20 : Bukan yang terbaik

1.4K 125 8
                                    

Revisi
••••••••••••

     AKU mengerjap beberapa kali, mencoba berusaha mencerna ucapan yang baru Humaira lontarkan. Alesha? Akukah?

"Maaf, m-maksudnya gimana? Aku nggak ngerti sama percakapan kalian," ucapku sambil membenarkan letak tempat duduk.

"Minta penjelasan sama laki-laki di hadapan kamu Sha," balas Humaira sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Setelah itu, aku menatap Humaira yang tengah menangis tanpa suara.

"Maksudnya gimana si Kak?" tanyaku sambil melirik Kak Akbar.

"Aku mencintai kamu Sha," aku menelan salivaku. Terkekeh hambar mendengar ucapan yang sangat tidak mungkin aku dengar.

Aku tertawa sambil mengedarkan pandangan, menatap Kak Zulfan yang masih setia menatap ke arahku. "Aku bertanya serius Kak, jangan becanda." timpalku membuat ia menunduk.

"Aku memang mencintai kamu, sejak kamu kelas 11. Sha, niatnya aku ingin mendekati kamu lewat Humaira. Tapi ternyata, kamu telah menikah. Hari itu, saat mengetahui Humaira mencintai aku dalam diam. Aku memutuskan untuk bersama Humaira. Berharap bisa melupakan kamu dengan cinta yang baru."

"Tapi Sha, aku nggak bisa. Aku hanya mencintai kamu." jelasnya membuat aku menggeleng tak percaya.

"Kakak tahukan kalo hal yang Kakak lakukan salah? Kakak tahu nggak? Semua itu menyakitkan bagi Humaira. Kenapa Kakak nggak coba untuk mencintai Humaira?" tanyaku.

"Sudah aku coba Sha, namun tetap sama. Hanya ada kamu,"

"Udahlah Sha. Terserah, kalo keputusan Kak Akbar sudah bulat. Aku terima. Bukankah hal terbaik dalam mencintai adalah melepaskan?" Humaira menimpali sambil mendongkakkan wajahnya. Menghapus air matanya kasar, lalu mencoba tersenyum menatap Kak Akbar.

"Aku terima. Mungkin Kakak memang bukan yang terbaik. Satu hal yang harus Kakak ingat, jangan mencintai seseorang yang bukan hak Kakak. Di sini ada suaminya, dia lebih mampu untuk membahagiakan Alesha," ucap Humaira membuat Kak Akbar tertunduk, mungkin merasa bersalah telah menyakiti hati Humaira.

"Ra, Kakak minta maaf." ucap Kak Akbar terdengar sangat penuh penyesalan.

"Tapi Kakak nggak bisa melanjutkannya,"

"Cukup Kak! Berhenti menamparku dengan pernyataan itu. Aku tidak ingin mendengarnya lagi," tegas Humaira. Setelah itu Kak Akbar pamit dengan raut wajah yang sangat merasa bersalah.

"Ra?" aku memanggilnya membuat ia tak segan memeluk tubuhku. Ia terisak sambil mencengkram khimar yang aku kenakan.

"Maaf, ini semua gara-gara aku. Seharusnya aku tidak pernah hadir di antara kalian. Seharusnya aku tidak pernah ada. Maaf Ra, aku nggak pernah tahu kalo Kak Akbar-"

"Sudah Sha, jangan menyalahkan diri kamu. Ini bukan salah kamu, tapi kesalahan aku yang dengan beraninya menerima Kak Akbar, walau aku tahu dia mencintai kamu. Tanpa ingin tahu konsekuensi nya seperti apa," balasnya sambil melepas pelukan itu.

"Kamu... Kamu tahu Kak Akbar mencintai aku? Kapan?"

"Sehari sebelum hari pernikahan kamu. Tadinya, dia ingin melamar kamu lewat aku. Tapi, ya sudahlah. Mungkin ini yang terbaik," Humaira tersenyum membuat aku membenci situasi ini. Kenapa selalu aku yang menjadi alasan sakit hati orang lain?

Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang