03 : Kenapa harus aku?

2.2K 178 0
                                    

Revisi
••••••••••••

AKU memelankan langkahku yang sedang berada di koridor kelas XII. Menyelusuri setiap lantai persegi yang sudah tersusun rapi.

Aku menatap deretan siswa yang tengah sibuk dengan berbagai aktivitasnya. Di sini ramai... Tapi, aku masih merasakan sunyi seperti biasanya.

Aku membenarkan headseat di telingaku yang sedang memutarkan murotal dari Qori kesukaanku.

"Sha!" Aku tersentak saat seseorang menarik ujung jilbabku. Aku menoleh sambil melepaskan headseat lalu memasukannya ke dalam kantung rokku. "Kenapa?"

"Liat depan kelas XII IPA3 deh," ucapnya membuatku seketika menoleh.

Aku menatap Aldi yang tengah memerhatikanku. Saat tertangkap basah sedang menatapku, bukannya malu ia malah tersenyum.

Aku membuang muka darinya. "Udah biarin aja," ucapku sambil meneruskan langkah.

"Kemana Lyn?" Tanya Aldi saat aku lewat di depannya. Aku cukup terkejut, dan ya? Di sini hanya ada aku dan Innaya. Dia bertanya pada siapa?

"Nama lo Naufalyn Alesha Rabbani-kan?" Tanyanya membuat aku menghentikan langkah.

Aku mendengar derap kaki yang semakin mendekat. "Boleh gue panggil lo Alyn?" Tanyanya

"Terserah," balasku tak minat. Ia terkekeh, aku tidak tahu apa ada yang lucu di sini.

"Nanti siang jadikan?" Tanyanya membuat Innaya menyentak tanganku meminta penjelasan.

Aku menatapnya kesal sebelum menarik tangan Innaya menuju perpustakaan.

"Dia suka kamu," ucap Innaya tiba-tiba saat aku dan dia baru menginjakan kaki di teras perpustakaan.

"Hah?"

"Aldi, dia suka sama kamu." jelasnya

"Kamu tahu dari mana?" Balasku sambil mulai memilih buku untuk persentasi nanti.

"Dari temen aku yang satu geng sama dia. Bahkan dia pernah nanya-nanya tentang kamu," ujar Innaya.

Aku kembali mentautkan kedua alisku, tidak mengerti dengan pola pikir Aldi.

Aku bahkan tidak mengenalnya, mendengar namanya saja baru kemarin. Dan aku juga bukan siswa yang aktif di sekolah.

"Nanya apa?" Timpalku.

"Nanya kesukaan kamu, kamu udah punya pacar belum, kamu tipe cewek yang kayak gimana. Gitu deh, pokonya banyak," balasnya membuat aku menghela nafas pelan.

"Aku nggak tahu kenapa harus aku yang Aldi pilih. Dia salah--aku nggak pernah mau ngejalanin hubungan yang jelas haram-"

"Dosaku aja udah banyak, kalo aku pacaran, mau aku taruh mana mukaku di hadapan Allah?-"

"Lagian setidaknya aku akan meringankan sedikit pertanggung jawaban Ayah di akhirat. Karena udah jelaskan kalo pacaran itu har-" Ucapku terhenti saat menyadari aku membicarakan hal pada orang yang salah.

Bodoh Alesha! Bodoh!
Aku merutuki diriku karena bisa-bisanya menasehati dengan sindiran seperti ini.

Aku menatap Innaya yang terdiam tanpa merespon ucapanku.
Iyalah, bagaimana mau merespon?

"Nay?" Panggilku merasa tak enak. Ia menoleh lalu sedikit memberikan senyuman yang sepertinya sedikit ia paksakan.

"Maaf ya?" cicitku pelan.

"Nggak papa, santai aja." ucapnya santai. Namun aku tahu, ucapanku tadi pasti menggores hatinya.

Aku memang tidak ingin melihat Innaya atau pun Ainun berpacaran. Aku ingin sekali menasehatinya, tapi bukan dengan kalimat seperti sindiran tadi.

Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang