34 - Perpisahan

1.1K 254 8
                                    







"DIMAS SELAMAT!!!"

Kara berlari ke arah Dimas, dan tanpa diminta gadis berkuncir kuda itu memberikan Dimas pelukan hangat.

Dimas yang disambut seperti itu oleh buketunya tentu saja merasa bangga sekaligus bahagia.

"Gue bau keringet loh, bu." Ujar Dimas mengingatkan.

Kara melepaskan pelukannya, "enggak pa-pa, itu keringet kemenangan." Balasnya membuat Dimas tertawa.

Teman-temannya yang lain pun datang menghampiri Dimas, mengucapkan berbagai ucapan selamat dan juga pujian kepada Dimas karena dia menjadi top score di pertandingan futsal tadi. Selain itu, sekolah mereka juga menang telak dengan skor 5-3.

"Enggak jadi botakin rambut lo, deh. Padahal gemes banget gue sama rambut gondrong lo." Celetuk Bagas.

Dimas mengepalkan tangannya dan memberikan kepalan itu ke depan wajah Bagas, "nih, gue pukul." Katanya.

Bagas pun tertawa, "ampun!"

"Ini mesti di rayain, nih." Ujar Ginan dan yang lain mengangguk setuju.

"Nanti malem makan-makan di rumah Dimas!" Seru Hito semangat.

"SETUJU!"

"Iya-iya! Entar malem pada datang lo ye, ke rumah gue! Awas aja!" Ujar Dimas akhirnya. "Tapi sekarang, traktir gue ice americano dulu." Lanjutnya.

"Noh, Gita banyak duitnya," tunjuk Hito kepada Gita.

Gita yang sedang menguncir rambutnya itu langsung berhenti dan melotot, "kok gue sih?" Protesnya.

"Lo 'kan dapet duit dari youtube, Gi. Bagi-bagi lah," Ginan menaik turunkan alisnya.

Gita mendengus sebal, namun tak urung gadis itu pun mengangguk, "ya udah, ya udah. Untung abis gajihan, cus kita ke cafe depan!"

"Nah, ini namanya anak gue yang baik." Ujar Kara sambil mengusap-ngusap kepala Gita.

"Yang minta di traktir 'kan gue, kok kalian pada ngikut di traktri si?" Tanya Dimas heran.

Bagas menyikut lengan Dimas, "diem aja napa, mumpung Gita lagi baik tuh mau nraktir kita semua."

"Iya, lo semua gue traktir!" Putus Gita membuat yang lain langsung tersenyum sangat bahagia.

Lumayan dapet traktiran.




🌟🌟🌟

Saat pulang sekolah, Kara pulang bersama Anka. Gadis itu akhir-akhir ini jarang membawa sepedanya dikarenakan sepedanya mulai rusak, sehingga Kara lebih memilih untuk naik ojek online saat berangkat.

Jika pulang, banyak tawaran yang anak-anak kelasnya berikan.

Dan kali ini, Kara bersama Anka. Kedua remaja itu sudah sampai di jalanan komplek Pelangi, sebentar lagi mereka akan sampai di rumahnya Kara.

Dahi Kara mengernyit ketika ia melihat sebuah taksi terparkir di depan rumahnya. Selain itu sang supir sedang membantu Besta yang membawa beberapa koper dan juga barang-barang.

Kara langsung turun begitu motor berhenti di belakang taksi itu, membuat Anka menatap Kara dengan bingung.

"Pah, papa mau kemana?"

Pertanyaan Kara membuat Besta yang sedang memasukkan koper ke dalam bagasi mobil itu menoleh. Besta pun kemudian menghadapkan badannya ke arah Kara.

"Papa mau pulang ke Singapura." Jawab Besta.

Kara menatap Besta tidak percaya, "tiba-tiba gini? Papa serius mau ninggalin Kara?"

Besta memegang kedua pundak Kara dengan pelan, "Kara, selama ini papa udah ngelakuin hal-hal yang bikin kamu sakit. Papa minta maaf sama kamu, papa sangat menyesal karena tidak memperlakukan Kara seperti dulu. Papa memilih pergi karena kamu akan lebih baik tinggal bersama mama kamu."

Mata Kara berkaca-kaca, ia menatap Besta dengan tidak rela, "pah, kenapa papa milih pergi? Kara masih mau tinggal sama papa. Please, pah! Jangan tinggalin Kara. Kara udah maafin papa, jadi papa jangan pergi, ya?" Pinta Kara sambil memegang tangan Besta dengan erat.

"Papa harus pergi. Sudah cukup kamu terluka karena papa. Papa enggak mau nyakitin kamu lagi. Papa sudah menyerahkan kamu sepenuhnya kepada mama kamu. Papa harap kamu akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jangan pernah lupain papa."

Tangis Kara pun pecah saat Besta memeluk Kara dengan erat, hatinya sakit saat mendengar kalimat perpisahan yang Besta ucapkan.

Sesungguhnya Kara tidak mau berpisah dengan Besta, ia masih menyayangi Besta. Tetapi ia sudah tidak tahu harus berkata apa untuk mencegah Besta pergi.

"Papa harus berangkat sekarang. Kamu harus bahagia sama mama." Besta melepaskan pelukannya, kemudian pria yang matanya berkaca-kaca itu memberikan Kara sebuah senyuman yang sudah jarang Kara dapatkan.

"Pah," lirih Kara tidak rela.

"Kamu baik-baik sama mama. Nanti, kamu harus bisa menerima keluarga baru mama, ya." Pesan Besta sambil mengelus rambut Kara dengan lembut.

Setelah itu Besta pun menutup bagasi mobil, untuk terakhir kali ia memeluk Kara lagi dengan erat. Sampai akhirnya Besta masuk ke dalam taksi meninggalkan Kara yang terdiam penuh kesedihan.

Ketika taksi sudah melaju pergi, tangis Kara semakin pecah, ia berjongkok untuk menumpahkan semua air matanya.

Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa, Besta pergi meninggalkan dirinya. Dan Kara tidak bisa mencegahnya.

Kara sakit, Kara sedih dan Kara kecewa kepada dirinya sendiri karena belum bisa membahagiakan Besta.

Anka yang sedari tadi diam mendengarkan dan menyaksikan dari atas motornya, akhirnya memilih untuk turun. Ia menghampiri Kara yang terlihat rapuh.

Anka membawa Kara untuk bangkit berdiri, cowok itu kemudian menatap Kara yang masih menangis.

Kedua tangan Anka memegang kedua pundaknya Kara.

"Kara, terkadang perpisahan adalah jalan terbaik di dalam sebuah hubungan. Hal itu tidak hanya berlaku untuk pasangan, melainkan juga keluarga. Papa lo memilih pergi karena dia enggak mau bikin lo terluka lagi. Dia pengen ngeliat lo bahagia."

"Tapi, dengan cara papa pergi, itu enggak bikin gue bahagia, Ka. Itu malah bikin gue terluka." Isak Kara membuat Anka menggelengkan kepala.

"Kita ambil hikmahnya. Papa lo pergi, dan sekarang lo masih bisa tinggal sama mama lo yang sayang sama lo. Papa lo enggak pergi jauh, Ra. Dia masih ada, lo masih bisa ngehubungin bahkan kunjungin dia. Papa lo memilih pergi mungkin untuk menenangkan diri, dia butuh waktu sendiri." Tutur Anka dengan suara pelan.

Kara tidak bisa menjawab, ia masih tetap menangis untuk menumpahkan semua rasa sedih yang ia pendam.

Akhirnya mau tidak mau Anka pun membawa Kara ke dalam pelukannya. Ia mengusap kepala Kara untuk menenangkannya.

Kehilangan memang menyakitkan, dan Anka pernah merasakan hal itu. Bahkan dia lebih menyakitkan, yang dimana ia ditinggalkan oleh kedua orangtua tersayang untuk selamanya.



















🌟🌟🌟






Maaf banget kalau ceritanya gaje😭
Masih amatiran akutuh.
Semoga kalian suka dan tetep baca. Terus jangan lupa tinggalin vomment.

ANKARA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang