Revisi
••••••••••••AKU memeluk lututku yang aku tekukan, menyenderkan kepalaku sambil menatap ruangan ICU, dengan perasaan tak menentu. Selang beberapa menit, aku melihat seorang dokter keluar dari ruangan itu. Aku masih terdiam, tak tahu harus melakukan apa, karena rasanya tubuhku lemas untuk di gerakkan.
"Keluarga pasien?" Abi dan A Naufal langsung maju mendekati seorang dokter yang bername-tag Dr. Akbar itu. Memang, Aldi memberitahu keluargaku saat Kak Zulfan di bawa ke rumah sakit. Untungnya saat kejadian itu aku sedang di depan rumah sakit, sehingga tidak terlalu lama untuk menunggu jemputan ambulance.
Aku menatap laki-laki berstelan jas dokter itu berbincang serius dengan Abi dan A Naufal. Sedangkan aku sedang berkutat dengan rasa mual dan pusing yang aku rasakan. Bagaimana mungkin aku akan kuat dengan baju yang bau anyir, darah Kak Zulfan.
"Sha?" aku mendongkak, menatap Humaira yang tersenyum tipis padaku. Ia membawa paper bag di tangannya.
"Ganti baju dulu yuk?" ajaknya membuat aku menggeleng pelan.
"K... Kak Zulfan Ra.... " lirihku, ia ikut berjongkok tepat di hadapanku. "Semuanya akan baik-baik saja Sha," aku kembali menggeleng, aku mendengar jelas bagaimana truk itu menabrak tubuh Kak Zulfan.
"Sayang?"
"Umi... Umi, K... Kak Zulfan.... " aduku. Ia tersenyum tipis, aku tahu jika sebenarnya ia sama terluka sepertiku, bahkan lebih.
"Ganti baju dulu, Zulfan akan baik-baik saja... " bujuknya sambil mengelus pipiku lembut.
"Kak Zulfan akan sembuh Umi?" tanyaku membuat ia mengangguk. Sebenarnya ini terlihat sangat klaise, aku seperti anak kecil yang di bujuk ibunya. Tapi percayalah, saat Umi mengatakan Kak Zulfan akan baik-baik saja, khawatirku sedikit hilang.
"Sha, kamu juga harus periksa kandungan kamu... Kata Aldi, kamu tadi terdorong lumayan keraskan?" aku menatap Humaira sambil mengelus permukaan perutku.
"Kamu hamil sayang?" tanya Umi dengan raut wajah berbinar, aku mengangguk kecil.
"Alhamdulillah... Ya sudah, sekarang kamu ganti baju, dan periksakan kandungan kamu dulu... " aku menggeleng, menatap ruangan Kak Zulfan sendu. Rasanya, tak ingin meninggalkan Kak Zulfan sedikitpun.
"Ada nyawa yang sedang kamu kandung, Zulfan akan baik-baik saja, ada dokter." bujuk Umi membuat aku menghela nafas pelan.
***
Setelah berganti pakaian dan memeriksakan kandunganku, aku dan Humaira kembali mengunjungi ruangan Kak Zulfan.
Dahiku mengkerut saat melihat lampu merah di atas ruangannya. Menandakan bahwa operasi sedang berlangsung. Kak Zulfan di operasi? Kenapa tidak ada yang mengatakannya padaku?
"Ra?" Humaira menggeleng tanda ia pun tidak tahu tentang ini.
"A? K... Kak Zulfan?"
"Benturan di kepalanya sangat keras Sha, dokter meminta untuk di operasi segera. Agar cederanya tidak semakin parah." aku menundurkan tubuhku, bayangan saat Kak Zulfan mengatakan syahadat itu begitu membekas di hatiku, rasanya seperti di sayat. Ia seakan mengucapkan salam perpisahan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...