Part 34

12.4K 1K 40
                                    

Jericho kembali disibukkan dengan pekerjaannya di kantor. Setelah kembali dari Maldives auranya terlihat berbeda dari sebelumnya. Bahkan tak sedikit pegawai yang keheranan melihat Jericho yang lebih ramah dan murah senyum hingga membuat pegawainya takjub sekaligus kebingungan. Jericho memang bukan atasan yang memiliki imej galak, dingin ataupun kejam, dia selalu ramah dengan siapapun namun karena dua bulan belakangan Jericho terlihat sering murung perubahan seperti ini membuat pegawainya bingung. Ya apapun itu, Jericho memang bukan urusan mereka, hanya saja mereka bersyukur, dengan kembalinya Jericho yang seperti ini setidaknya ketegangan di kantor berkurang.

Jericho meregangkan tubuhnya setelah beberapa jam berkutat dengan pekerjaannya. Ia menyandarkan badannya lalu mengedarkan pandangannya. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 12 siang. Jericho beranjak berdiri memakai kembali jas-nya. Ia lalu melangkah keluar sambil menghubungi seseorang.

Sesampainya di restoran, Jericho melihat Danver yang sudah duduk menunggunya. Jericho menarik kursi yang ada di depan Danver lalu mendudukinya.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Jericho dengan santai.

Dahi Danver mengerut ia lalu terkekeh pelan. "Ada apa? Tumben sekali menanyakan kabarku."

Kedua alis Jericho terangkat. "Kenapa? Kau tidak suka?"

Danver berdecih. "Kau terlihat aneh."

Jericho terkekeh pelan.

"Oh iya," Danver tiba-tiba mengambil sesuatu dari tasnya hingga menyita perhatian Jericho.
Danver memberikan beberapa lembar foto kepada Jericho. "Aku mendapatkan ini saat kau sedang pergi ke Maldives."

Jericho memperhatikan satu persatu foto yang menunjukkan Sarah bersama lelaki sedang berjalan keluar dari Hotel.

Mata Jericho sedikit memicing menatap Danver. "Siapa dia?"

Danver menggeleng. "Aku rasa itu adalah teman Sarah."

Jericho tertegun. "Aku tidak pernah melihatnya."

"Ingin ku cari tahu?"

Kepala Jericho menggeleng, ia lalu meletakkan foto tersebut di atas meja dalam posisi terbalik. "Tidak perlu."

***

Hazel dan Samuel melangkah keluar dari pintu keluar bandara menuju mobil jemputan yang sudah menunggu mereka. Beberapa media meliput mereka, jepretan kamera terlihat mengambil gambar keduanya. Beberapa pengawal berusaha membatasi media yang berusaha mewawancara Hazel dan Samuel sampai mereka memasuki mobil jemputan.
Hazel duduk di sisi kanan sementara Samuel di sebelah kiri dengan jarak yang cukup jauh.

Samuel melirik Hazel. "Kau ingin makan malam?"

Hazel menoleh, ia menatap Samuel lalu menggeleng, "Aku ingin langsung istirahat. Tolong antarkan aku ke apartemen." Ia berkata kepada sopir yang sedang menyetir.

Jase menoleh ke arah Hazel. "Kau tidak jadi pulang ke rumah orang tuamu?"

Hazel kembali menggeleng, hubungannya dengan Jase akhirnya membaik setelah mereka tidak berbicara selama seharian penuh saat di Maldives.

"Tidak jadi, besok pagi saja aku ke sana."

Jase mengangguk, ia kembali menatap ke arah depan.

Sesampainya di apartemen Hazel langsung berlari menuju lift, ia menekan tombol 20. Kakinya tak bisa berhenti bergerak hingga lift pun berdenting. Ia langsung melesat lari, menekan password pintunya. Hazel bergegas menuju kamar mandinya untuk membersihkan tubuh. Bisanya Hazel membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk membersihkan tubuhnya, namun sekarang kurang dari 15 menit ia sudah selesai dengan baju santainya.

Hazel menatap dirinya di depan cermin, ia melepas ikatan rambutnya lalu menyisirnya dengan cepat, hingga bunyi bell apartment mengalihkan perhatiannya. Hazel segera berlari untuk membuka pintu. Bibirnya seketika membentuk senyum lebar saat melihat Jericho yang berdiri di depannya. Lelaki itu mengenakan sweater coklat dan celana jeans sementara tangan kirinya membawa kantong belanja dengan logo restoran terkenal. Hazel langsung menarik tangan Jericho masuk hingga membuat Jericho terkekeh pelan.

Hazel menyiapkan piring dan alat makannya, ia lalu membuka makanan yang Jericho bawa. "Aku lapar sekali."

"Kalau begitu kau harus makan banyak."

"Jangan salahkan aku kalau aku menghabiskan semuanya."

Jericho tergelak. "Apa perlu ku beli restorannya juga?"

Hazel mencebikkan bibirnya sambil terkekeh.

"Bagaimana penerbanganmu?"

Hazel duduk berhadapan dengan Jericho, ia menyendok makanannya lalu mengunyahnya. "Sepanjang perjalanan aku tidur. Sepertinya aku akan begadang malam ini."

Bibir Jericho merapat lalu sudut bibirnya tertarik sedikit. "Aku bisa menemanimu hingga kau tidur."

Mata Hazel sedikit melebar. "Kau serius?"

Jericho mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja," ujarnya lalu mengelap sudut bibir Hazel karena terdapat sedikit noda makanan.

"Oke." Hazel tersenyum lebar.

Pemandangan kota pada malam hari terlihat sangat indah terlebih jika dilihat dari ketinggian. Kerlap-kerlip lampu gedung-gedung tinggi, kendaraan yang lalu lalang dan lampu yang menyinari jalan menghiasi pemandangan malam. Jericho berdiri menatap pemandangan itu dari balik jendela besar yang ada di ruang tamu Hazel, tangan kirinya memegang gelas yang berisi cokelat panas. Ia menoleh saat menyadari keberadaan Hazel yang berdiri di sampingnya.

"Tidakkah kau bosan melihat pemandangan seperti itu?"

Jericho mendengus sambil tersenyum. "Pemandangan seperti ini bisa mengurangi stress ku."

Sudut bibir Hazel terangkat, ia beralih menatap pemandangan di depannya. "Apakah aku pernah membuatmu stress?"

Terdengar tawa pelan Jericho. "Kau tidak perlu menanyakannya."

Dengan cepat Hazel menoleh, wajahnya sedikit terkejut. "Benarkah? Bagaimana rasanya?"

Jericho menatap Hazel lewat sudut matanya. "Rasanya seperti sedang terisolasi. Aku tidak bisa mengejarmu meskipun aku sangat ingin."

Hazel tertegun, perlahan bibirnya melengkung ke atas. Ia tersenyum salah tingkah hingga membuat mata Jericho memicing.

"Apa itu lucu?"

Hazel menggeleng sambil mengulum senyumnya. "Aku hanya sedikit senang bisa membuatmu seperti itu."

Perlahan bibir Jericho terbuka, ia terperangah menatap Hazel tak percaya.

"Setidaknya bukan hanya aku yang tersiksa selama ini," Ujar Hazel sambil mengalihkan tatapannya.

Jericho berdecih, ia menarik bahu Hazel dalam dekapannya. Tanpa diduga Jericho mendaratkan bibirnya di pelipis Hazel cukup lama. "You know what, you are the sun over my heart and you make it bloom again." Bisik Jericho hingga membuat dada Hazel berdesir.

Hazel diam-diam menatap pantulan Jericho yang sedang merangkul tubuhnya lewat kaca yang ada di depannya. Ia tersenyum tipis lalu kedua tangannya melingkar di pinggang Jericho.

Jericho menatap Hazel yang sudah terlelap. Tubuh Jericho yang berbaring menyamping menghadap Hazel membuatnya bisa memperhatikan bagian samping wajah Hazel. Matanya menatap setiap sudut wajah Hazel. Ia masih tidak percaya jika saat ini yang di hadapannya adalah Hazel Kneiling. Wanita pertama yang menyatakan cinta kepada Jericho.

Hazel bahkan harus melalui banyak masalah karena dirinya. Andai saja ia bertemu Hazel sejak dulu, mungkin Jericho akan lebih dulu menyatakan cintanya kepada Hazel dan Hazel tidak akan banyak mengalami masalah karena dirinya.

Tangan Jericho bergerak hendak mengelus kepala Hazel, namun tiba-tiba ia mendengar ponselnya berdering. Jericho mengurungkan niatnya, ia beranjak duduk lalu mengambil ponselnya yang ada di meja samping ranjang. Dahinya mengerut ketika melihat nama Sarah muncul di layar ponselnya.

Mr. Wrong✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang