18 - Baju Olahraga

1.2K 283 11
                                    

Besta berdiri di depan gerbang rumah saat Kara menghampirinya.

Anak gadisnya yang sedang mengayuh sepeda itu tidak sendiri, melainkan bersama seorang cowok yang tidak Besta kenal sedang mengendarai sebuah motor.

Mata Besta melotot tajam saat Kara turun dari atas sepeda dan menyalami tangannya.

"Darimana saja kamu? Kenapa baru pulang? Nginep di mana?" Besta tidak membentak seperti biasa, namun tetap saja hawanya menakutkan.

"Semalam Kara pulang, tapi gerbangnya tutup. Di kunci dari dalam, jadi Kara enggak bisa masuk. Padahal Kara udah manggil papa."

Besta mendecih, "alasan! Kamu bawa kemana anak saya?" Kini ia menatap Anka dengan galak.

"Rumah saya, om." Jawab Anka santai.

Besta melotot tajam, "KAMU PERKOSA ANAK SAYA?!"

"PAPAH! ENGGAK IH, APAAN!" Kara ikut berteriak kaget.

"Kamu apain anak saya, hah?" Besta mendekat ke arah Anka yang berdiri di samping motornya. Dagu pria bermata tajam itu terangkat.

Anka menggeleng, "saya enggak apa-apain anak om. Enggak minat. Saya cuman membantu." Jawabnya jujur.

Besta menatap Anka dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan curiga. Pria itu kemudian menatap Kara, "kalau sampai nginep di rumah cowok lagi. Papa pukul kamu!"

Kara menunduk, "enggak lagi-lagi, pah."

"Awas kamu, ya!" Kini Besta masuk ke dalam, mengunci gerbang rumahnya membiarkan Kara dan Anka yang terbalut seragam sekolah itu berdiri di luar gerbang.

Kara menghela napas lega. Untunglah Besta tidak marah dan memukulnya seperti biasa. Sepertinya Besta sedang mempunyai suasana hati yang cukup baik.

Kara akhirnya menatap Anka yang kini juga sedang menatapnya.

"Maaf ya, papa suka gitu. Sikapnya berubah-ubah. Kadang baik, kadang galak, kadang suka mukul, kadang ngebentak, kadang..." Kara menjeda kalimatnya, "ya gitu deh." Sambungnya.

Anka mengangguk mengerti, "hari ini lo berangkat sekolah bareng gue. Simpen aja sepedanya."

"Loh, kenapa?"

"Lo mau kita telat?" Tanya Anka lempeng.

Kara menggeleng. Akhirnya gadis itu menurut, ia menyimpan sepedanya di depan gerbang dan naik ke atas motor matic Anka.

Saat diperjalanan, Kara bercerita mengenai ayahnya kepada Anka. Seolah-olah Anka adalah orang yang tepat untuk mencurahkan semua isi hatinya.

"Papa tuh dulu baik banget sama gue. Dia sering beliin gue makanan, barang-barang lucu, ngajak gue jalan-jalan. Tapi semenjak perusahaannya jatuh bangkrut, papa jadi berubah banget." Kara mulai bercerita dan Anka mendengarkan sambil mengendarai motornya.

"Papa jadi sering minum alkohol, dan itu bikin sikapnya jadi enggak ke kontrol. Kadang papa nampar gue, pukul gue, jambak gue. Bahkan papa hampir lecehin gue."

"Papa sekarang pengangguran, hidup gue dibiayain sama mama. Mama sama papa udah cerai pas gue SD, tapi mama ngasih gue ke papa soalnya waktu itu papa masih jadi seorang ayah yang baik. Mama gue cinta banget sama pekerjaannya, jadi dia takut gue enggak ke urus."

"Selama ini mama enggak tau kelakuan papa. Karena gue memilih untuk diam. Meskipun mama tau perusahaan papa bangkrut, tapi mama enggak tau kalau sikap papa itu berubah. Sebenernya gue pengen ikut mama aja, tapi gue masih peduli sama papa. Gue enggak tau apa yang akan terjadi kalau misalnya papa tinggal sendirian dengan keadaan kayak gitu."

ANKARA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang