10 : Aku yang harus pergi

1.3K 131 13
                                    

Revisi
••••••••••••

AKU tersenyum canggung pada Om Firman. Meski tahu dia tidak akan mengetahui ekspresi wajahku. Ia mendekat sambil tersenyum selayaknya seorang ayah yang sedang menyambut kedatangan putrinya.

Dengan ragu aku mencium punggung tangannya. Sebenarnya aku tidak pernah mau dan mungkin tidak akan pernah mau.

Tapi bagaimanapun dia tetap suami ibu kan? Dia memang bukan ayahku. Tetapi suami ibu yang tetap harus aku hormati.

"Pulang kapan Sha?" tanyanya sambil terduduk tepat di samping ibu membuat aku tersenyum sendu.

"Satu jam yang lalu Om," balasku membuat ia tersenyum.

"Masih mau lanjut ke Madinah kan? Om udah carikan tiket pesawatnya dari dulu. Tapi selalu di cancel karena nggak tahu kapan kamu datang." aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Masih kalo Ibu mengizinkan. Tadinya minggu depan aku ingin ke Madinah." balasku membuat ibu tersenyum.

"Semua keputusan kamu, Ibu yakin telah di pikirkan matang-matang. Maka dari itu ibu akan selalu mengizinkan. Mendukung semua keputusan kamu. Terlebih ada Om Firman yang bisa membantu kamu." balas Ibu.

"Oh iya Sha, besok malem ada acara lamaran di rumah Nazha." A Naufal mulai mengalihkan topik saat mengetahui aku tidak terlalu nyaman dengan topik tadi.

"Nazha mau tunangan A?" tanyaku cukup terkejut.

"Iya, dia di jodohkan. Besok kita di undang ke rumahnya. Kamu ikutkan?" balasnya membuat aku membalas dengan anggukan.

***

Aku merebahkan tubuhku di atas king size milikku. Merasakan nyaman yang selama satu tahun ini menjadi alasan kuat aku merindukan rumah.

Aku menyalakan handphone-ku. Menerima beberapa notifikasi dari sana. Lalu mencoba menghubungi Humaira.

"Astagfirullah, Sha? Kamu kemana aja?!" aku langsung di sambut dengan ocehan darinya.

"Assalamualaikum Humairaku!"

"Walaikumussalam. Bagus ya? Setelah ngilang, terus datang panggil aku Humairaku." ia mencibik kesal.

"Maaf deh Ra. Oh iya Ra, kamu udah ke Turky?"

"Belum, aku lusa baru ke Turky Sha. Kamu kapan ke Madinah? Jadikan?"

"Jadi, aku rencananya minggu depan. Eh Ra, kamu tahu Nazhakan?"

"Iya, kenapa?"

"Dia mau di lamar besok sore loh. Katanya di jodohkan. Gimana kalo kita ke rumah dia. Lagian kamu dan dia pernah deket di chattingan gitukan?"

"Oh ya? I...iya si, tapikan itu acara sakral Sha, pasti yang datengnya cuma keluarga doang."

"Kamukan keluarga aku juga. Pokonya harus ikut. Plis! Aku pengen ketemu sebelum kamu ke Turky dan aku ke Madinah nanti."

"Ya udah deh iya."

oOo

Aku terduduk sambil mondar mandir menunggu Humaira. Sedangkan Ibu dan yang lainnya sudah pergi sejak satu jam yang lalu.

Aku tersentak saat suara dering telpon memecah keheningan di depan supermarket ini.

"Sha? Kamu di mana? Katanya di depan Supermarket, aku udah sampe nih!"

Ketetapan Cinta Dari-Nya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang