Canva Cover
Fanarts included in the books goes back to its respective creators!
[Keseharian Jiang Cheng sebagai Pemimpin Sekte Jiang di Yunmeng berjalan seperti biasa dan normal. Sudah semestinya begitu, dan hanya itulah yang ia inginkan selain meng...
Mata tersebut terbuka lebar. Dan yang ditangkap oleh pandangannya hanyalah satu.
Kehancuran.
Yang hanya bisa Jiang Cheng lakukan adalah melihat pemandangan dari semua kekacauan di hadapannya.
Panah-panah melesat, mayat hidup mengamuk melawan, teriakan dan rintihan orang-orang meraung di udara. Ditemani bendera dan berbagai senjata, semuanya tak ada yang terlewatkan untuk dinodai dengan darah.
Pikirannya hanya memiliki satu pertanyaan.
Kenapa... Kenapa harus begini?
Pemuda Yunmeng tersebut membatin dalam sanubari.
Dalam kelamnya malam, Zidian di tangannya yang kekar adalah salah satu dari segelintir cahaya yang berada diantara kobaran api dan cahaya rembulan ketika malam perang terjadi.
Rasanya adrenalin di dalam diri sungguh meluncur keluar. Kekuatan spiritualnya berada di sekelilingnya, menjaga sang empunya agar tak terluka oleh apa pun—meski kenyataannya bahwa dada dan perut sudah terluka akibat serangan.
Kenapa... selalu jadi seperti ini?
Tidakkah ada cara lain?
Ingin menghentikannya, tapi ia tak ada kuasa. Sekelilingnya sudah kacau balau. Tak ada lagi ketenangan yang ia idamkan, hanyalah rintihan dan teriakan sakaratul maut di medan perang.
Dalam hatinya ingin berteriak sekencang-kencangnya.
"Kenapa tak ada seorang pun yang mendengarkan perkataanku?!"
Dia ingin menghentikan semua ini. Ini sudah tak benar.
Siapa pun... Tolong dengarkan aku—
"A-Cheng."
Saat berbalik, dirinya melihat dua orang yang familiar. Kedua matanya terbelalak.
Jiang Yanli dan Wei Wuxian.
Jiang Cheng sudah berada di tempat lain. Senjatanya tak ada lagi. Hanya dirinya dan pakaian ungu polos yang bersih.
Mereka memanggilnya. Keluarganya memanggilnya!
Jiang Cheng menyahut, "Shijie! Wei Wuxian!"
Namun bukannya diam, keduanya perlahan berbalik menjauh.
Saat tangannya mencoba meraih dan kakinya melangkah, Jiang Cheng terhenti akan jurang yang terbentang diantara mereka.
Sang pemuda mencoba menyusul, namun tak sampai.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bahkan, jurang tersebut semakin dalam, membuat jaraknya bertambah dengan pasti.
"Tunggu! Jangan tinggalkan aku!"
Ia memanggil berteriak sambil berlari.
"Shijie!! Wei Wuxian!!"
Akibat berlari terlalu kencang, kakinya terpeleset dan membuatnya jatuh ke tanah dengan keras.