Kara mengeluarkan sepedanya dari parkiran, gadis yang memakai helm sepeda itu menuntun sepedanya menuju gerbang sekolah.
Keadaan parkiran cukup ramai karena ini adalah jam pulang. Banyak siswa dan juga siswi yang berebutan ingin mengeluarkan motor dan juga mobilnya.
Saat Kara sampai di gerbang, telinga gadis itu tidak sengaja mendengar beberapa percakapan orang-orang yang membicarakan dirinya, membuat gadis berkuncir kuda itu menghentikan langkahnya.
"Liat deh, ketua kelasnya 10. C. Cantik-cantik otaknya geser."
"Masa kelasnya bikin rusuh pas jam pelajaran. Ganggu banget."
"Mungkin kalau gue masuk kelas 10. C, gue bakalan jadi murid paling normal. Secara... kelas 10. C isinya murid abnormal semua."
Ketiga gadis yang berdiri di dekat sebuah mobil tertawa bersama, membuat telinga Kara mendadak kepanasan.
Ternyata ketiga gadis itu adalah murid kelas 10. A, yang tak lain dan tak bukan adalah Evi, Intan dan juga Risa. Tiga orang gadis yang seringkali menjelek-jelekkan kelas 10. C.
Kara menjatuhkan sepedanya, gadis itu berbalik dan mendekat ke arah tiga orang yang masih tertawa di samping sebuah mobil sedan sambil menggulung lengan bajunya emosi.
"Maksud lo apa? Ngatain kelas gue abnormal?" Tanya Kara tidak terima.
Intan menutup mulutnya, "ups! Kedengeran ketua kelasnya, deh." Ujarnya membuat kedua temannya itu tertawa.
"Kelas 10. C kan hobinya bikin masalah," celetuk Evi membuat tangan Kara mengepal kuat.
"Ya, terus kenapa? Kelas 10. C yang bikin masalah, kenapa kelas 10. A yang ribet? Situ sehat?" Kara menatap tiga orang gadis di depannya dengan tajam.
"Yang ada kelas lo yang enggak sehat. Kerjaannya ribut mulu, bikin kelas lain jadi terganggu." Balas Risa sambil menatap Kara meremehkan.
"Kalau lo keganggu, pindah kelas aja sono lo! Bikin kelas sendiri di tengah kuburan, gue jamin enggak bakal ke ganggu!" Ketus Kara sebal.
"Heh! Yang ada kelas rusuh lo yang pindah! Bukan kelas kita yang pindah! Jelas-jelas anak-anak kelas 10. A pada baik dan taat aturan. Enggak kayak kelas 10. C! Pengganggu!" Cela Intan membuat Kara ingin sekali menjambak rambut lurus gadis itu.
"Meskipun pengganggu, mulut anak kelas gue enggak kotor kayak anak kelas lo yang hobinya nyinyirin orang."
Celetukkan itu membuat Kara menolehkan kepala ke samping, ia menemukan Anka berdiri di sana. Ia menatap ketiga gadis yang merupakan murid kelas 10. A dengan wajah lempeng.
"Berhenti ngomongin kelas gue kalau lo enggak mau kelas lo gue bakar." Ancam Anka menusuk, membuat ketiga gadis itu langsung bungkam.
Anka pun menarik tas Kara, membuat gadis itu terbawa menuju sepedanya yang sudah berdiri. Di samping sepeda putih Kara terdapat motor matic milik Anka.
"Sana pulang." Usir Anka. "Gak guna banget lo ribut sama mereka." Lanjutnya.
Kara naik ke atas sepedanya, "Lagian kuping gue panas dong, Ka. Diomongin kayak begitu, rasanya pengen gue timpuk mereka pake helm." Gerutu Kara sebal.
Anka memakai helm full face-nya, "sana, lo pulang."
Akhirnya Kara mengayuh sepedanya, meninggalkan Anka yang baru saja menyalakan motornya.
Namun Kara memberhentikan sepedanya, kala ia melihat seorang perempuan yang sangat mirip dengannya sedang mengobrol dengan seorang cowok berseragam sama dengan Kara di pinggir jalan.
Kara mendekat, dan melihat badge cowok itu yang terpasang menunjukkan ia kelas 11.
"Mama,"
Panggilan Kara membuat seorang perempuan yang sedang mengobrol itu menoleh, ia tersenyum senang saat mendapati anaknya.
