Sementara kedua pemimpin sekte sedang menikmati aura-aura penuh nuansa romantis menyenangkan, Wei Wuxian mengintip dari balik pintu.
Dirinya sendiri cukup terperangah karena menyaksikan adegan yang jarang dilihatnya.
Astaga. Kapan terakhir kali Wei Wuxian melihat saudaranya semerah itu?
Tidak pernah!
Niatnya mendatangi Jiang Cheng untuk mengemis makan pun ia urungkan. Biarlah, ia tidak terlalu lapar. Lagipula bisa menikmati waktunya bersama Lan Wangji lebih lama.
Senyum tipisnya muncul di bibir kala memperhatikan dari jauh. Saudara angkatnya dibuat kikuk di depan iparnya sendiri.
Pertanyaan beberapa waktu yang lalu menyangkut kembali di pikiran.
Apakah kejadian di taman keluarga Gusu Lan waktu itu hanyalah kecelakaan semata, ataukah ada hal lain seperti dugaannya?
Apakah mereka memang saling menyukai?
Jika iya, maka itu bagus dan tidak bagus.
Dengan berbagai faktor yang ada, kepala Wei Wuxian diisi dengan kemungkinan mengenai kedua saudara dan iparnya.
Tapi tetap saja, hal itu memberatkan pemikiran sehingga pemuda itu membuyarkannya dan tak mau memikirkan hal seperti itu.
Terserah saudaranya mau berbuat apa dengan kakak ipar. Yang penting mereka bahagia.
Sementara itu, Lan Wangji meminum arak manis yang dibeli tadi. Dia sudah sedikit mabuk dan menemani suami manisnya untuk bersantai di malam hari. Padahal dirinya ingin minta jatah hariannya, tapi karena ini di rumah iparnya maka dia akan mencari kesempatan untuknya bersama Wei Wuxian tanpa melakukan hal intim.
Saat itu juga, dia diterjang dari belakang oleh sang suami. Ia dengan pakaian nuansa hitam merahnya sudah kembali ke kamar tamu setelah jalan-jalan tadi, menerjangnya dengan suasana hati yang sangat membaik.
“Lan Zhan, aku sangat mencintaimu!”
Dia menoleh, menatap penuh sayang sang suami manisnya yang tiada tara untuknya ini. “Wei Ying...”
Mendengarnya berkata begitu dan menatapnya dengan tatapan manis, jadi membuat gejolak batinnya menggugah. Dia perlahan menarik Wei Wuxian dan memangkunya, sebelum mencium kepala sang lelaki manis tersebut.
“Aku juga. Selamanya.” Lan Wangji menyunggingkan senyum tipis legendarisnya, yang hampir tak pernah terlihat oleh kebanyakan orang.
Bersama Wei Wuxian sampai mati adalah tujuannya.
Wei Wuxian tertegun dan memerah melihatnya tersenyum, sebelum makin melebarkan senyuman sebagai balasan dan meraup bibir Lan kedua.
Keduanya sangatlah melengket satu sama lain, bahkan meski sudah lama berpisah namun masih saja mesra.
Baru saja mau memulai adegan everyday, sudah ada pelayan yang mengetuk pintu dan memanggil nama mereka jikalau makan malam sudah siap. Perintah dari Jiang Cheng adalah mutlak di Lotus Pier.
Wei Wuxian menatap Lan Wangji, posisi masih di pangkuan.
“Bagaimana? Kau mau makan? Atau ‘makan’?” tanyanya bernada jahil.
Masih di pendirian awal, Lan Wangji menghela napas. “Makan. Kau lapar. Ipar menunggu.” ujar sang pria Gusu tanpa ekspresi tersebut.
Wei Wuxian mengembungkan pipinya.
Baiklah. Ia kasihan karena seharian ini Lan Wangji menurutinya terus. Saatnya menjadi istri yang berbakti.
Setelah mengecup pipi sang suami, ia bergegas membuka pintu kayu kemudian mengajaknya berjalan ke ruang makan utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Lotus Diary
Fiksi PenggemarCanva Cover Fanarts included in the books goes back to its respective creators! [Keseharian Jiang Cheng sebagai Pemimpin Sekte Jiang di Yunmeng berjalan seperti biasa dan normal. Sudah semestinya begitu, dan hanya itulah yang ia inginkan selain meng...