"Pas main jangan mikirin gue. Nanti fokusnya kebagi dua."
Celetukan Kara membuat Anka yang sedang memilih makanan di rak itu menghentikan aktivitasnya dan kepalanya menoleh.
Kara terkekeh saat melihat Anka menampilkan wajah tanpa ekspresinya.
"Lo juga, harus fokus sama gerakan. Jangan sampai lupa." Pesan Anka.
Kara manggut-manggut sambil meraih sekotak susu dari dalam lemari pendingin.
Sekarang ini mereka berdua sedang berada di dalam minimarket yang ada di depan komplek.
Jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, seharusnya mereka berangkat ke tempat lomba masing-masing. Namun Kara dan Anka memilih untuk pergi ke minimarket untuk membeli cemilan terlebih dahulu.
Dimas sedang menunggu di luar, sebenarnya dia ingin ikut ke dalam, namun ia terlalu malas jika harus menjadi nyamuk di antara Anka dan Kara.
Lomba dance Kara dan Dimas diadakan pukul sembilan pagi, sedangkan perlombaan basket Anka di mulai pukul sepuluh pagi.
Itulah alasan kenapa sekarang mereka masih bersantai.
"Kuncinya, lo harus percaya diri. Mau gerakannya nanti salah atau kurang, jangan nampilin ekspresi yang keliatan kalau lo udah buat kesalahan. Tetep percaya diri seolah-olah itu gerakan yang bener, oke?" Anka berpesan lagi, cowok itu kali ini menghadapkan badan tingginya ke arah Kara yang berada di belakangnya.
Jempol Kara terangkat, gadis itu tersenyum manis, "sip! Lo juga, meskipun enggak ada gue. Lo harus semangat, pokoknya!"
Anka mengangguk, cowok itu kemudian mencubit pipi Kara dengan gemas. "Jangan lupa berdoa sebelum tampil."
Setelah Kara mengangguk, Anka pun mengajak Kara untuk pergi ke kasir karena mereka sudah selesai membeli semua makanan dan minuman yang diinginkan.
Sebenarnya mereka membeli makanan hanya untuk bekal di tempat perlombaan. Supaya nanti jika kelaparan, mereka tidak perlu membeli lagi.
Setelah selesai membayar, Anka dan Kara pun keluar dari dalam minimarket. Mereka berdua kemudian menghampiri Dimas yang sedang memainkan ponsel di atas motor besarnya.
Menyadari kehadiran Anka dan Kara, kepala Dimas pun mendongak. "Udah?" Tanyanya.
Kara mengangguk, "mau berangkat sekarang aja, Mas?"
"Iya sekarang aja, mending kepagian daripada nanti kesiangan." Dimas memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeans hitamnnya.
"Hati-hati lo, jangan ngebut." Ujar Anka kepada Dimas.
"Iya, iya. Ini enggak pa-pa 'kan pacarnya gue bawa pergi?" Tanya Dimas sambil menatap Anka dengan alis yang terangkat satu. Cowok berambut gondrong itu tersenyum miring.
Anka memutar bola matanya malas, "asal jangan di culik aja." Ucapnya.
Dimas pun terkekeh, ia kemudian memakai helm full facenya. "Dah, ah. Ayok, bu!" Ajaknya kepada Kara.
Kara mengangguk, ia kemudian memasukkan beberapa makanan yang tadi di belinya ke dalam tas. Lalu gadis itu melambaikan tangannya ke arah Anka sebelum naik ke atas motornya Dimas.
"Jangan lupa makan dulu!" Peringat Anka yang diangguki oleh Kara.
Setelah Kara duduk nyaman di atas motornya Dimas, motor pun melaju meninggalkan Anka sendirian.
Cowok yang memakai jaket hitam itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Gue juga harus berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (COMPLETE)
Teen FictionKara kira menjadi Ketua Kelas adalah tugas yang sangat mudah. Sehingga ketika ada pemilihan Ketua Kelas ia mengajukan diri dengan percaya diri. Namun ia bersaing dengan Anka, cowok pinter yang katanya cinta sama matematika. Anka ingin menjadi Ketua...