Revisi
••••••••••••SATU hari setelah pernikahan Salsa, kami memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke tempat wisata Kawah Putih yang terletak di desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung Jawa Barat tepatnya terletak di kaki Gunung Patuha.
Wisata kawah ini terbentuk dari letusan gunung Patuha yang terjadi beberapa ratus tahun silam, yang membentuk sebuah kawah menyerupai danau.
Aku menatap dua pasangan di depanku sambil terkekeh kecil, apalagi tingkah dua sahabatku itu yang sedang asik foto-foto.
Setelah puas melihat kawah secara dekat di Dermaga dan Jembatan Apung, akhirnya kita memutuskan untuk pergi Skywalk Cantigi.
Disini, kita bisa melihat kawah yang membentuk seperti danau dengan leluasa. Kami saling menyender pada pagar sambil sedikit berbincang-bincang.
"Sha? Inget gak si? Dulu kita selalu gak bisa jalan-jalan ke tempat wisata karena memang susah untuk pergi. Apalagi kalo harus pake kendaraan, susah banget." aku kembali bernostalgia dengan ucapan Salsa.
Dulu, sangat sulit untuk keluar seperti ini. Di tambah pasti ada saja halangan. Jika aku dan Humaira bisa, maka Salsa, Innaya atau Ainun yang tidak bisa. Dan endingnya selalu tidak jadi.
"Bener banget Sal, terus kamu bilang. Suatu saat nanti kita bakal pergi dengan pasangan masing-masing." tambah Humaira, kontan membuat kami tertawa.
"Malah Salsa pernah bilang gini ke aku Ra, kalo nggak salah waktu pertama kali aku masuk SMA deh. Dia bilang 'Sha, nanti kalo kita punya anak, kita jodohin yuk!' " aku menirukan ucapan Salsa tempo lalu, dan lagi-lagi membuat tawa kami meledak.
"Haha ya ampun, tapi lucu Sha, semoga anak-anak kita nanti tetap terus menjalankan tali silaturrahmi ini ya?" balas Humaira sambil merangkul tubuhku dan Salsa, setelah itu terjadilan drama di anatara kami.
"Bahagia banget. Lagi pada ngomongin apa?" mata kami beralih menatap tiga orang laki-laki yang tengah membawakan minuman di tangannya.
"Lagi bernostalgia dengan masa lalu," timpal Salsa sambil menatap Mas Radit.
Kak Zulfan menyodorkan satu gelas coklat kepadaku. Dan aku menerimanya sambil mencicitkan kata terimakasih.
Aku tersentak saat ia membenarkan niqab bagian atas, aku mendongkak sambil menggigit bibir, gugup.
"Ada rambut yang keluar," balasnya membuat aku tersenyum tipis.
Aku meminum coklat itu sambil terus menatap Kak Zulfan yang tengah memandang pemandangan di hadapannya, dengan satu tangan yang sengaja ia masukan ke dalam saku celananya. Allah, kenapa laki-laki ini tampak begitu tampan di mataku?
"Huek!" pandangan kami beralih pada Humaira yang sepertinya sedang merasa mual.
"Ra? Nggak papa?" tanyaku dengan sedikit khawatir, pasalnya Humaira itu sangat jarang sakit.
Humaira menghela nafas dalam, seperti ingin menetralkan rasa mual yang baru ia rasakan.
"Sayang? Masih mual?" tanya Kak Andra sambil mengoleskan minyak angin di kening Humaira.
"Nggak terlalu,"
"Emh... kebetulan, gue sama Humaira punya kabar baik," semua orang beralih menatap Kak Andra yang sedang menggenggam tangan Humaira.
"Kenapa?" pertanyaan Mas Radit mewakili rasa penasaran kita semua.
"Sebenarnya... Humaira sedang mengandung," aku tertegun, bibirku membentuk sebuah lengkungan bulan sabit. Lalu langsung berjalan menghambur ke dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...