Pekerjaan Jericho tak pernah ada habisnya, rasanya makin hari malah semakin menumpuk. Ia bahkan baru saja kembali dari Hongkong sehari yang lalu, dan Jericho belum bertemu dengan Hazel sejak satu minggu yang lalu. Beberapa kali Jericho melirik jam yang sebentar lagi menunjukkan waktu makan siang, sementara tangannya sibuk bergerak di atas keyboard. Ia sudah memiliki janji dengan Hazel untuk bertemu dan makan siang bersama. Rasanya Jericho sudah tidak sabar karena ia sudah sangat merindukan Hazel.
Tak lama kemudian setelah menyelesaikan pekerjaannya, Jericho langsung beranjak berdiri dan memakai jas-nya. Ia mengambil kunci mobil dan ponselnya, namun perhatian Jericho beralih ketika pintu ruangannya terbuka begitu saja. Tatapan Jericho bertemu dengan tatapan Sarah. Wanita itu terlihat membawa sesuatu di tangannya. Sarah lalu melangkah dengan cepat menghampiri Jericho. Sementara itu, tatapan Jericho mengikuti gerak-gerik Sarah. Dahinya sedikit mengerut seakan meminta penjelasan kepada Sarah.
Sarah kemudian meletakkan map yang ia bawa di atas meja kerja Jericho dengan gerakan kasar. Mata tajamnya kembali menatap Jericho yang lebih tinggi darinya.
"Aku tidak bisa bercerai denganmu."
***
Hazel tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya ketika melihat Jericho yang duduk di hadapannya. Lelaki itu sedang menyantap makan siangnya seolah tak menyadari bahwa sejak tadi Hazel memperhatikannya.
Jericho mengangkat wajahnya, ia mengambil minumnya hingga matanya tak senganya bertatapan dengan mata Hazel. Jericho menatap Hazel penuh curiga, sementara bibirnya membentuk senyum tipis.
"Kau sedang apa?"
Sambil menahan senyumnya Hazel menggeleng pelan, ia lalu menyendok makanannya dan melahapnya. "Tidak, aku hanya memperhatikanmu."
Jericho tergelak pelan. Ada-ada saja tingkah Hazel yang membuatnya salah tingkah.
Hazel kembali melanjutkan menyantap makanannya hingga suapan terakhir, begitu pula Jericho. Perlahan Hazel mengelap bibirnya dengan lap putih yang berada di pangkuannya. Ia kembali meneguk minumannya. Untuk sesaat ia kembali teringat akan sesuatu. Sesuatu yang akhir-akhir ini selalu membuatnya gundah. Dengan ragu Hazel menatap Jericho. Menyadari tatapan Hazel yang berbeda Jericho menaikan kedua alisnya."Apakah ada sesuatu?"
Hazel sedikit menyunggingkan senyumnya, ia menggeleng pelan. "Tidak, jika dipikir-pikir aku belum tau banyak tentang dirimu."
Jericho terdiam, lelaki itu mengulas senyumnya matanya menatap Hazel seolah mengerti dengan apa yang sedang Hazel pikirkan. Jericho menelan salivanya, ia menegakkan posisi duduknya agar bisa menatap Hazel dengan nyaman. Perlahan matanya bergerak menatap ke arah lain, kemudian Jericho kembali menatap Hazel.
"Apa yang kau ingin tahu tentang diriku?"
"Semuanya tentang dirimu."
Jericho terlihat berpikir sejenak, hingga ia menghembuskan napasnya perlahan. Hazel memang layak tahu mengenai dirinya.
"Aku adalah anak tunggal. Sejak kecil aku selalu sendiri, aku hanya memiliki teman saat berada di sekolah saja. Namun, sampai sekarang ada seseorang yang masih setia selalu menemaniku. Namanya Danver, kami mengenal sejak masih di sekolah dasar," ujar Jericho hanya menatap Hazel selama ia bercerita."Aku tidak cukup dekat dengan keluargaku, ibuku pergi meninggalkanku saat aku masih berumur 10 tahun. Sejak saat itu aku hanya tinggal berdua dengan ayahku."
Perlahan sinar mata Hazel meredup, rasanya ia sedikit menyesal membahas hal ini di saat yang kurang tepat.
"Ini sebenarnya yang membuatku dulu pernah meragukan perasaanmu."
Dahi Hazel sedikit mengerut. "Maksudmu?"
"Sejak dulu aku tidak pernah menerima perempuan yang menyatakan cinta kepada diriku. Karena aku selalu berpikir bahwa mereka pasti sama dengan ibuku, pada akhirnya mereka hanya akan meninggalkanku. Begitupun denganmu pada saat itu." Jericho terdiam sejenak untuk melihat reaksi Hazel yang masih menyimaknya.
"Lalu apa yang membuatmu akhirnya berubah pikiran?"
Jericho sedikit menyunggingkan senyumnya. "Kau terlalu gigih, Hazel. Dan aku percaya kau berbeda dengan ibuku."
Mata Hazel sedikit menyipit. "Apa yang membuatmu percaya padaku?"
Jericho menatap mata Hazel dengan lekat dan cukup lama. "Karena kau tidak akan pernah meninggalkanku."
Senyum Hazel mengembang lebar, sinar matanya kembali menyala. Ia memegang punggung tangan Jericho yang ada di atas meja. Hazel tidak bisa menunggu lama lagi untuk mengatakan hal yang membuatnya resah akhir-akhir ini. Bagaimanapun ia harus memperjelas hubungannya dengan Jericho.
"Orang tuaku mendesak aku untuk menikah dengan Samuel."
Jericho terdiam, dahinya perlahan mengerut. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa karena mendadak lidahnya terasa kelu.
Hazel akhirnya tersenyum, perempuan itu mengelus punggung tangan Jericho. "Tak apa. Kau tidak usah buru-buru, aku akan sabar menunggu dirimu. Bagaimanapun aku tidak mungkin menikahi lelaki yang tidak aku cintai bukan?"
Jericho mengerjapkan matanya, dengan berat ia kemudian mengangguk dan berusaha membalas senyum Hazel.
***
Beberapa hari kemudian berlalu, sejak pembahasan di restoran bersama Jericho. Lelaki itu seperti menarik dirinya dari Hazel. Jericho memang masih sering menemui Hazel, namun lelaki itu sedikit dingin dan tidak banyak berbicara seperti biasanya. Hazel belum bertanya mengapa sikap Jericho berubah seperti itu, Hazel menunggu hingga Jericho sendiri yang mau bercerita kepadanya. Namun, semakin lama Hazel semakin lelah. Ia tidak nyaman dengan perubahan Jericho yang seperti ini dan membuat Hazel semakin berasumsi yang tidak-tidak.
Jangan-jangan perasaannya sudah berubah kepada Hazel. Hazel menggeleng dengan cepat, itu tidak mungkin. Mungkin saja Jericho lelah karena pekerjaannya.
"Apakah ada sesuatu yang terjadi? Kau terlihat resah."
Hazel mengalihkan perhatiannya ketika ibunya datang duduk di sebelahnya. Saat ini Hazel sedang berada di rumah kedua orang tuanya setelah makan malam bersama Darrel dan juga istrinya.
Dengan cepat Hazel menggeleng."Tidak, aku baik-baik saja."
Zoe tersenyum, ia lalu mengelus punggung putrinya. "Kau tidak bisa berbohong Hazel."
Hazel akhirnya terdiam, Zoe memang jauh lebih mengerti dirinya dibandingkan siapapun."Apakah karena lelaki itu?"
"Jericho mom, namanya Jericho."
Zoe terkekeh. "Aku tahu."
"Bisa kah kalian menunggu sedikit lebih lama lagi? Kau tahu, ini tidak mudah untuk Jericho dan juga diriku."
Zoe menatap Hazel dengan tatapan keibuannya, ia terdiam sejenak. Zoe lalu mengambil tangan Hazel dan menggenggamnya. "Aku mungkin bisa menunggu. Tapi tidak dengan ayahmu, Hazel. Kami melakukan ini karena kami sangat menyayangimu dan tidak ingin kau terluka."
Hazel menghembuskan napas lelah. "Mom, tapi perceraian itu bukan hal yang mudah untuk siapapun."
Zoe mengerjapkan matanya. "Mommy tahu. Hanya saja, jika memang dia benar-benar ingin bersamamu, kau pasti tidak akan menunggu lama Hazel."
Tubuh Hazel mematung, tatapan matanya berubah menjadi sedikit tajam. "Maksud Mommy?"
Zoe perlahan menghembuskan napasnya. "Kau harus pastikan sendiri," ujarnya sambil mengeratkan genggaman tangannya seolah menyalurkan kekuatan kepada Hazel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Wrong✔️
RomanceHidup Hazel Kneiling jungkir balik ketika bertemu dengan Jericho Winston. Seorang lelaki dengan pesona luar biasa dan mampu memikat wanita hanya dengan tatapan mata. Pertemuan Hazel dan Jericho berawal ketika Hazel mengaku-ngaku sebagai kekasih Jeri...