Part 32

12.4K 970 25
                                    

Dua bulan lalu Jericho merasa dirinya bodoh. Saat ia datang ke apartment Hazel saat itu adalah penyesalan terbesarnya. Ketika Jericho memutuskan untuk menjauh dari Hazel, hidup Jericho terasa semakin menyedihkan. Ia merasa sesuatu sudah hilang dari hidupnya. Tiap kali Jericho melihat Hazel dan Samuel dalam majalah ataupun berita ia merasakan rasa tak terima yang tidak bisa dijelaskan. Rasanya perasaan Jericho sangat abstrak setelah bertemu dengan Hazel. Sepertinya tanpa ia sadari cinta sudah tumbuh dalam hatinya kepada Hazel. Meski demikian Jericho selalu berusaha menepis perasaan itu. Namun semakin ia menepis, semakin kuat pula perasaannya.

Jericho sadar ini memang salah. Bagaimanapun ia sudah menikah. Tetapi ketika malam itu, ketika mata Jericho bertemu dengan mata Hazel seketika pertahanan yang selama ini ia buat runtuh. Jericho sadar bahwa ia sangat merindukan sosok Hazel, dan saat menatap mata Hazel untuk pertama kalinya setelah dua bulan, Jericho melihat tidak ada yang berbeda dari tatapan Hazel. Ia masih Hazel yang sama seperti dua bulan lalu, hingga Jericho pun memutuskan untuk tidak menahan perasaannya lagi. Jericho akan membuka hatinya, membiarkannya seperti air yang mengalir. Jika memang Hazel adalah perhentian terakhirnya maka Jericho akan membiarkannya. Kali ini ia tidak ingin merasakan sakit lagi dalam mencintai dan mungkin saja perasaannya kepada Hazel sebenarnya adalah awal dari kebahagiaan yang selama ini tidak pernah ia dapatkan.

"Kau mau ini?"

Jericho tersenyum sambil mengangguk menatap Hazel yang memegang soft drink dari lemari pendingin yang ada di kamar Hazel.
Hazel membawa dua soft drink, meletakkannya di atas meja. Ia membuka miliknya lalu langsung meneguknya.

"Ahh akhirnya," desah Hazel setelah merasa tenggorokannya merasa segar.

Jericho terkekeh melihat Hazel duduk di sampingnya, ia lalu meminum miliknya.

"Oh iya, kau sampai kapan di sini?"

Jericho sedikit menyerongkan duduknya agar bisa menatap Hazel.

"Lusa aku sudah pulang."

Bibir Hazel sedikit mengerucut. "Waktu kita hanya tinggal sedikit kalau begitu."

Jericho merapatkan bibirnya, matanya sedikit menyipit. "Kau benar."

Terdengar helaan napas dari bibir Hazel. Keduanya terdiam sejenak menikmati minuman yang masih mereka pegang.

"Ngomong-ngomong bagaimana kabar Sarah?" Tanya Hazel tanpa menatap Hazel.

Mata Jericho menatap Hazel dari samping. "Dia baik. Yaa.. begitulah. Pada akhirnya kita kembali kepada kehidupan kita masing-masing."

Hazel mengedipkan matanya, ia melirik Jericho dari sudut matanya dan kini mata mereka saling bertatapan.

"Aku pikir selama dua bulan ini hubungan kalian membaik."

Sudut bibir Jericho sedikit terangkat.
"When you're tired of something. Your feelings turn into empty," lirih Jericho.

Hazel terpana, matanya mengerjap. "Lalu bagaimana denganku? Aku hanya bertanya-tanya mengapa kau tiba-tiba menciumku saat itu."

Mata Jericho bergerak menatap setiap detail wajah Hazel. Hingga tatapannya fokus kembali pada mata Hazel.

"Dua bulan lalu aku menyadari sesuatu. Bahwa aku mengambil keputusan yang salah."

"Apa maksudmu?"

Jericho mengalihkan pandangannya kearah lain. "Aku sadar bahwa aku memiliki perasaan yang lain kepadamu."

Hazel langsung membeku, matanya tak berkedip menatap Jericho. Sementara itu Jericho menoleh tatapannya terarah pada tangan Hazel, Jericho menggenggam tangan Hazel yang berada di pangkuan Hazel.

"Aku tahu mungkin ini terlambat, namun aku harus mengungkapkannya kepadamu agar aku tidak menyesal lagi."

Tanpa di duga air mata Hazel lolos begitu saja. Hazel merapatkan bibirnya, ia menggeleng pelan. Rasanya tak percaya Jericho akan mengatakan hal seperti ini.

Perhatian Jericho beralih pada wajah Hazel, ia sedikit terkejut ketika melihat mata Hazel yang berkaca-kaca. Dengan cepat Hazel mengusap air matanya.

"Apakah aku menyakitimu?"

Hazel tertawa pelan. "Tidak, aku hanya tidak menyangka kau akan mengatakan ini kepadaku."

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

Hazel mengangguk. "Tentu."

"Apa alasanmu mencintaiku?"

Hazel terdiam cukup lama, hingga ia sedikit membuka bibirnya. "Aku tidak punya alasan untuk mencintaimu."

***

Hingga waktu berganti malam Jericho masih berada di kamar Hazel. Keduanya menghabiskan waktu untuk mengobrol mengenai banyak hal. Untuk pertama kalinya Hazel bahkan melihat sisi lain Jericho, lelaki itu tak ragu untuk tertawa lepas karena pembicaraan random Hazel.

"Dulu saat kami masih tinggal di rumah yang sama, Darrel adalah anak yang paling manja. Dia bahkan tidak bisa tidur jika ibuku tidak menemaninya. Itu berlangsung hingga sekolah menengah atas."

"Benarkah?"

Hazel mengangguk.

"Tapi dia tidak terlihat seperti itu."

Hazel berdecak. "Itu hanya pencitraan."

Jericho terkekeh. Hingga deringan ponsel Hazel mengalihkan perhatian mereka.
Hazel terdiam saat melihat nama Jase yang muncul.

"Ada apa, Jase?"

Jericho menatap Hazel.

Tubuh Hazel tiba-tiba mematung, ia melirik Jericho dengan tatapan horror. Dahi Jericho mengerut bingung dengan ekspresi Hazel yang mendadak berubah.

"O-oke." Hazel mematikkan panggilannya.

"Jase di luar."

"Haruskah aku bersembunyi?"

Hazel dengan pelan menggeleng. "Tidak. Tidak perlu" Ia kemudian beranjak melangkah lalu membuka pintu kamarnya.

Terlihat Jase berdiri di sana bersama Samuel. Hazel menelan salivanya kemudian menatap Samuel dan Jase bergantian. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya-nya pada Samuel.

"Berlibur, dan kebetulan sekali aku bertemu Jase di sini."

Hazel memalingkan tatapannya, Hazel tahu itu bohong. Ini pasti ulah Jase.

"Lalu kenapa kalian kesini?"

"Ayo gabung bersama aku dan Samuel. Ada party di pantai."

Hazel menggeleng pelan. "Aku lelah."

Jase mencebikkan bibirnya. "Kau bahkan menghabiskan waktu seharian di kamar."

Mata Hazel menyipit, ia mulai kesal dengan Jase. Sampai tiba-tiba Hazel merasakan seseorang berdiri di belakangnya. Hazel spontan menoleh dan ia langsung bertatapan dengan Jericho yang berdiri sangat dekat dibelakangnya. Dada bidangnya bahkan hampir menyentuh punggung Hazel hingga membuat punggung Hazel terasa panas.
Ekspresi Jase tak kalah terkejut, ia bahkan seolah-olah sedang melihat hantu. Sementara Samuel, lelaki itu sebisa mungkin menutupi emosinya dengan wajah dan tatapan dingin seolah siap menusuk Jericho.

Jericho sedikit menunduk untuk menatap Hazel yang sedang menatapnya. Lelaki itu tersenyum tipis. "Aku harus pergi. Ada pekerjaan yang harus kulanjutkan."

Hazel hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan sementara wajahnya masih dengan ekspresi tak menyangka bahwa Jericho akan muncul seperti ini. Tanpa diduga Jericho mencium kening Hazel seraya mengelus tengkuk leher Hazel.

"Sampai bertemu nanti ...." Bisik Jericho lalu melangkah melewati Hazel.

Ketika melewati Samuel mata mereka saling bertatapan dan melemparkan tatapan tajam. Jericho sedikit menyunggingkan senyumnya hingga membuat tangan Samuel mengepal erat.

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang