"Ginan bolot! Itu ayamnya gosong, bangsat!"
"Gosong apanya?! Ini tuh mateng!"
"Mateng pantat lo?! Itu ayamnya item banget kayak ketek lo, bazeeeng!"
Hito dan Ginan saling bersahutan dengan ngegas. Bahkan mereka berdua hampir baku hantam gara-gara Hito kesal dengan Ginan yang membiarkan ayam yang sedang dibakar itu terbakar sampai hitam. Ginan bertugas untuk mengipas-ngipasi ayam tersebut, namun ayamnya malah gosong karena tidak dibalik-balik oleh cowok itu.
Sekarang jam menunjukkan pukul delapan malam. Keadaan rumah Dimas malam ini cukup berisik karena di dalamnya terdapat teman-teman sekelas Dimas yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Malam ini mereka sedang berada di belakang halaman rumahnya Dimas yang cukup luas. Sesuai janji Dimas tadi, jika ia akan mengajak teman-temannya untuk makan-makan di rumahnya secara gratis. Lagipula di rumah Dimas sedang sepi, sehingga mereka seakan-akan sedang berada di rumah sendiri.
"Siniin kipasnya," Anka merebut kipas yang sedang di pegang oleh Ginan. Cowok itu kemudian mengambil alih tugasnya Ginan. Tidak lupa ia memberikan pelototan kepada cowok tengil itu. "Kalau enggak bisa tuh diem, ini ayamnya gosong jadi mubazir." Sambung Anka dan mengangkat ayam gosong tersebut untuk dipisahkan.
Hito menyenggol lengan Ginan menggunakan sikunya, "makan tuh ayam gosong!" Ledeknya menyebalkan.
Ginan hendak menggaplok kepala Hito, untungnya Hito buru-buru kabur sehingga Ginan menepak angin.
"Hito bangsul!" Sungut cowok berkaos kuning itu. Ia pun menyusul Hito yang masuk ke dalam rumah.
"Nih, sate-satenya juga bakar. Jangan sampai gosong ya, waketu."
Kara datang membawa piring berisi sate ayam mentah, gadis itu menyimpan piring tersebut ke atas meja di samping alat pemanggang. Jadi pemanggangnya itu yang pake arang gitu, sehingga harus dikipas-kipas.
Saat Kara hendak pergi lagi, pergelangan tangannya tiba-tiba ditahan oleh Anka.
"Mau kemana?" Tanya Anka.
"Buat bumbu, kenapa?"
"Yang buat bumbu Karin sama Jeni, lo di sini bantuin gue." Anka memberikan kipas yang dipegangnya kepada Kara.
Kara menatap Anka sebentar, ia pun mengangguk dan mulai mengipas-ngipasi ayam-ayam yang sedang di bakar. Sedangkan Anka menyimpan sate-sate yang Kara bawa ke atas pemanggangan.
Ngomong-ngomong, sore tadi mereka berhasil pulang tanpa jalan kaki. Di sekitar sana untungnya ada tukang bensin, sehingga Anka langsung mengisi motornya yang kehabisan bensin itu.
"Buketu, waketu say hai dulu dong!" Gita datang sambil membawa kamera, gadis itu sedang ngevlog.
Dengan sigap Kara pun langsung melambai-lambaikan tangannya ke arah kamera, sedangkan Anka cuek-cuek saja, masih sibuk dengan aktivitasnya.
Gita pun kemudian menghampiri sebuah gazebo yang ada di halaman belakang ini, yang dimana di sana ada Bagas dan Dimas yang sedang bermain bersama Kami—anjing peliharaannya Dimas.
"Kami! Gue bawa pulang mau, ya?" Bagas bertanya kepada anjingnya Dimas yang sedang digendongnya.
Kami menggonggong kepada Bagas sambil melompat turun, hewan itu kemudian membelakangi Bagas membuat Dimas terbahak keras.
"Jangan main-main lu sama Kami." Peringat cowok bermata sipit itu.
"Galak bener anjing lo, jutek lagi. Terus daritadi gue dicuekin mulu, kesel." Curhat Bagas sambil berusaha mengambil anjing berbulu hitam dan putih itu lagi, namun Kami malah pergi meninggalkan Bagas. "Tuh, kan!" Kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (COMPLETE)
Teen FictionKara kira menjadi Ketua Kelas adalah tugas yang sangat mudah. Sehingga ketika ada pemilihan Ketua Kelas ia mengajukan diri dengan percaya diri. Namun ia bersaing dengan Anka, cowok pinter yang katanya cinta sama matematika. Anka ingin menjadi Ketua...