Revisi
••••••••••••SUARA pecahan guci terdengar saat setelah aku baru menyelesaikan ucapanku. Aku menatap Humaira yang sedang menggelengkan kepalanya tak percaya sambil bersender pada bupet.
"Sha?"
"Kakak mencintai aku?" tanyaku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku melihat Kak Zulfan yang mendekat ke arahku, mengikis jarak di antara kami.
Aku melihat Kak Zulfan yang diam tanpa mengatakan apapun, aku tersenyum sendu. "Aku ridho jika Kakak akan menikah lagi." lanjutku membuat ia mengepalkan tangannya. Aku menunduk takut, Allah.
"Sha! Kamu mau aku jadi yang kedua?! Bahkan menjadi duri di dalam pernikahan sahabatku sendiri?!" balas Humaira sambil mencengkram bahuku. Aku tahu kali ini ia sangat kecewa dengan ucapanku.
Aku bisa apa? Aku juga tidak ingin ia dipermalukan oleh orang lain. Aku tidak ingin melihat kecewa dari wajah Om Umar. Bahkan Kak Andra pun enggan datangkan? Aku harus apa? Satu-satunya yang bisa aku korbankan adalah Kak Zulfan. Astagfirullah.
Aku melepaskan cincin pernikahan dari jari manisku. Mengambil alih tangan Kak Zulfan yang tengah mengepal sempurna. Aku tahu sekarang ia tengah menahan amarah.
"Sha?!" ia memanggilku dengan suara yang sangat berat. Aku tahu ia sedang mati-matian untuk tidak emosi di hadapanku.
"A-aku ingin berpisah," entah kenapa saat kalimat itu terlontar dari bibirku, rasanya hawa di dalam ruangan ini semakin mencekam. Kak Zulfan menatapku tajam, menarik tanganku agar keluar dari ruangan itu.
Kak Zulfan menarikku memasuki kamar tamu tempatku bermalam di rumah Humaira. Ia masih belum melepaskan cekalannya pada tanganku. Mendekatkan diri sampai ujung sepatu kami saling bersentuhan.
Aku menarik nafas dalam, menatap ke arahnya seakan aku baik-baik saja jika seandainya akan merasakan kehilangan.
"Pasangkan cincin ini di jari Humaira Kak, kisah kita telah selesai." Aku meletakan cincin pernikahan tepat pada genggaman tangannya.
Ia mengepalkan tangannya, menarik tanganku dengan kasar, lalu kembali memasangkannya pada jariku. Setelah itu, ia langsung memelukku. Membuat semua yang aku pertahanakan runtuh.
"Saya mencintai kamu," bisiknya hanya mampu membuat aku terisak. Perih, meski aku belum merasakan cinta bersamanya. Tapi kehadirannya sudah sangat terbiasa bagiku.
"Apa yang harus saya lakukan agar kamu mengerti saya tidak ingin berpisah dengan kamu Sha," aku merasakan tubuhnya ikut bergetar. Sepertinya dia juga menangis sama sepertiku.
"Menikahlah dengan Humaira!" balasku sambil melepas pelukan itu.
"Jika Kakak benar-benar mencintai aku. Kakak akan mau menikah dengan Humaira." lanjutku membuat ia menggeleng sendu.
"Dia sahabatku Kak, aku ridho." ucapku membuat ia ingin kembali menarikku ke dalam pelukannya. Namun nihil, aku menghindar.
"Sha? Saya mencintai kamu,"
"Tapi aku tidak mencintai Kakak!" balasku lantang membuat ia semakin menunduk. Setelah itu, hanya ada suara hembusan nafas kami yang saling bersautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Ficção AdolescenteBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...