"Kara! Baru pulang, sayang?"
Kara menganggukkan kepala, "mama lagi ngapain?" Tanya Kara.
"Barusan mama hampir di copet, untungnya Ruga nolongin mama. Dia mukulin copetnya sampe kabur." Cerita Clara sambil melirik cowok di depannya sambil tersenyum hangat.
Kara manggut-manggut, "mama enggak papa 'kan?"
Clara menggeleng, "enggak pa-pa. Makasih ya, Ruga udah nolongin tante. Makasih banget!" Ucapnya tulus kepada cowok rapih tampan yang sedang berdiri itu.
Ruga menganggukkan kepalanya, "iya tante sama-sama."
"Oh iya. Kara sama Ruga satu sekolahan, ya? Kara tau Ruga? Katanya dia ketua osis loh," ucap Clara kepada Kara.
Kara menoleh ke arah Ruga, ia memperhatikan cowok itu cukup lama.
Sampai akhirnya Kara menggeleng, "enggak kenal."
Ruga terkekeh, "saya Ruga. Ketua osis di SMA Mentari." Ia memperkenalkan dirinya kepada Kara.
"Kara." Balas Kara.
"Kalau gitu, saya pamit ya, tante. Hati-hati." Ruga pamit undur diri, membuat Clara maupun Kara menganggukkan kepalanya secara bersamaan.
Cowok itu pun akhirnya pergi menghampiri motornya yang terparkir di depan mobil milik Clara.
Clara mengusap helm Kara, "enggak panas apa naik sepeda?" Tanyanya.
Kara menggeleng, "udah biasa, ma. Dari dulu 'kan Kara naik sepeda terus."
"Sekarang kamu sibuk, enggak? Mau pergi sama mama?"
"Kemana?"
"Jalan-jalan, kita makan-makan!"
"Sepeda Kara?"
"Kan bisa dilipat, masukin bagasi, lah."
Kara terdiam sebentar, kemudian ia pun mengangguk semangat. Sudah cukup lama ia tidak bepergian bersama ibunya.
Clara itu adalah ibu kandung dari Kara. Ia tinggal di daerah yang berbeda dengan Kara. Clara ini merupakan seorang arsitek yang sering pergi ke luar kota untuk bertemu kliennya.
Meskipun kedua orangtua Kara sudah berpisah, namun hubungan Kara dengan ibunya masih terjalin sangat baik.
Mereka sering bertemu, jika ada waktu.
Clara belum menikah lagi, ia masih mencintai pekerjaan dan statusnya sebagai single parent—meskipun dia tidak mengurus Kara sepenuhnya.
Sebenarnya Kara bisa saja tinggal bersama Clara, namun hati nuraninya belum rela untuk meninggalkan Besta sendirian. Ayahnya itu masih membutuhkan bantuan dirinya, masih membutuhkan Kara untuk menjadi anaknya.
Kara tidak tahu akan sehancur apa Besta jika Kara tinggalkan. Setidaknya untuk saat ini Kara hanya ingin mengurus Besta sebagaimana seorang anak yang menyayangi ayahnya.
"Ayah kamu apa kabar?" Clara bertanya saat mereka berdua sudah berada di dalam mobil.
Kara yang duduk di samping Clara pun menoleh, "baik kok."
Selama ini Clara tidak pernah tahu perbuatan kasar Besta terhadap Kara. Clara hanya tahu jika Besta merupakan ayah yang sangat baik untuk Kara. Terlihat saat mereka masih bersama, Besta benar-benar menyayangi Kara.
"Kapan kamu mau tinggal sama mama? Mama kangen tinggal sama kamu, Ra." Ujar Clara yang sedang fokus menyetir.
Kara tersenyum hambar, ia ingin sekali tinggal bersama ibunya, dan ingin menghindari segala kekerasan yang Besta berikan kepadanya.
Namun Kara belum bisa.
🌟🌟🌟
Tinggalkan jejak!
![](https://img.wattpad.com/cover/201891016-288-k244846.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANKARA (COMPLETE)
Teen FictionKara kira menjadi Ketua Kelas adalah tugas yang sangat mudah. Sehingga ketika ada pemilihan Ketua Kelas ia mengajukan diri dengan percaya diri. Namun ia bersaing dengan Anka, cowok pinter yang katanya cinta sama matematika. Anka ingin menjadi Ketua...