21 - Perkara Rambut

1.2K 255 10
                                    

Kara berjalan di atas tangga lengkap dengan seragam sekolahnya. Gadis yang rambutnya diikat kuda itu, akan berangkat ke sekolah.

Namun langkah Kara terhenti saat ia melihat ayahnya sedang menikmati minuman keras di ruang makan sendirian.

Kara buru-buru berjalan menghampiri Besta, kemudian merampas botol berbau menyengat itu dari tangan ayahnya.

"Pah, berhenti minum ini. Ini enggak baik buat kesehatan papa," mohon Kara.

Besta mendengus kesal, pria itu menoleh ke arah Kara dengan matanya yang memerah.

"Balikin!" Pinta Besta.

Kara menggeleng kuat, ia menyembunyikan botol minum itu ke belakang badannya.

"BALIKIN!" Teriakan Besta membuat Kara terperanjat kaget.

Kara mundur satu langkah, ia tidak akan menyerahkan minuman haram yang dipegangnya ini kepada Besta.

Besta menggebrak meja makan, membuat Kara memejamkan mata dengan jantung yang berdegup cepat. Pria itu kemudian bangkit berdiri dan menghampiri Kara, merebut botol beling dari tangan Kara yang sedang gemetar hebat dengan paksa.

Namun Kara berusaha sekuat mungkin untuk tidak memberikan minuman itu kepada Besta lagi.

"BALIKIN!" Bentak Besta yang masih berusaha merebut botol itu.

Kara menggelengkan kepala, "enggak. Papa harus berhenti minum minuman ini." Lirih Kara.

Besta menarik rambut Kara dengan kencang, membuat Kara meringis kesakitan.

"Jangan halangi, papa! Dasar anak durhaka!" Marah Besta. "Mending kamu mati daripada gangguin papa!" Sambungnya dengan sorot mata tajam.

Besta menarik rambut panjang Kara lebih kencang, hal itu membuat Kara melepaskan pegangannya pada botol beling yang sedang di pegangnya.

Suara pecahan beling terdengar nyaring. Potongan-potongan beling itu berhamburan di lantai, bahkan mengenai betis Kara membuat betisnya terluka.

Besta mendorong kepala Kara murka, membuat kepala gadis itu terhuyung.

"EMANG ANAK KURANG AJAR KAMU YA!" Teriak Besta membuat air mata Kara luruh.

Kara bangkit berdiri, gadis itu kemudian berlari keluar rumah sambil menangis.

Bahkan ketika ia berangkat ke sekolah menaiki sepedanya pun, air matanya masih membasahi pipinya.



🌟🌟🌟


"Gas, lo ngapain sih?"

Dimas menatap Bagas yang sedang melakukan push up sendirian di dekat meja guru. Mata sipit Dimas menatapnya aneh.

"Perkosa bumi." Jawab Bagas yang masih melakukan gerakan push up.

Dimas yang sedang duduk di atas meja sambil memakan kuaci itu melemparkan cangkang kuaci ke arah Bagas.

"Jangan ngadi-ngadi lu!"

ANKARA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang