44 - Cold Regards

310 33 9
                                    

Pertemuan pertama dan konsekuensi kedekatan mereka takkan terlupakan di memori yang terbawa.

Dari misi bersama ke luar daerah pedalaman, monster legendaris di dalam lubang dimensi, sampai nekat bertahan hidup berdua selama beberapa hari di perbatasan Nie ketika tersesat tanpa arah.

Ia tidak ingat, namun rasa suka mulai menggelora tanpa bisa dicegah olehnya sekali pun.

Mengungkapkan gelora pun tidak bisa karena banyak faktor, terutama pemimpin ketua klan Wen membawanya pulang setelah kelulusan berakhir.

Dari situlah, mereka jarang bertemu. Paling hanya setahun dua kali. Dengan konferensi atau pertemuan, mereka seakan tidak bisa berbicara selain ada di pihak klan masing-masing.

Wen Ruohan tahu, kalau menghampiri dan bicara dengannya juga bisa buat Lan kedua itu tak nyaman, sehingga ia menahan diri demi kelancaran urusan penting klan.

Sampai pada akhirnya, titik terendah dalam hidup seseorang seperti Wen Ruohan terjadi seperti petir raksasa.

Ia dijodohkan oleh seorang wanita yang tidak ia kenal dari klan bangsawan lain sebagai salah satu syarat dalam naik kuasa takhta dan menghasilkan keturunan yang layak.

Wen Ruohan muak, tidak ingin disuruh jadi pion politik ayahnya lagi setelah sekian lama ditempa dalam baja bara neraka Qishan. Berang dan penuh kekesalan, ia kabur dengan bantuan sepupu dekatnya-buat istana dilanda panas kemarahan dan kepanikan.

Saat itu, yang dipikirkan olehnya adalah ke Gusu dan menemui Lan Qiren untuk bicara empat mata. Namun sesampainya di sana, ia mendapati ada dua bocah laki-laki berpakaian putih sedang menggandeng tangannya di kedua sisi.

Hatinya kaget ketika melihat seorang sekaku Lan Qiren sudah punya anak, namun ia malah salah paham dan dijelaskan dengan omelan khas.

Baru diketahui Qingheng-jun menjalani pengasingan dengan istrinya, sehingga Lan Qiren yang harus merawat sebagai paman yang mengayomi dua keponakan.

Wen Ruohan memperhatikan mereka saat diperkenalkan olehnya.

Lan Xichen kecil berambut pendek sebahu dan ramah padanya, terlihat penasaran namun tetap berperilaku sopan. Senyum sang ayah sangat mirip ketika disunggingkan.

Lan Wangji kecil pendiam, malu-malu saat bertemu dan bertatapan dengannya. Namun ada sekelibat penasaran tinggi seperti bertanya kenapa orang sepertinya bisa dekat dengan pamannya ini.

Melihat itu, ia jadi sedikit membayangkan jika Lan Qiren menjadi orang tua yang baik.

Beda konteks, aduh kepalanya ini.

Setelah mengantar dua anak kecil itu kepada pelayan untuk makan malam, keduanya berbicara empat mata. Mengenai perasaan, keinginan, dan hasrat.

Ketika langsung mengutarakan diri selama ini, disaat itulah pembicaraan mereka semakin memanas.

Lan Qiren tahu mereka berdua sudah dalam ikatan romansa tak resmi, namun dianggapnya sudah kelewat batas dan memintanya untuk kembali demi mengurus klan Wen.

Dengan berbekal kenekatan, ia menyatakan lantang.

"Mari kita lari!"

Ia mau membawanya sebagai pendamping, namun lelaki Lan itu menolak demi alasan keturunan penting dan kedamaian dunia kultivasi.

"Aku tidak bisa. Kembalilah."

Wen Ruohan tidak percaya akan perkataannya. Orang yang dipikir bisa menyetujui rencana malah memintanya untuk tidak membuat masalah dan kembali.

Lan Qiren berusaha menjelaskan kenapa mengusulkan begitu, namun tidak didengarnya sama sekali.

Ia mengerti, tapi tetap tidak terima.

Purple Lotus DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang