Revisi
•••••••••••UDARA yang lumayan dingin menusuk pakaianku hingga tulang. Di luar, rintik-rintik hujan belum juga mereda. Aku menyimpan mushafku di atas nakas dekat sofa. Lalu kembali mengarahkan pandangan pada kaca besar yang tengah memperlihatkan gerimis dari atas langit.
"Syntia?"
....
"Bisa kita memulai semuanya dari awal?"Ingin sekali aku tarik kembali doa yang telah aku semogakan untuk perjalanan cinta Teh Laras. Bagaimana mungkin aku berdoa atas kebersamaan suamiku dengan perempuan lain?
Aku menjatuhkan kepalaku pada sisi sofa, membiarkan mata itu langsung menatap langit yang tengah tersedu. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Aku telah mencintai Kak Zulfan, sangat mencintai. Tapi, aku juga tahu cinta Teh Laras pada Kak Zulfan akan tetap abadi. Di sini, aku yang harus mundur atau memaksa Teh Laras untuk melupa? Semuanya terasa sangat sulit.
Jika tetap mempertahankan Kak Zulfan, berarti aku telah menyakiti Teh Laras. Namun, jika melepas Kak Zulfan, berarti aku sedang membunuh kebahagiaanku sendiri.
Tiba-tiba, aku merasakan jolakan dari dalam perutku. Berlari ke dalam kamar mandi lalu kembali memuntahkan cairan bening seperti saat 15 menit yang lalu. Satu tanganku memijat pelipis, dan tangan yang lainnya sedikit menekan perut, agar mualnya tidak begitu terasa.
Hoek...
Lagi-lagi hanya cairan bening yang kembali aku muntahkan. Tak biasanya aku seperti ini, karena seringnya hanya merasakan pusing tanpa merasa mual.
"Sha?"
Deg!
Aku langsung menegakkan tubuhku, setelah membasuh mulut dengan air. Dengan ragu, aku berbalik. Menatap laki-laki yang sudah basah kuyup di hadapanku. Aku menyambutnya dengan senyuman, ia pun sama membalas itu, dengan begitu hangat.
"Kak?-"
Detak jantungku langsung terpompa keras saat Kak Zulfan memeluk tubuhku tanpa aba-aba. Aku tertegun beberapa detik, merasakan pelukan itu semakin posesif.
"Saya mencintai kamu," kali ini ungkapannya tidak bisa membuat pipiku merona, aku mulai terisak dengan berbagai asumsi di kepalaku.
"Sayang, kenapa menangis?" aku menatap mata Kak Zulfan, seakan meminta di percayakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Panggilan 'sayang', yang pertama kali Kak Zulfan ucapkan, tidak mampu membuat aku menahan senyum. Hatiku terasa sakit, sesak mendengar ungkapannya.
"Saya hanya mencintai kamu, Sha.... " aku menggeleng, tidak ingin mendengar ungkapannya yang semakin membuat dadaku sesak. Kenapa ucapan cinta banyak di lontarkan setelah pertemuan dengan Teh Laras? Apa yang terjadi?
"Kamu percayakan? Saya mencintai kamu... Hanya mencintai kamu.... " kali ini ia mengucapkan itu sambil mencium keningku lama.
***
Aku menyodorkan satu gelas wedang jahe padanya, ia menerimanya sambil menarikku agar terduduk tepat di sampingnya. Televisi itu di biarkan menyala, agar kehidupan sedikit terasa nyata.
"Sha?"
"Hmm?"
"Saya ingin kamu yang minum wedang ini,"
"Hah?" aku nyaris tersedak mendengar ucapannya, dia sangat tahu aku anti wedang jahe, dia inginku pukul?
"Saya tidak tahu, tapi rasanya saya ingin kamu meminum ini," aku menatap wajahnya yang menatapku penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]
Teen FictionBagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan dengan seseorang yang mampu kembali membuat kamu percaya adanya cinta. Namun, saat benar-benar di...