19 : Petanda

1.3K 135 18
                                    

Revisi
••••••••••••

KAK Zulfan malam ini bekerja lembur di dalam perpustakan pribadi milikku. Letaknya menyatu dengan kamar. Aku membawa bantal dan selimut ke dalam pelukanku. Melangkah dengan ragu membukakan pintu ruang perpustakaan itu.

"Belum tidur?" tanya Kak Zulfan sambil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah 12 malam.

"Nggak bisa tidur. Aku boleh tidur di sini?" tanyaku sambil mengigit bibir.

Ada apa denganku? Bukankah biasanya aku tidur sendiri sebelum menikah? Bahkan sering merasa aneh jika ada manusia lain ikut tertidur di kasurku.

"Saya saja yang ke kamar," ucapnya sambil menutup laptop dan membawa beberapa berkas.

Aku merebahkan tubuhku di samping Kak Zulfan yang tengah terduduk menyender pada ranjang. Memangku laptop yang di jadikan selingkuhannya itu.

Eh? Jangan bilang aku sedang cemburu dengan laptopnya itu. Aku menatap Kak Zulfan yang kembali berkutat dengan laptopnya. Beberapa kali, ia memijat pelipisnya.

"Nggak bisa di lanjutkan besok?" tanyaku membuat ia menoleh. "Laporannya harus selesai besok pagi. Kamu tahukan? For businessmen, time is money." timpalnya membuat aku menghela nafas pelan.

"Health is important. Percuma banyak uang kalo nggak sehat Kak." timpalku membuat ia tersenyum kecil.

"Cepat tidur," alihnya membuat aku mencibik sebal. Lalu, mencoba memejamkan mata menghadap ke arahnya. Lalu, jeda sekian menit, saat mataku mulai mengantuk, aku merasakan usapan lembut di kepalaku.

***

Teh Ulfa mengajakku untuk berlari pagi mengintari sekitar komplek. Katanya sambil menemani A Naufal dan Kak Zulfan yang sedang olahraga.

Kebetulan, Dama baru tidur jam empat tadi. Katanya, semalaman tidak bisa tidur. Anehnya, kenapa Teh Ulfa tidak terlihat lelah?

"Sha, Zulfan gimana?" aku mengerutkan kedua alisku tak mengerti. Maksudnya bagaimana?

"Kan dia itu keliatannya kaku gitu Sha, kamu nggak kesel? Teteh aja yang liatnya istigfar terus," lanjutnya membuat aku tertawa.

"Ya gitu Teh, sifatnya udah gitu. Gimana lagi?" timpalku membuat ia terkekeh. Aku mengalihkan pandangan pada dua orang laki-laki yang tengah berjalan ke arah kami.

Yang di katakan menemani oleh Teh Ulfa itu bohong, aku dengannya hanya berjalan sebentar lalu terduduk di atas rerumputan yang berada di taman. Membiarkan kedua suami kami berolahraga berdua.

"Nih minum dulu," ucap Teh Ulfa sambil menyodorkan air mineral yang tadi baru ia beli di warung bersamaku. A Naufal mengambilnya sambil mengacak pelan pucuk kepala Teh Ulfa membuat ia menggerutu kecil.

Meskipun usia pernikahannya di bilang sudah lumayan lama, tapi tidak pernah menghilangkan keromantisan itu.

Aku juga menyodorkan air mineral pada Kak Zulfan, seperti biasa. Ia menerimanya dan hanya mengatakan, "Terimakasih,"

"Sha, Aa mau pacaran dulu ya? Kalian kalo mau pulang duluan aja." ucap A Naufal sambil menggenggam tangan Teh Ulfa membuat aku menghela nafas pelan.

"Kamu juga pacaran aja, mumpung belum punya anak. Kalo udah punya bakal susah pergi berdua loh," goda Teh Ulfa membuatku menatapnya sebal.

"Elap tuh keringet Zulfan, kipasin kalo perlu!" tambah A Naufal membuat aku menatapnya tajam. Sambil meremas anduk kecil yang sengaja aku bawa. Kata Teh Ulfa, ini memang untuk Kak Zulfan si.

Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang