Chapter 33

1.2K 52 0
                                    

Sejak insiden kecelakaan saat itu, sikap Arga semakin posesif terhadap Putri. Melarang ini, melarang itu. Tidak boleh jauh-jauh dari dirinya. Bahkan setiap istirahat pun juga tak boleh ke mana-mana. Harus diam di kelas, dan cukup Arga yang menghampirinya.

Seperti sekarang ini, hanya ada mereka berdua di kelas. Para sahabat mereka, memilih makan di kantin. Teman-teman di kelas Putri yang tersisa, sempat diusir oleh Arga, alasannya supaya mereka memiliki waktu berdua.

"Ay," ujar Arga dengan manja. Semenjak mereka berpacaran, sikap Arga yang terkenal dingin berubah menjadi manja. Ia juga suka sekali menyebut Putri dengan panggilan ay atau ayang.

"Apa, Ga?" jawab Putri, disela makannya.

"Ujian, kan, tinggal menghitung hari. Maaf, ya, kalo nanti aku jarang ada waktu buat kamu. Tapi setelah ujian selesai, aku bakal luangin waktu banyak buat kamu."

Putri menyudahi kunyahan terakhirnya. Seusai itu, ia menenggak airnya hingga tandas. Kepalanya menoleh ke samping, di mana ada Arga yang duduk seraya menatapnya. Tangannya mencubit pipi Arga dengan gemas.

"Aw, kok aku di cubit si, Ay?"

"Gemes abisnya." Putri menjawab seraya terkekeh.

"Aku serius, loh, Ay. Kamu malah bercanda."

"Aku juga gak bercanda. Please, ya, kamu gak usah lebay gitu. Dengerin aku! Aku tau kamu sebentar lagi ujian, bahkan tinggal menghitung hari. Aku gak minta aneh-aneh sama kamu, aku cuma mau kamu dapat nilai yang baik. Aku mau kamu bisa ngejar impian kamu. Dan aku bakalan ngertiin kamu, kok, kalo kamu nanti gak banyak waktu buat aku. Toh, nanti aku juga bakal mengalami hal yang sama seperti kamu."

"Makasih sayang aku." Arga tersenyum dan mengusap lembut surai hitam milik Putri.

Mereka mulai melanjutkan obrolan dengan banyak topik di dalamnya. Namun, saat sedang asik bercakap ria, suara bel tanda masuk jam belajar berbunyi dengan nyaring.

"Ganggu aja."

"Siapa yang ganggu?"

"Bunyi bel."

Putri mengacak rambut Arga gemas. "Kamu tuh ada-ada aja. Lagian, aku sama kamu nanti masih bisa ketemu lagi, Ga."

"Em, masih kangen," ujar Arga seraya bersandar dibahu Putri.

Putri yang melihat tingkah Arga hanya menggelengkan kepalanya. Jujur saja, saat ini malu. Lantaran, teman kelasnya hampir semua sudah berada di dalam. Arga dengan tingkah manja dan menggemaskan itu, mampu membuat atensi mereka fokus pada sosok Arga.

"Ga."

"Hm."

"Sahabat kamu nunggu di depan pintu, tuh."

Arga yang semula memejamkan mata, kini membukanya dengan cepat. Netranya tertuju ke arah pintu, ia pun menghela nafasnya panjang.

"Inget, ya, Ay! Kamu jangan cape-cape. Kalo ada apa-apa bilang aku. Terus, kalo mau ke kamar mandi jangan sendirian, minta diantar Keyla atau Vina."

"Iya, Arga."

"Good girl." Seusai mengatakan hal itu, Arga segera mengusap puncuk kepala Putri dengan lembut. Tak lupa juga ia mencium keningnya. Setelah itu, ia pergi keluar kelas, di mana ada ketiga sahabatnya yang sejak tadi menunggu di depan pintu.

***

"Kalian gak pulang?" ujar Putri, seraya membereskan buku pelajaran yang masih berserakan di atas meja.

"Nungguin lo, Put," jawab Keyla, yang kini tengah menyampirkan tasnya di pundak.

"Ngapain nungguin gue? Arga, kan, nanti ke sini?"

"Justru itu, kita disuruh nunggu sama dia. Katanya, sebelum dia dan yang lain ke sini, kita gak boleh ninggalin lo sendiri di kelas. Lagian, gua sama Vina, mau bareng David sama Dion juga, kok. Jadi sekalian nunggu aja."

Putri menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Setelah selesai membereskan alat tulisnya, mereka memilih untuk berbincang sebentar. Sampai akhirnya, Arga dan para sahabatnya sudah datang ke kelas XI IPA 1.

"Ayo!" ajak Arga pada Putri. Dan mereka pun, berjalan beriringan menuju area parkir.

Selama di perjalanan, tak ada yang membuka suara. Hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Arga yang fokus menyetir ke arah depan, dan Putri yang fokus menatap keluar melalui jendela samping mobil.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di kediaman Putri.

"Ga, makasih, ya, udah anter aku."

"Sama-sama, sayang."

"Gak mampir dulu?"

"Enggak, Ay, lain kali aja. Salam aja buat Papa."

Putri pun keluar dengan Arga yang masih menyunggingkan senyumnya dibalik kemudi. Tak lama dari itu, mobil Arga menjauh dari kawasan perumahan tempat Putri tinggal.

"Assalamua'laikum," sapa Putri, saat dirinya memasuki rumah.

"Wa'alaikumussalam," jawab Wijaya dengan tersenyum. Putri mencium punggung tangan pria paruh baya itu seraya membalas senyumnya.

"Tumben, Papa udah pulang?"

"Kerjaannya lagi sedikit. Proyek juga udah Papa tanda tangani semua. Jadi, hari ini lebih banyak santai di rumah."

"Em, gitu. Ya udah, Putri ke atas dulu, mau ganti baju sekalian mandi, udah lengket. Oh iya, tadi ada salam dari Arga."

"Habis itu langsung turun, ya, kita makan sama-sama. Bi Arum udah buatin masakan enak kesukaan kamu. Tumben dia gak mampir?"

"Wih, mantap. Udah sore, Pa. Kayanya juga dia lagi cape banget, karena persiapan buat ujian nanti. Kalo gitu aku ke atas, ya, Pa." Putri pun melenggang pergi menaiki tangga menuju kamarnya.

Wijaya yang melihat anak semata wayangnya itu, merasa sangat bahagia. Karena saat ini, ia dapat melihat senyuman itu lagi. Beruntung ada yang bisa menyadarkannya dari kejahatan yang ia buat sendiri. Ia juga sangat beryukur, karena dirinya masih bisa dipertemukan dengan putrinya. Bahkan, tidak ada kebencian di dalam diri anaknya itu. Dia tumbuh menjadi gadis mandiri juga dewasa.

________

Terima kasih ❤

Cold Girl (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang