir bersama temannya.

"Kau mau ke mana?"
"Toilet, hanya sebentar."

Xaviar mengangguk, Hazel tersenyum ia lalu memanggil pegawai tersebut dan meminta pegawai itu untuk menemani Xaviar sebentar. Beruntunglah dengan senang hati pegawai tersebut bersedia.

Hazel yang sudah tidak bisa menahan kencing langsung melesat ke toilet yang ada di sana. Selesai dari sana, ia lalu mencuci tangannya dan merapikan syal yang ia kenakan. Hazel kemudian melangkah keluar menuju mejanya. Tatapannya langsung mencari Xaviar, anaknya yang penurut itu masih duduk di sana namun pelayan yang menemaninya tadi sudah berganti dengan lelaki yang duduk membelakangi Hazel. Wajah Hazel sedikit panik, ia mempercepat langkahnya.

"Permisi?"

Lelaki itu menoleh sehingga membuat mata Hazel bertemu dengan mata lelaki itu.

"Jericho?"

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang