Revisi
••••••••••••AKU membenarkan pengikat niqab yang aku kenakan. Kembali membenarkan tas slempangku, lalu menggenggam beberapa berkas dengan sedikit kesusahan.
"Sha?!" aku tersentak saat mendengar suara menggelegar dari depan.
"Assalamualaikum. Ibu mana?" tanyanya membuat aku menghela nafas pelan. Dia itu memang sering membuat aku terkejut. Bahkan di rumah aku sendiri pun ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu.
Bukan salah Humaira juga si, itu keinginan aku, agar ia lebih merasakan kekeluargaan yang lebih dekat denganku.
"Waalaikumussalam. Lagi di kebun belakang," balasku sambil berjalan ke kebun belakang.
Humaira menyeimbangi langkahnya denganku, mengaitkan lengannya pada lenganku.
"Eh ada orang jauh?" ucap Ibu sambil menyimpan slang air. Di sini, terlihat ia sedang menyiram beberapa tanaman.
"Assalamualaikum Bu. Ibu apa kabar?" tanya Humaira sambil mencium punggung tangan ibu.
"Alhamdulillah baik. Kalian mau sekarang ngelamar kerjanya?" balas Ibu sambil menatapku yang sudah mengenakan pakaian rapih.
"Iya Bu, biar cepet." aku langsung mencium punggung tangannya untuk berpamitan. "Doain ya Bu? Semoga Lesha dapet kerjaan,"
"Aamiin. Hati-hati ya? Kalian kesananya naik apa?"
"Naik mobil Maira Bu, biar gak ribet cari taksi," timpal Humaira membuat Ibu mengangguk mengerti.
"Sha, jangan lupa kabari Zulfan." nasihat Ibu membuat aku mengangguk mengiyakan.
***
Aku mengetukkam jariku di atas handphone. Merasa ragu untuk menghubungi Kak Zulfan. Tapi, aku harus meminta izin darinya kan?
Bagaimana cara mengatakannya? Aku saja baru menyimpan nomornya tiga hari yang lalu. Saat dia berpamitan ke Jakarta. Dan sampai saat ini, aku belum pernah menghubunginya sama sekali.
Dan dia pun sama, tidak pernah menghubungiku sama sekali. Kadang aku bertanya, inikah status suami-istri yang sebenarnya? Karena untuk menanyakan bagaimana kabarnya dan kapan ia pulang pun, aku merasa takut.
"Beda ya Sha? Sekarang kalo pergi kemana-mana harus izin suami dulu," imajinasiku pecah oleh ucapan Humaira.
"Gitu deh," timpalku sambil mengetikan sesuatu.
Assalamualaikum. Kak, apa kabar?
Nggak, nggak. Itu terdengar aneh.
Aku kembali menghapusnya lagi. Apalagi melihat tanda online di bawah namanya. Membuat tanganku ikut mendingin karena gugup.Assalamualaikum. Kak, kapan pulang?
Oh ini lebih aneh. Aku terlihat over protektif!
Assalamualaikum. Kak, aku mau melamar kerja hari ini, sama Humaira.
Send jangan ya? Kok aku masih ragu. Tulisannya masih online lagi, sudah di pastikan jantungku sedang berdetak cepat di dalam sana.
"Sha?" aku tersentak saat mendengar panggilan Humaira. Sampai tak sengaja menekan tanda send.
"Yah," ucapku sambil menutup mata saat melihat tanda bacanya, langsung mendapatkan ceklis dua biru.
"Kenapa Sha? Oh iya, setelah ini kita main di cafe yuk?" aku hanya mengangguk menanggapinya. Dengan tubuh yang terasa panas-dingin.
Aku kembali menatap layar handphone-ku. Dan di sana, masih belum ada notifikasi dari Kak Zulfan. Padahal dia langsung membacanya loh. Aku menghela nafas pelan. Harus menerima juga saat di nikahkan dengan kutub es.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...