Revisi
••••••••••••AKU ikut berdiri tepat di samping Kak Zulfan. Menatap perempuan yang menatapku dan Kak Zulfan bergantian.
"Syntia, saya bisa menjelaskan semuanya." aku menatap Kak Zulfan, menatap miris setelah mendengar apa yang ia katakan. Bisa di jelaskan? Apakah harus ada penjelasan jika aku dengannya memang sudah terikat hubungan? Kenapa rasanya di sini aku yang salah, kenapa rasanya di sini aku yang menjadi orang ketiga di antara mereka?
"Syntia, tadi itu tidak seperti apa yang kamu lihat." Teh Laras masih diam, menatap Kak Zulfan yang aku sendiri tidak paham maksudnya apa.
"Syntia, katakan sesuatu," pintanya terlihat begitu gelisah, saat Teh Laras tidak mengatakan apapun.
"Zulf-"
Deg!
Aku tersentak saat tiba-tiba Kak Zulfan memeluk tubuhku. Aku merasakan getaran yang sama saat pertama kali ia memelukku. Tubuhku kaku, aku tidak tahu harus bersikap seperti apa kali ini.
Ucapan Teh Laras ikut terhenti saat tiba-tiba Kak Zulfan membalikkan tubuhnya dan langsung memelukku. Ia menghalangi tubuhku dengan tubuhnya, bahkan ia tidak membiarkan aku memberontak sedikit pun.
"Kak?"
"Jangan bergerak Sha," mataku berkaca-kaca, panggilan itu sangat aku rindukan. Panggilan yang seperti membuktikan bahwa memang dia mengenalku.
"Biarkan seperti ini," ucapnya sambil mencoba menenggelamkan kepalaku pada dada bidangnya, ia memeluk pinggangku sedikit erat, seperti tidak ingin aku bergerak sedikit pun darinya.
Aku membalas pelukan iti sedikit ragu. Bahkan tubuhnya tidak membiarkan aku menatap ekspresi Teh Laras. "Faris, bisa kamu jangan melihat ke arah saya dulu?"
Aku tersentak dengan ucapan Kak Zulfan, apakah ada Mas Faris di sana? Apakah dia melihat aku? "Sha?" aku mempereratkan pelukannya.
"Dengarkan saya," aku mengangguk di dalam pelukannya.
"Berjalan mundur, ikuti langkah saya." ucapnya membuat aku mengangguk. Aku mengikuti ucapannya untuk berjalan mundur, bahkan ia tidak melepaskan pelukannya itu.
Aku tersentak saat tubuhku bertabrakan dengan pintu kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. "Buka pintunya," aku langsung menuruti permintaannya, lalu membukakan pintu itu dan berlalu masuk bersamanya.
Ia menutup pintu itu, lalu melepas pelukannya. "Maaf saya langcang, saya tidak bisa membiarkan Faris melihat wajah dan rambut kamu." ucapnya membuat aku tersenyum tipis.
"Saya ambilkan baju ganti, khimar dan cadar kamu dulu. Maaf sudah menumpahkan teh di baju kamu." ucapnya membuat aku menggangguk pelan. Setelah itu, ia keluar meninggalkan aku yang sedang berperang dengan detak jantungku sendiri. Kenapa rasanya sama seperti pertama kali bersentuhan dengannya? Kenapa rasanya masih sama bergetar?
Tak lama, ia kembali masuk. Sambil membawakan pakaian yang tadi ia katakan. Aku menerimanya. Menatapnya dengan senyum penuh kebahagiaan. Ini awal yang bagus.
"Kak Zulfan?" tangannya terhenti saat hendak membuka knop pintu. Ia berbalik, seolah bertanya ada apa.
"Terimakasih," ia tidak membalas. Ia menatapku dengan pandangan yang sulit untuk aku artikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...