Revisi
••••••••••••PUKUL 9 pagi, aku pergi menuju mall yang berada tak jauh dari rumah. Tadi aku menaiki taksi karena Kak Zulfan harus berangkat sangat pagi. Sebenarnya ia tidak mengizinkan aku pergi dengan taksi, ia bahkan keukeuh untuk pulang dari kantor dulu, agar bisa mengantarku.
Namun, karena meeting-nya belum selesai. Akhirnya dengan berat hati ia mengizinkanku keluar dengan taksi, dan ia berjanji untuk menjemputku.
"Sha?" aku tersentak saat Teh Laras menepuk bahuku. Setelah bertemu dan bercengkerama melepas rindu, aku dan Teh Laras memutuskan untuk singgah di restaurant yang berada di dalam mall.
"Iya Teh?"
"Mau pesen apa?" aku membuka buku menu restaurant sambil melihat makanan apa saja yang sekiranya bisa aku makan, terlebih saat ini aku sedang merasakan pusing lagi.
"Cheesecake aja deh Teh,"
"Coklat?" aku menggeleng tidak setuju dengan ucapannya. "Strawberry,"
"Tumben nolak coklat," balasnya membuat aku terkekeh. Iya juga, tidak biasanya aku menolak hal yang berbau coklat. Tapi kali ini aku benar-benar menginginkan cheesecake strawberry.
"Teteh dengar kamu sudah nikah Sha?" aku kembali beralih menatap Teh Laras saat setelah waiter's itu pergi.
"Iya Teh, nanti dia jemput. Sekalian aku kenalin ya?" ucapku membuat ia menggangguk sambil tersenyum.
"Teteh... jadi menikah?" raut wajahnya mulai berubah saat aku menanyakan itu, sepertinya pertanyaanku cukup sensitif untuk di bahas.
"Alhamdulillah, nggak Sha...." ia menghela nafas pelan sambil menatapku tersenyum.
"Kamu tahu calon suami Teteh dulu? Maksudnya,... meskipun kamu nggak pernah ketemu, tapi kamu tahukan Teteh pernah mau menikah dengan dia?" aku mengangguk mengiyakan ucapannya.
"Jadi dia itu punya sepupu, nah saat Teteh memutuskan untuk menikah dengan orang yang membiayai pengobatan almarhumah Umi, dia datang dan membayar semua biaya yang telah mereka keluarkan."
"Dan akhirnya sebagai ganti, Teteh bekerja di rumahnya. Dan Teteh rasa itu nggak sebanding dengan kebaikkan dia menyelamatkan Teteh."
"Calon suami Teteh tahu?" Teh Laras menggeleng kecil sambil tersenyum sangat tipis. Dari kilatan matanya, aku mengetahui bahwa Teh Laras masih mencintai laki-laki itu.
"Teteh nggak mungkin mengatakan itu saat Teteh udah mempermalukan dia dan keluarganya setelah Teteh lari dari akad kami Sha," aku mengangguk mengerti.
"Teteh masih mencintai dia Sha, andai jika nanti Allah kembali mempertemukan kami, Teteh janji tidak akan pernah melepaskannya lagi. Dia imam idaman setiap perempuan."
"Tapi, dia belum menikahkan Teh?" tanyaku sedikit tak enak, karena jika laki-laki yang Teh Laras cintai telah menemukan pelabuhan terakhirnya, aku rasa Teh Laras sudah tidak berhak memperjuangkannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...