AKU mengekori langkahnya dengan perasaan campur aduk, sudah aku katakan aku tidak pernah mau untuk ditinggalkan. Apalagi saat sedang hamil tua seperti ini.
"Sha?" aku memalingkan wajah tanpa menatap ke arahnya. Aku merasakan ia menarik kedua tanganku, menggenggam tanganku erat.
"Hanya satu minggu," ucapnya membuat aku menatap tajam.
"Lama," balasku membuat ia tersenyum tipis. Aku tidak mengerti kenapa ia malah tersenyum di tengah perasaan kesalku ini.
"Hanya keluar kota Sha,"
"Ya udah sana," ujarku sambil mencoba melepaskan genggamannya. Kesalnya, ia malah semakin mengeratkan genggaman itu. Dan akhirnya aku menyerah, aku membuang wajahku agar tidak kembali menatap wajahnya.
"Saya tidak bisa pergi kalo kamu masih marah,"
"Aku nggak marah,"
"Tapi kamu nggak mau saya pergikan?" aku menatapnya dengan mata yang berkaca, lantas ia pun menarik tubuhku kedalam dekapannya. Entah sejak kapan aku menjadi manja seperti ini.
"Hanya satu minggu, tidak lebih." aku semakin mengeratkan dekapannya. Mencium aroma tubuhnya yang mungkin selama satu minggu kedepan akan aku rindukan.
Ia melepas pelukan itu perlahan. Menghapus air mata di bawah mataku, lalu kembali tersenyum tipis. "Ada Syntia, kamu tidak sendiri. Oke?"
"Iya Sha, jangan buat Zulfan merasa berat ninggalin lo, ada Syntia ini yang nemenin lo selama Zulfan dan gue keluar kota,"
"Mas, kamu nggak paham,"
"Kamu marah kalo aku pergi?"
"Nggak, tapi Alesha sedang mengandung, hormonnya nggak stabil." aku menatap sepasang pengantin baru itu sambil melirik Kak Zulfan yang masih setia menatapku.
"Boleh saya pergi?"
"Hanya satu minggukan?" ia terkekeh kecil, mengacak khimar yang aku kenakan dengan gemas.
"Iya sayang," lagi-lagi panggilan itu mampu membuat aku merona.
"Ya udah, hanya satu minggu. Nggak lebih," ucapku membuat ia mengangguk serius.
Pandangannya beralih menatap perutku yang sudah membesar, "Sayang, jaga Mama kalian ya? Papa pergi dulu, jangan nakal," ucapnya sambil mengelus permukaan perutku, membuat si kembar merespon dengan tendangan secara bersamaan.
"Saya berangkat ya?" aku kembali menahan lengannya, membuat satu alisnya terangkat.
"Peluk," ucapku pelan, ia tersenyum lalu memeluk tubuhku kembali, kali ini pelukannya begitu menghangatkan untukku. Setelah itu, ia mengecup keningku dan aku pun mencium tangannya.
"Satu minggu,"
"Iya Sha," balasnya membuat senyuman di wajahku mengembang.
"Sayang, Mas berangkat sama Zulfan ya? Kamu temani Alesha,"
"Iya, Mas hati-hati. Zulfan, kalo Mas Faris lirik wanita lain, penggal aja kepalanya," ucapan Teh Laras membuat mataku membulat sempurna.
"Teteh?"
"Becanda Sha, serius banget." ucapnya terkekeh.
"Lagian aku percaya, Mas Faris bakal setia kok," lanjutnya membuat kami tersenyum.
Sudah aku katakan bahwa cinta bukan tentang mengikhlaskan saja kan? Tapi tentang perjuangan dimana kita mati-matian untuk menjadi yang terbaik.
Iya, mencintai lalu mengikhlaskan adalah pengorbanan yang luar biasa, yang tidak semua orang bisa melakukan itu. Tapi, apakah perjuangan tidak perlu dilakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Novela JuvenilBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...