Revisi
••••••••••••"BRAK!" Suara pecahan pas bunga itu terdengar nyaring. Membuat aku tersenyum getir sambil menggeleng tak percaya
Riuh suara ibu-ibu tidak bisa menghentikan kesunyian yang tiba-tiba menghampiriku
"Alesha!" ucap seorang wanita sambil memelukku
"NGGAK! NGGAK MUNGKIN TEH! NGGAK MUNGKIN!" Teriakku sambil mencoba melepaskan pelukannya
Wanita yang aku sebut teteh itu ikut terisak sambil terus mempererat pelukannya
"Ikhlas Lesh, Ikhlas." bisiknya
Aku kembali menggeleng. Menatap getir pria pertama yang selalu membuat aku merasa di ratukan
Aku kembali menatap wajahnya yang kini telah memucat sempurna. Aku melepas paksa pelukan itu sambil berlari menubruk tubuh yang sekarang sedang di tangisi banyak orang.
Aku menatapnya. Berharap jika semua hanya mimpi menyakitkan.
Aku menyentuh tangannya, mengenggamnya erat sambil merasakan nadinya yang berdetak lebih cepat
Dia masih ada ... dia masih ada
"A ... ayah" tangisku tumpah saat aliran darah di tubuhnya berhenti. Aku menggeleng cepat sambil terus mengenggam lengan kekarnya yang kini sudah terasa dingin
Sosok pria tangguh yang selama ini aku abaikan. Penasihat terbaik yang tak pernah aku laksanakan. Laki-laki pertama yang mengajarkanku sebuah kasih sayang, perjuangan dan keikhlasan.
Itu dia -- pahlawan setiap ujian
Yang tak pernah memperlihatkan mendung di wajahnya... Kini harus terbujur kaku di hadapankuAku kembali menggeleng. Berharap langsung di bawa pergi menuju planet Mars.
Aku kembali menatap wajahnya. Menatap setiap inci yang mungkin akan menjadi rindu terberat yang harus aku rasakan. Tidak ada lagi ekspresi yang ia berikan. Hanya wajah damainya yang masih aku tatap lekat.
Bahunya, bahu yang selalu menjadi tempat senderan terbaik untuk menuangkan segala keluh kesah, kini sudah tak bisa berdiri tegak lagi.
Tangannnya, tangan yang sering membuat aku marah saat ia membangunkanku... Tangan yang selalu mengelus kepalaku lembut, kini sudah terasa kaku. Bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.
"AYAH!" Aku menjerit, meluapkan emosi dan penyesalan yang tak pernah aku duga datang di waktu yang tidak terpikirkan.
"Ayah pembohong! Katanya ayah ingin melihat aku wisuda! Katanya ayah merindukan aku yang shalat di shaf belakang ayah! Katanya ayah ingin menjadi laki-laki pertama yang memasangkan toga untukku!--"
"AYAH PEMBOHONG!" Jeritku sambil bersimpuh di samping tubuhnya.
Aku tidak pernah merasakan kehilangan sesakit ini. Aku marah!
Aku marah pada Tuhan.Kenapa harus ada perpisahan jika pertemuannya begitu menyenangkan?!
"Sayang ...." aku mendengar suara lembut itu sambil memeluk tubuhku
"Ini nggak adil Bu! Nggak adil!" Racauku sambil terus memukul-mukul dada agar sesaknya tak begitu terasa.
"Istigfar sayang ... istigfar," ucapnya sambil mencoba menghentikan tanganku yang terus memukul dadaku sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...