Keadaan tribun lapangan sangat ramai karena dipenuhi oleh murid-murid yang sedang mendukung para pemain futsal di lapangan.
Pertandingan sudah mulai sejak lima menit yang lalu, dan suara-suara nyanyian semangat mulai terdengar di telinga para pemain futsal.
Apalagi Dimas, cowok itu mendapatkan dukungan penuh dari teman-teman sekelasnya. Buktinya di tribun lapangan, kelas 10. C sedang menyerukan nama Dimas dengan gila-gilaan. Tidak lupa berbagai tulisan yang di tulis di atas buku gambar berukuran besar mereka acungkan.
Disana tertulis,
Semangat Dimas! Yang dipegang oleh Sella.
Dimas lo pasti bisa! Yang dipegang oleh Susi.
Dimas Hwaiting! Yang dipegang oleh Karin.
Dimas! Rambut lo gue botakin kalau kalah! Tentu saja ini ditulis oleh Bagas sang pemburu rambut gondrongnya Dimas.
Dimas hanya bisa tersenyum dan mendengus malas ketika membaca tulisan dari Bagas.
Disaat mereka sedang mendukung Dimas dan tim SMA Mentari dengan penuh semangat. Kara duduk di samping Anka sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena kegerahan dan juga kepanasan.
"Minum nih," Anka menyodorkan air dingin miliknya kepada Kara. Tentu saja Kara menerimanya dan mulai meneguknya.
"Makasih." Ucapnya sambil memberikan botol itu.
"Harusnya diem aja di kelas kalau enggak kuat panas." Ujar Anka.
Kara menatap Anka sambil berdecak, "masa anak sendiri lagi main emaknya enggak hadir, sih? Ibu macam apa coba aku ini." Jawabnya.
Kara pun bangkit berdiri dan mulai berseru, "DIMAS SEMANGAT, YA! BUKETU ADA DI SINI!" Teriaknya sambil melambai-lambaikan tangan.
Hal itu tentu saja menarik perhatian orang-orang di sekitarnya, mereka menatap Kara dengan berbagai tatapan. Dan tentu saja Kara tidak abaikan.
Gadis bertopi itu akhirnya duduk kembali sambil mengibas-ngibaskan tangannya lagi.
"Eh, iya. Anka, masa ya gue masih enggak percaya kalau tadi kelas kita menang di lomba kebersihan kelas." Kara membuka obrolan bersama Anka di tengah-tengah ributnya suara penonton.
"Bagus dong, itu jadi sebuah awal kebaikan buat kelas kita." Respon Anka, setelah itu ia meneguk minuman yang dipegangnya.
"Ya, emang bagus sih. Bagus banget malahan, tapi gue masih enggak percaya aja gitu."
"Kan udah ada buktinya, kenapa masih enggak percaya sih?" Tanya Anka heran, ia menyimpan botol minum ke samping kakinya. "Kita menang karena kita layak. Lagian kelas kita sekarang keliatan bagus sama nyaman, jadi wajar kalau menang." Sambungnya.
Kara pun manggut-manggut, "tadi kepala sekolah kayak yang enggak ridho gitu kelas kita menang. Asem banget wajahnya pas ngasih hadiah ke kelas kita."
"Biarin aja."
"Btw, tadi lo dipanggil sama pak Irman ada apa?" Tanya Kara penasaran.
"Kepo."
Kara mendengus malas mendengar jawaban Anka, "jangan pelit informasi, deh." Katanya.
"Gue disuruh ikut olimpiade matematika." Jawab Anka akhirnya.
"Iya?"
Anka mengangguk.
"Bagus! Lo harus semangat waketu, buktiin kalau murid kelas 10. C juga punya murid yang bisa menghasilkan prestasi! Gue percaya lo pasti bisa!" Kara menepuk-nepuk pundak Anka untuk memberikan semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (COMPLETE)
Teen FictionKara kira menjadi Ketua Kelas adalah tugas yang sangat mudah. Sehingga ketika ada pemilihan Ketua Kelas ia mengajukan diri dengan percaya diri. Namun ia bersaing dengan Anka, cowok pinter yang katanya cinta sama matematika. Anka ingin menjadi Ketua...