Jam menunjukkan pukul satu siang. Hari ini murid-murid kelas 10. C sedang berada di dalam kelas dengan keadaan kepanasan.
Bagaimana tidak?
Di luar sana matahari sedang bersinar dengan sangat teriknya, di tambah kelas mereka ini belum di pasang ac, membuat rasa panas itu menembus ke dalam kelas dengan ganasnya.
"Ini lagi latihan buat masuk neraka apa gimana sih, anjeng?" Dimas misuh-misuh sendiri di kursinya, cowok yang sedang nyemilin kuaci itu sedang ngibas-ngibasin buku tulisnya dengan emosi.
Hari ini guru-guru sedang mengadakan rapat, sehingga mereka hanya meninggalkan tugas di dalam kelas. Guru-guru sedang mengadakan rapat untuk membahas perlombaan-perlombaan yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Bulan ini memang banyak kegiatan perlombaan yang akan SMA Mentari ikuti. Dari mulai karate, basket, paskibra dan juga olimpiade.
"GUYS! GUE DISPEN YA! LATIHAN DULU BUAT BESOK!" Ginan berteriak sambil mengambil tasnya, cowok itu baru masuk ke dalam kelas dan langsung pergi lagi.
"SEMANGAT, BEB!" Seru Jeni.
Ginan yang baru saja keluar kelas balik lagi, lalu menatap Jeni yang sedang cengengesan di kursinya, "Najis!" Serunya dan pergi lagi.
"Jahat banget, anjir! Jeni nyebut beb dengan sepenuh hati, eh Ginan nyebut najis dengan emosi dan tanpa hati." Decak Hito miris.
Jeni melempar penghapus karet ke sahabatnya itu, "apa sayang? Mau dipanggil beb juga? Bebi atau babi?" Celetuknya.
Dan untuk kedua kalinya, Jeni mendapatkan kata "najis!"
"Tolong ya, congor-congornya di jaga!" Gita berseru, gadis itu sedang kipasan menggunakan kertas yang dilipat jadi kipas gitu.
Jika tahu hari ini akan panas, mungkin Gita bakal bawa kipas angin ke kelasnya. Padahal tadi pagi adem ayem, tidak ada tanda-tanda kalau siang akan panas. Ia kira bakalan hujan, eh taunya panas banget kayak gini.
Bener kata Dimas, rasanya seperti anda sedang berlatih untuk masuk neraka.
"Lo enggak dispen, Ka?"
Kara yang sedang mengibas-ngibaskan buku tulis ke arah Anka yang duduk di hadapannya itu bertanya.
Iya, jadi mereka berdua itu saling mengipasi. Anka mengipasi Kara begitupula Kara yang sedang mengipasi Anka.
"Kayaknya nanti." Jawab Anka, "lo haus enggak?" Tanyanya.
Kara menghentikan aksi kipas-mengipasnya, "banget, banget, banget!" Ucapnya.
"Kalau gitu gue ke—"
"Nih, bu. Minum." Dimas tahu-tahu menyodorkan sebotol minuman dingin kepada Kara.
Melihat minuman yang terlihat menyegarkan itu, Kara langsung menerimanya dengan senang hati. "Makasih, Mas." Ujarnya.
Anka yang melihat itu mendengus malas, ia pun berhenti mengipasi Kara dan kembali ke bangkunya. Baru saja ia hendak bangkit berdiri, seseorang dari pintu mencarinya.
"Ada Anka, enggak?" Seru orang di luar sana.
Ternyata itu adalah Reira.
"Ada nih, kenapa Ra?" Dimas bertanya sambil menghampiri Reira yang ada di ambang pintu. Cowok itu berdiri di depan Reira sambil tersenyum menggoda, "kok nyarinya Anka, bukan gue?" Tanyanya.
Reira menatap Dimas, ia tersenyum manis. "Kamu enggak penting, hehe." Balasnya.
Dimas tertohok dengan ucapan Reira barusan, cowok itu kemudian menatap gadis manis di hadapannya dengan tampang sok sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (COMPLETE)
Teen FictionKara kira menjadi Ketua Kelas adalah tugas yang sangat mudah. Sehingga ketika ada pemilihan Ketua Kelas ia mengajukan diri dengan percaya diri. Namun ia bersaing dengan Anka, cowok pinter yang katanya cinta sama matematika. Anka ingin menjadi Ketua...