Revisi
••••••••••••BULAN ini adalah bulan ke 2 aku pergi dari Kak Zulfan. Aku tidak mengerti dengan semuanya. Aku tidak tahu bagaimana kabarnya, ataupun aku tidak tahu apakah dia sudah merajut kembali cintanya dengan Teh Laras atau belum.
"...Izinkan saya bahagia dengan pilihan saya Umi, saya tidak ingin terkekang dengan perempuan seperti dia... " ucapan Kak Zulfan dua bulan lalu masih setia membekas di ingatanku. Apakah kehadiranku membuat ia terkekang?
Allah, jika saat itu aku rela membagi kak Zulfan untuk Humaira. Kali ini aku tidak akan ikhlas untuk kembali melakukan itu. Aku masih mencintainya.
"Al, aku cape," ucapku membuat Aldi meletakan kembali cangkir yang berisikan kopi hitam miliknya. Kali ini aku dengannya sedang berada di warung stasiun kereta, sengaja Ibu meminta Aldi mengantarku untuk pergi ke Jogja.
Rencananya aku akan tinggal di sana, tidak tahu akan berapa lama. Terpenting, aku harus bisa mengikhlaskan Kak Zulfan, dan bisa hidup normal seperti saat tidak ada Kak Zulfan.
"Al, andai dulu aku mau nunggu kamu lebih lama. Andai aku mau mendengar penjelasan kamu dulu, mungkin kita akan bahagia,-" aku mulai melantur mengatakannya.
"Mungkin aku tidak akan terus-terusan merasakan kecewa. Al-"
"Sha, gue tahu lo lagi kecewa. Tapi jangan seperti ini, dia lebih layak untuk membahagiakan lo dari pada gue," potonya sambil menatapku tak percaya. Aku tahu, seharusnya aku tidak mengatakan itu. Terlebih pada seseorang yang dulunya pernah aku cintai.
"Nggak Al! Dia nggak bisa bikin aku bahagia,"
"Sha! Jangan seperti ini. Jangan buat gue kembali mau milikin lo...."
"Lo tahu? Saat lo nangis rasanya gue ingin kembali narik lo untuk bersama gue lagi. Jangan lakukan ini Sha, jangan biarin gue semakin mencintai lo,atau... gue nggak segan buat rebut lo dari genggaman dia," ucapnya membuat aku terdiam.
"A ... aku mencintainya Al, aku mencintai laki-laki itu. Tapi, kenapa aku harus merasakan kecewa?" Lirihku sambil kembali terisak.
"Aku manusia kan? Aku juga cape terus-terusan seperti ini. Sabar memang seluas lautan Al, tapi ada kalanya kita cape untuk berenang dan tenggelamkan?"
"Sha, ini ujiannya. Allah mencintai lo, lo harus kuat. Sha? Gue nggak mau melihat wanita yang gue cintai nangis. Buktikan bahwa lo bisa, buktikan bahwa lo bisa lebih bahagia tanpa gue," aku tidak menimpali.
Aku kembali menatap sekitarku. Stasiun ini akan menjadi saksi aku pergi dari sebuah masalah. Aku meninggalkan Bandung tanpa ingin tahu kejelasannya. Dan hari ini aku harus benar-benar pergi. Meninggalkan setiap kenangan yang tercipta di sudut kota ini.
Kenangan bersama kak Zulfan terputar jelas bak film romantis. Di saat pertama kali ia memegang tanganku, melihat wajahku. Menyatakan cintanya kala aku meminta ia untuk mendua. Tatapannya yang selalu membuat jantungku berdetak tak normal. Senyumannya yang selalu menjadi candu.
Kini harus hilang karena berakhir tanpa penjelasan. Sebenarnya di sini adalah salahku, aku terlalu takut mendengar kebenaran jika memang Kak Zulfan telah bersama.
Bandung kini menjadi saksi bisu di persatukan dan berakhirnya kisah kita Kak....
Kak Zulfan, ini akhirnya....
Kita memang pernah di takdirkan bersama, tetapi aku bukan persinggahan sesungguhnya.Aku akan ikhlas melepasmu....
Melepas kenangan dan cinta yang sudah Kakak berikan....Kak, di sini....
Ada mereka, sosok yang paling kita nantikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...