3 - Thoughts

2.3K 271 30
                                        

"Disini Anda rupanya."

Kepalanya mendongak saat suara seseorang memecah keheningan yang ia nikmati dalam kesendirian. Mata lavendernya melirik pada yang bersangkutan. "Mau apa kau di sini,"

Sang pria berumur sebaya dengannya tersenyum seperti biasa dengan kipas seperti biasa di tangannya.

"Nie Huaisang."

Ia tersenyum simpul sambil menutup kipasnya.

"Jiang-Xiong jahat sekali. Aku hanya mengira kalau kau pulang terlebih dahulu ke kamar tamu."

"Aku belum mengantuk."

Jiang Cheng mengalihkan pandangan sebelum meminum lagi alkoholnya, membiarkan pemuda Qinghe tersebut duduk di sampingnya.

"Kau juga, kenapa malah menyusulku kesini?" tanyanya sambil melirik lagi sambil menyerahkan salah satu botol yang belum diminum.

Tangannya menerima sambil menjawab, "Wei-Xiong tengah menyanyi sambil mabuk, makanya aku kabur kesini dan mencarimu yang menghilang."

Ia menyeruput sesaat alkohol khas Gusu yang lembut tersebut sebelum menghela nafas.

"Oh, alkoholnya ringan."

"Mhmm."

Keduanya minum cairan bening tersebut sementara hening melanda diiringi angin malam. Pohon yang mereka tumpangi dibawahnya pun menarikan daunnya karena godaan angin yang dingin.

"...Huaisang."

"Apa?"

Jiang Cheng menatap langit sambil menyahut, "Pernahkah kau berpikir, lebih baik kau ikut dengan keluargamu untuk menjadi bintang?"

Gerakan untuk minum pun berhenti sembari menoleh melihat rekannya tengah bermuram durja.

"Maksudku, lebih baik kau ikut dengan mereka dan hidup di atas sana tanpa beban dunia." lanjutnya sedikit dengan seringai kecil yang terlihat sedikit menyedihkan.

Nie Huaisang menatapnya sambil bungkam sesaat menatapnya.

Ya. Dia mengerti soal perkatannya.

Seluruh keluarga mereka tak bersisa kecuali pewaris yang terlahir.

Kakak dan keluarganya telah direnggut akibat perbuatan keji yang tak termaafkan, sehingga terasa sekali itu bagaikan musibah yang telah tak terhindakan.

Nie Huaisang duduk dengan benar dan menatap menerawang ke pemandangan pegunungan nan jauh dari sana.

"Ada, kok. Setiap kali meratapi nasib, rasanya ingin membunuh diri sendiri juga menyusul keluargaku."

Udara berhembus menerbangkan sedikit rambut kedua pria yang berstatus yatim piatu tersebut.

Jiang Cheng menoleh menatapnya yang terus melanjutkan perkataannya.

"Tapi, aku selalu ingat kalau hidup ini akan indah pada waktunya. Aku berpikir, dengan menggantikan Dage menjadi pemimpin sekte dan menjadi kuat, maka dia akan bangga padaku saat aku mati bertemu dengannya di surga nanti."

Lalu ia menoleh padanya dengan senyum tipis. "Jiang-Xiong, sebaiknya kau membuka matamu sedikit saja. Hidup ini tak hanya penderitaan, tapi juga semangat untuk hidup. Hiduplah untuk Jin Ling."

Pemuda Yunmeng tersebut terdiam sesaat sebelum meneguk lagi alkoholnya, memalingkan muka. "Hm. Ya, aku tahu itu."

Tidak, dia tak tahu itu.

Dia sangat tak terima akan keruntuhan keluarganya yang dibantai bertahun-tahun yang lalu. Namun meski begitu, dia harus hidup. Demi orang tuanya, demi kakaknya, dan keponakannya yang tak berdosa.

Purple Lotus DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang