04 - Balas Budi

1.6K 344 12
                                    

"Kamu itu ketua kelas harus bisa mengontrol teman-temannya. Jangan sampai kejadian tadi terulang lagi, saya benar-benar kecewa dan marah. Tolong peringatkan teman-teman sekelas kamu itu supaya lebih menghargai guru."

Kara menganggukkan kepalanya patuh, "saya mewakili teman kelas saya meminta maaf, Pak."

"Saya tidak butuh permohonan maaf dari kamu,"

Kara yang sedang menunduk itu mendongak, "terus gimana Pak?" Tanya Kara bingung.

Pak Irman menghela napas panjang, "pokoknya tugas saya harus di kerjakan, jika tidak saya tidak akan masuk ke dalam kelas 10. C lagi. Kalau kalian tidak peduli, terpaksa nilai kalian akan bapak kosongkan." Putus Pak Irman membuat mata Kara membulat.

"Jangan dong, Pak. Saya pastikan teman-teman mengerjakan tugas Bapak." Ujar Kara yakin.

"Saya tunggu sampai pulang." Pak Irman kemudian bangkit berdiri untuk pergi mengajar di kelas lain karena bel pergantian jam pelajaran baru saja berbunyi.

Kara hanya bisa mengangguk sopan, gadis berkuncir kuda itu pun membalikkan badannya untuk kembali pergi menuju kelas, namun Bu Selpi menahannya.

"Ada apa, Kara?" Tanya Bu Selpi.

"Tadi di kelas ada pertengkaran kecil Bu pas pelajaran Pak Irman." Jawab Kara jujur.

Bu Selpi nampak terdiam, guru honorer itu pun manggut-manggut, "Ibu serahkan kepadamu, ya. Kalau ada yang lebih parah, laporkan saja kepada Ibu, nanti Ibu turun tangan." Ujarnya.

Kara menganggukkan kepala dan berpamitan untuk pergi kembali menuju kelas.

Di sepanjang koridor, Kara tidak menemukan siapa-siapa. Murid-murid di SMA Mentari memang disiplin, mereka tidak akan keluar kelas jika bel istirahat belum berbunyi, meskipun jam kosong, mereka tetap diam di dalam kelas.

Kara pun kemudian berjalan menaiki tangga untuk mencapai kelasnya. Sesampainya di dalam kelas, keadaan kelas cukup ribut.

Mereka semua sedang sibuk mengerjakan matematika, dan mereka semua-kecuali Dimas-berkumpul di bangkunya Anka.

"Anka, lo tinggal kasih jawaban doang kok pelit banget!" Jeni protes kesal, gadis berambut sebahu itu duduk di samping Hito.

"Mikir sendiri lah! Gue cuman bisa ngasih caranya doang. Bisa rugi gue kalau ngasih jawabannya." Jawab Anka tak kalah kesal.

"Bersyukurlah wahai human, masih mending Anka mau bantuin kita." Celetuk Ginan yang sedang ngebut menulis soal.

"Terus ini digimanain?" Gita bertanya kepada Anka.

"Di kali dulu, terus dibagi." Anka menjawab.

Karin menarik lengan baju Anka membuat perhatian cowok itu teralih kepadanya, "kalau ini, gimana?" Tanyanya.

"Cari x nya." Jawab Anka lagi.

Karin mendengus sebal, "udah tau nyari x itu susah!" Ia bersungut-sungut sambil menulis.

Kara yang melihat itu tersenyum, namun kemudian ia menatap Dimas yang masih duduk santai sambil menikmati kuaci.

"Dimas, lo enggak ngerjain tugas?" Tanya Kara sambil menghampiri cowok ganteng berambut gondrong itu.

Dimas menatap Kara, "ogah." Jawabnya.

Kara duduk di atas meja Dimas, mengambil beberapa kuaci milik Dimas untuk dimakan.

"Lo itu udah salah, bukannya minta maaf malah santai," omel Kara sambil menggigit cangkang kuaci, "mending lo kerjain aja soalnya, daripada nanti nilai matematika lo kosong. Terus biar Pak Irman enggak pundung lagi." Lanjutnya dan memasukkan kuaci ke dalam mulut kecilnya.

Dimas mendengus, cowok itu kemudian menarik buku tulis yang di duduki oleh Kara. Otomatis Kara mengangkat bokongnya agar Dimas berhasil mengambil buku itu.

Setelah itu Dimas menyodorkan buku tulisnya kepada Kara. "Sebenernya udah beres," jawabnya. "Tapi gue yakin, jawabannya salah semua." Lanjut cowok itu santai.

Kara menerima buku tulis tanpa sampul milik Dimas, ia membukanya sambil masih memakan kuaci milik Dimas. Kara fokus menatap isi buku tulis Dimas yang dipenuhi oleh tulisan dan juga angka.

"Mas," panggil Kara.

"Jangan panggil gue Mas!"

"Dim,"

"Apa?"

"Tulisan lo... jelek." Kara menatap Dimas.

Dimas menampilkan ekspresi datar, kemudian ia mengacungkan jari tengahnya ke wajah Kara. "Fak!"

Kara tertawa dan menyimpan buku tulis milik Dimas ke atas meja. "Gue tau, lo kayak gitu ke guru gara-gara gabut. Tapi lo jangan gitu lagi, nanti dosa lo makin banyak." Nasehat Kara.

Gadis itu kemudian berjalan menuju bangkunya yang terletak di samping bangku Anka. Ternyata hampir semua murid sudah menyelesaikan tugasnya berkat bantuan Anka, kini mereka sudah meletakkan bukunya ke atas meja guru dan mulai pergi ke luar kelas karena bel istirahat sudah berbunyi.

"Kara ke kantin, yuk!" Ajak Gita.

Kara menatap Gita yang berdiri di bangku depannya, "nanti gue nyusul deh. Soalnya gue belum ngerjain matematika."

"Oh, ya udah. Gue duluan, ya!" Gita pun melambaikan tangannya dan berlalu pergi.

Kara duduk di kursinya, membuka buku tulis matematikanya untuk mulai mengerjakan soal yang diberikan Pak Irman.

Ya, meskipun Kara bukanlah murid yang pintar, tetapi ia selalu berusaha untuk mengerjakan tugas sendiri meskipun nantinya banyak yang salah.

Namun Kara mengernyit, gadis itu heran saat melihat soal-soal matematika yang ditulisnya sudah terjawab semuanya.

Kara membuka lembaran buku berikutnya, dan di sana dia menemukan sesobek kertas yang di dalamnya terdapat tulisan.

Anggap aja gue balas budi.

Kara pun menolehkan kepalanya kepada Anka.




















ANKARA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang