Extra Part [2]

4K 173 13
                                    

      Aku terusik dengan usapan lembut di kepalaku. Aku mencoba mengerjapkan mata beberapa kali. Apalagi mataku terasa sangat berat karena akibat menangis malam tadi.

Saat membukakan mata, aku melihat seseorang yang tengah tersenyum lembut padaku. Tangannya beralih membelai pipi kiriku.

Air mataku kembali mengalir, aku membencinya tapi aku juga merindukannya. "Maaf Sha,"

Aku menghempaskan tangannya yang membelai pipiku secara kasar. Menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima kurang lima menit. Bahkan aku ketinggalan shalat tahajud hari ini.

Aku beranjak tanpa berniat untuk menoleh ke arahnya, lalu berlalu ke kamar mandi, untuk mandi dan mengambil air wudhu dan menunaikan shalat.

Setelah menunaikan shalat subuh, seperti biasa aku membaca Al-Qur'an, tapi kali ini, karena kesal menatap Kak Zulfan, aku memutuskan untuk membaca Al-Qur'an di ruang keluarga.

Tepat saat aku mengakhiri bacaanku, Kak Zulfan langsung berjongkok tepat di hadapanku. Ia mengambil alih Al-Qur'an yang berada di dalam pangkuanku. Lalu meletakannya di atas meja. Kemudian ia menarik kedua tanganku untuk ia genggam.

Aku tidak bereaksi apa-apa, bahkan aku masih enggan untuk sekadar menatap wajahnya.

"Sha?" aku diam.

"Hei?"

"Sayang?" aku menatapnya dengan pandangan kesal. Ia tersenyum tipis sambil mengelus tanganku yang berada di dalam genggamannya.

"Maaf,"

"Sekalian aja nggak usah pulang." balasku ketus. Ia kembali tersenyum, kini tangan satunya beralih untuk mengelus pipiku.

"Sha, ada sedikit masalah di sana. Saya tidak bisa meninggalkannya gitu ajakan?" jelasnya supaya aku sedikit mengerti.

"Terus apa pantas Kakak meninggalkan aku sendiri?" tanyaku dengan mata yang berkaca-kaca. Ingatanku kembali saat semalam aku benar-benar merasa ketakutan.

"Sha, -"

"Kakak nggak tahu semalam hujan besarkan? Kakak nggak tahu semalam mati listrik dan aku sendiriankan?" tanyaku dengan nafas tercekat. Sela beberapa detik, akhirnya air di pelupuk mataku ikut keluar.

"Ka... hiks... Kakak nggak tahu semalam aku kontraksi dalam keadaan mencengkam kayak gitukan?" aku mulai terisak, sambil mencoba melepas paksa tangan yang sedang ia genggam.

"Kamu kontraksi?" tanyanya dengan raut wajah yang sedikit merasa bersalah.

"Mending Kakak nggak usah pulang! Urus aja pekerjaan Kakak!" ketusku dengan nafas tersendat.

Ia beralih terduduk di sampingku, lalu menarik tubuhku untuk ia dekap. Aku mencengkram bajunya dengan sangat erat, disertai tangisan yang semakin kencang.

"Maaf Sha, maafkan saya." ucapnya sambil mendekap tubuhku lebih erat, lalu mencium puncak kepalaku beberapa kali.

"Maaf, seharusnya saya pulang sesuai dengan janji saya." aku melemahkan cengkramanku, lalu mulai membalas pelukannya tak kalah erat.

"J... Jangan pergi lagi," pintaku membuat ia semakin mengeratkan pelukan itu.

Saat aku sudah lumayan tenang, ia melepaskan pelukan itu, lalu menangkupkan kedua tangannya di pipiku, menghapus jejak-jejak air mata, lalu mencium keningku lama.

"Maaf," lirihnya sambil menatap mataku. Ia tersenyum tipis saat melihat tidak ada respon yang aku berikan, lalu menarik kepalaku agar menyender di dada bidang miliknya.

"Handphone saya hilang di hotel, dan saya tidak satu tempat dengan Faris." jelasnya. Aku masih terdiam, sambil mencari kenyamaan di dalam pelukannya.

Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang