Revisi
••••••••••••MINGGU ini, aku dan Humaira sudah memulai untuk mengajar di kampus. Menjadi dosen ternyata tidak seindah yang di bayangkan. Sering kali aku berfikir, jadi dosen itu menyenangkan. Tinggal mengajar dan memberi tugas.
Ternyata, tanggung jawab seorang dosen itu lebih berat. Di sini, aku benar-benar harus bekerja teliti. Karena ini untuk masa depan mereka. Penerus-penerus bangsa.
"Sha?" aku menatap Humaira yang setia mengaduk-aduk es kopi di dalam gelas.
"Kenapa?" kali ini aku dan Humaira sedang berada di kantin sebelum pulang. Jadwal mengajarku hari ini memang cuman satu kelas.
"Kak Akbar, semalam datang ke rumah." aku tersedak mendengarnya. Ya? Kak Akbar?
"Serius?" tanyaku. Humaira mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Aku masih nggak percaya Sha, cinta yang selama ini aku sembunyikan dalam diam ternyata berbuah manis. Aku nggak pernah mikir Allah bakal benar-benar menghadirkan Kak Akbar sebagai pelengkap agama aku." paparnya sambil mengembangkan senyuman. Sangat terlihat jika ia benar-benar bahagia.
"Satu bulan lagi aku menikah Sha, aku bakal nyusul kamu!" balasnya membuat aku tersenyum ikut bahagia.
"Alhamdulillah, semoga Allah melancarkan semuanya sampai hari-H ya?"
"Kamu sama Kak Zulfan gimana?" aku menaikkan satu alisku menatap ke arahnya. Sedikit tidak mengerti dengan pertanyaan yang ia lontarkan.
"Gimana? Gimana maksudnya?" Humaira terdiam sekian detik, sambil menatap sekitar saat semua mahasiswa di kantin itu berteriak histeris.
"Pesona suami kamu Sha!" ucapnya tiba-tiba membuat kerutan di dahiku terlihat.
"Kenapa?" tanyaku membuat ia terkekeh kecil sambil menenjuk pintu kantin. Aku menoleh, menatap laki-laki yang sedang menggunakan kemeja biru muda.
"Cie di jemput suami," goda Humaira membuat pipiku terasa memanas. "Apa si?" balasku kesal.
"Sha?" tubuhku langsung menegang saat mendengar panggilan dari mulutnya. Entah meskipun telah menikah dua bulan dengannya, setiap di panggil atau bahkan tak sengaja bersentuhan dengannya, tubuhku langsung menegang.
"Sudah selesai?" tanyanya membuat aku menatapnya sambil mengangguk.
"Ra, aku duluan ya?" pamitku membuat Humaira mengangguk sambil tersenyum menggoda.
"Humaira tidak ikut pulang?" timpal Kak Zulfan membuat satu alis Humaira tertaut. Mungkin ia berfikir sama sepertiku, kenapa Kak Zulfan seolah menanyakannya padaku? Tidak pada Humaira langsung?
"Aku masih ada jadwal ngajar Kak," Kak Zulfan mengangguk membalas jawaban Humaira.
"Hati-hati Sha!" ucap Humaira sambil melambaikan tangannya padaku.
Aku dan Kak Zulfan berbalik meninggalkan kantin. Mendengar bisik-bisik dari mahasiswa yang tengah menatap kami.
"Itu Bu Alesha kan? Yang di sampingnya siapa si?"
"Suaminya Bu Alesha ya?"
"Bu Aleshakan masih muda, apa iya udah nikah?"
"Ih, bukannya itu kakak-kakak yang mentoring saat di MAN Bandung ya?"
"Mereka benaran nikah?"
Aku menunduk malu mendengar ocehan para mahasiswa. Merasa sedikit tidak nyaman kembali mendapatkan sorotan dari yang lain. Sampai tersentak dengan jari-jari seseorang yang sedang menyisipkannya di tanganku yang tertutupi handsock.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Fiksi RemajaBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...